Hening dalam
kenyataan. Tidak ada lagi keramaian, tidak terdengar lagi bentakan, sunyi dalam
pergumulan. Kehidupan kembali pada batasan-batasan hidup untuk dipatuhi. Bukan
keserakahan, bukan keterpaksaan, dalam menghilangkan kemunafikan. Segala kata
terucap menjadi nyata dalam absurditasnya. Jelas terpampang membentuk kehidupan
sosial yang sebenarnya. Kini dan nanti adalah lembaran baru. Membuka cakrawala
pengetahuan demi masa depan yang lebih baik. Kembali pada jalan yang lurus.
Berkumpul dalam
hidangan rahmat-Nya. Beberapa pemuda bergerak menyongsongnya (29/8). Bangun
dari kemalasan, bangkit dari keterpurukan, bersatu dalam ikatan komitmen untuk
memperbaiki diri. Ayat berganti surat, dan lembaran mushaf pun terselesaikan.
Berharap selalu dalam lindungan-Nya.
Berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain. Setelah bergelut dengan segala sesuatu yang berbau
Al-Qur’an, saya bergerak menuju kompleks wisata religi Sunan Ampel. Toko Imam,
tempat grosir kitab-kitab klasik adalah tujuannya. Jalanan menuju tempat ini
tidak asing bagi saya, namun yang mengagumkan adalah kesibukan aktivitas
pedagang yang memadati jalan, tak pernah saya saksikan sebelumnya. Maklum saja,
biasanya saya mengunjungi tempat ini ketika malam hari.
Sementara itu,
membeli kitab untuk santri baru cukup melelahkan. Bagaimana tidak, sepeda tua
yang telah saya beli tak mampu mengangkat beban berat tumpukan buku-buku. Saya
pun mengendarainya dengan pelan dan penuh kehati-hatian. Praktis perjalanan
yang biasanya di tempuh sekitar 15 menit, menjadi 45 menit.
Selepas itu, ketika
malam mulai menyelimuti Nusantara. Kaki ini kembali bergerak menuju halaman
TVRI Jawa Timur, tempat berlangsungnya Bangbang Wetan. Acara yang biasa
diadakan di Balai Pemuda setiap bulan, untuk sementara dipindah dikarenakan
tempat yang digunakan acara lain. Perjalanan saya kali ini ditemani oleh
sahabat Fattah. Menjadi hal baru baginya, terlihat kantuk tak tertahankan
tampak di wajahnya. Diskusi pada malam hari ini berlangsung seru dengan tema
Medan Sunyi; Palagan Kasunyatan. Menggambarkan situasi kenegaraan dewasa ini.
Sesekali alunan musik berbagai daerah didendangkan. Membuat suasana malam ini
semakin nyata. Di tutup dengan alunan salawat dan dzikir bersama dipimpin
langsung oleh Cak Nun. Para penonton seakan membawa beribu energi positif dari
tempat ini.
by
www.ardiansyahbs.com
on
22:32
Hening dalam kenyataan. Tidak ada lagi keramaian, tidak terdengar lagi bentakan, sunyi dalam pergumulan. Kehidupan kembali pada batasan-...
Warna-warni bunga
bermekaran di sudut jalan. Rindangnya pepohonan melambai-lambai dalam irama
sunyi. Merah kuning hijau silih berganti sahut-menyahut di persimpangan jalan,
menghasilkan indahnya nada-nada lalu lintas. Beraneka macam kendaraan saling
mendahului, menjadi yang tercepat sampai tempat tujuan. Para polisi pun tak
lelah dalam menjaga keamanan jalanan. Bermacam ekspresi manusia bisa kita
temukan di sini. Adat dan budaya daerah masih bertahan dalam derasnya arus
modernitas.
Barisan gedung
pencakar langit senantiasa menghiasi langit-langit kota. Dari bangunan modern
hingga klasik bisa kita temukan bertebaran di kota ini. Walaupun medernitas
Surabaya tidak diragukan, tetapi pemerintah kota masih mempertahankan
bangunan-bangunan klasik bersejarah. Pihak pemerintah dan swasta membentuk
hubungan mutualisme dalam membangun Surabaya menjadi kota humanis.
Di Surabaya,
pengunjung bisa menikmati wisata shopping. Berbagai jenis kebutuhan bisa
didapatkan di mall-mall megah di tengah kota atau pasar-pasar tradisional yang
berada di pinggiran kota. Belum lagi keramaian-keramaian yang sengaja diadakan
oleh pemerintah maupun swasta seperti car free day dan berbagai jenis
pameran. Selain itu wisata alam juga bisa kita temui di sini seperti hutan mangrove
atau pantai ria Kenjeran.
Tidak lengkap
rasanya apabila berkunjung ke Surabaya tidak mengunjungi icon kota ini. Museum
10 Nopember yang terletak di kompleks Tugu Pahlawan sebagai icon kota Surabaya.
Ketika memasukinya kita seakan masuk ke lorong waktu yang membawa kita kembali pada
masa perjuangan. Memberikan kesan kebangsaan bagi siapa saja yang
mengunjunginya.
Tak bisa dipungkiri
bahwa Surabaya telah dikenal dan termasyhur seantero jagat raya. Tata kota yang
mengagumkan membuat kota ini menarik untuk dijelajahi. Kota seribu bunga
sebagai nama lain dari Surabaya. Di setiap sudut kota, kita bisa menemukan
taman-taman dengan keanekaragaman bunga yang mempesona. Cocok bagi siapa saja
yang menyukai bunga-bunga atau sekedar mencari kesunyian dan ketenangan pikiran
ketika bosan dengan keramaian Surabaya.
Ketika sang surya
mulai berselimut awan, mega merah menampakkan kegagahannya. Berkolaborasi
dengan gemerlap lampu dari gedung-gedung pencakar langit dan sorot lampu
kendaraan yang menyatu dalam keindahan malam. Semakin malam Surabaya semakin
ramai dengan tampilan-tampilan budaya di gedung Cak Durasim atau di komples
Balai Pemuda, tempat mengeksplor ketrampilan dan pertunjukan adat budaya
daerah. Anak-anak dan orang tua berkumpul menjadi satu untuk berlatih atau
sekedar menyaksikan pertunjukan. Di sepanjang jalan juga bertebaran penjaja
kuliner khas Surabaya, lontong balap, nasi goreng jancuk, hingga olahan
semanggi. Kita bisa menikmati kuliner Surabaya dengan merasakan romantisme
malam kota ini. Dan juga pernak-pernik Surabaya bisa Anda dapatkan di Cak Cuk Surabaya.
Surabaya kota
strategis yang bisa diakses dengan menggunakan transportasi apa saja. Terminal
Bungurasih sebagai pintu masuk transportasi bus dan angkutan umum roda empat
lainnya. Stasiun Gubeng, Semut, dan Pasar Turi sebagai gerbang transportasi kereta
api. Bandara Juanda atau Pelabuhan Tanjung perak menjadi tempat wisatawan asing
pertama kali menginjakkan kaki di Surabaya. Semuanya tersedia di Surabaya,
akses antarlokasi pun bisa dipilih dengan transportasi modern atau tradisional.
Mungkin jika sewaktu-waktu Anda ingin mengunjungi Surabaya,
Dari keindahan
pulau Jawa khususnya kota Surabaya, kita bergeser ke Aceh. Propinsi paling
ujung wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah yang dikenal dengan
julukan Serambi Mekkah. Tanah yang pernah diluluhlantakkan oleh gelombang
tsunami. Dan eksotisme Pulau Weh yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Seringkali saya
membayangkan bisa duduk-duduk di pantai Pulau Weh. Menikmati segarnya air
kelapa dan semilir angin sembari menyaksikan deburan ombak yang berduyun-duyun
menggulung pantai serta mega merah yang mengantarkan burung-burung kembali ke
sarangnya.
Sejak lama saya
ingin mengunjungi Aceh. Menikmati indahnya Pulau Weh dan bergumul dengan
masyarakat setempat. Mengunjungi masjid Raya Baiturrahman sebagai satu-satunya
bangunan yang tetap berdiri kokoh di antara bangunan-bangunan yang dihancurkan
gelombang tsunami. Mempelajari jejak-jejak Islam sejak kerajaan Samudra Pasai dan
merasakan lebih dekat tragedi bencana tsunami di Museum Tsunami Aceh.
Warna-warni bunga bermekaran di sudut jalan. Rindangnya pepohonan melambai-lambai dalam irama sunyi. Merah kuning hijau silih berganti s...
Mendidik bukanlah
profesi guyonan dan menulis bukanlah pekerjaan sambilan. Namun yang beringinan
menjadi orang kaya secara cepat, janganlah menekuni kedua hal tersebut.
Orientasi pendidik dan penulis bukanlah uang, tapi bagimana mencetak
orang-orang berhasil di segala lini kehidupan. Tempat mereka bukanlah lahan
bisnis tetapi wadah untuk mengabdikan diri. Salah bila menganggap tempat ini
adalah lahan komersil, walaupun sebagian orang telah menjadikan pendidikan
sebagai lahan basah untuk mengeruk keuntungan. Pendidikan yang tak beretika.
Letih lelah dalam
perjalanan mengajar tidak membuat patah semangat untuk terus belajar guna
benar-benar menjadi orang merdeka, terbebas dari segala bentuk penjajahan dan
ketertindasan. Sore ini adalah waktunya kelas bahasa Mandarin dan Perancis.
Tanpa berat hati, motor pun meluncur melewati ramainya jalanan Surabaya. Namun,
sebelum berangkat saya menuai rintangan dengan hilangnya kontak sepeda motor.
Membutuhkan waktu lama dalam mencarinya, syukur alhamdulillah masih bisa hadir
tepat waktu. Kelas hari ini terlihat semakin sedikit peserta yang hadir, Pak
Sutoyo pun hanya tersenyum melihatnya karena menurut beliau hal ini sudah biasa
dalam kelas-kelas sebelumnya. Dalam hal materi pelajaran, banyak hal-hal baru
yang diterima peserta. Beliau pun tidak lupa mereview pelajaran lalu untuk
menguji kemampuan setiap peserta. Rumor bahasa Mandarin adalah bahasa yang
sulit sepertinya tidak bisa dibenarkan. Yang saya tahu, bahasa Mandarin adalah
bahasa yang lucu.
Usai kelas bahasa
Mandarin, beberapa peserta bergeser menuju kelas bahasa Perancis. Salah satu
bahasa yang pernah saya pelajari dan tidak asing lagi bagi saya. Beberapa menit
kami menunggu, ternyata dari petugas mengumumkan bahwa kelas hari ini
diliburkan karena tutor berhalangan hadir. Saya pun segera menuju ke
perpustakaan, menulis apa yang bisa ditulis dan membaca apa yang bisa dibaca.
Memang ini adalah salah satu tempat favorit saya untuk belajar dan terus
berkarya. Beberapa barisan huruf-huruf pun bisa saya hasilkan di salah satu
komputer dalam perpustakaan.
Di ufuk barat, mega
merah semakin nampak dan sang surya pun membuka kegelapan di tempat lain.
Kumandang azan maghrib kian terdengar seantero persada. Sahut-menyahut
menghasilkan sebuah instrumen yang menurut sebagian kelompok merasa terganggu
dengan keaktifannya bergelora lima kali sehari. Aktivitas di depan komputer
segera saya akhiri dan bergeser menuju masjid terdekat. Ketenangan yang akan
dirasakan ketika mampu memenuhi undangan tepat waktu. Selepas shalat, saya
segera kembali ke pondok. Namun, lagi-lagi saya mendapat rintangan, kontak
motor saya entah kemana. Hingga azan isya’ terdengar, saya masih dalam proses
pencarian. Beberapa petugas keamanan pun tidak menemukan apa yang saya cari.
Beberapa jam
mencari saya mulai lelah. Maklum saja sejak pagi belum sempat istirahat. Saya
segera menuju masjid terdekat untuk mengistirahatkan tenaga dan pikiran.
Beberapa menit berlayar ke pulau tak berpenghuni, saya dibangunkan oleh dua
orang sahabat saya, Fattah dan Huda yang membantu dan menemani saya dalam
proses pencarian. Kami berputar ke seluruh area Balai Pemuda, tapi lagi-lagi
tidak kami temukan.
Perpustakaan
menjadi tujuan kami untuk beristirahat. Suasana yang cukup tenang dan sunyi
memang asik untuk menenangkan pikiran yang kacau. Sahabat Huda yang belum
pernah ke sini nampak asik menikmati tempat ini. Menjelang di tutupnya
perpustakaan, kami meninggalkan tempat
dan berniat mencari ahli kunci. Alhamdulillah, sebelum sempat kami keluar ruangan,
saya menemukan kontak motor di meja petugas. Tanpa pikir panjang, saya
menanyakannya dan petugas menyerahkannya kepada saya. Kami pulang dengan hati
yang bahagia. Terima kasih sahabat atas kedatangannya.
Entah apa makna
dibalik seluruh rangkaian kejadian ini. Saya anggap ini adalah sketsa Tuhan
untuk menyelamatkan saya dari kejadian yang kurang bersahabat. Tuhan sengaja
menunda-nunda kepulangan saya dengan menyembunyikan sementara kontak motor yang
akan saya kendarai. Semua kejadian tentu menjadi akibat atau sebab terjadinya
suatu kejadian yang akan terjadi di masa depan. Selalu berpikir positif adalah
jalan satu-satunya melukis hidup ini dengan goresan tinta yang bermanfaat.
Menghasilkan sebuah lukisan yang mampu menentramkan siapa saja dan bermanfaat
bagi lingkungan sekitar. Terlepas indah atau buruknya sebuah lukisan, setiap
kejadian tentu ada makna yang terkandung di dalamnya. Beruntunglah mereka yang
mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Tugas kita tidak untuk sukses,
tetapi untuk terus berusaha. Dan kewajiban kita bukan untuk pintar, tetapi
untuk terus belajar. Mengukir kisah hidup di lembar sejarah manusia, karena
setiap ciptaan adalah spesial. Tergantung bagaimana usaha kita mencapainya
sesuai versi hidup kita masing-masing. Tidak ada manusia bodoh di muka bumi,
yang ada hanyalah manusia yang belum menemukan jalannya. Berusahalah menemukan
alur kehidupan dari setiap kejadian. Ibarat permainan, kehidupan adalah potongan
puzzle yang harus disusun. Betapa sulit merangkai potongan-potongan puzzle
tersebut, tetapi setelah terbentuk akan menghasilkan sebuah karangan yang
sangat indah.
Makna Dibalik Sebuah Kejadian
by
www.ardiansyahbs.com
on
05:43
Mendidik bukanlah profesi guyonan dan menulis bukanlah pekerjaan sambilan. Namun yang beringinan menjadi orang kaya secara cepat, janga...
Tetesan air kran menyambut kedatangan sang
revolusioner. Membawa panji-panji kebajikan di seantero jagat raya.
Tetesan-tetesan air itu sebagai tanda ketidaksempurnaan, ketidaksesuaian
rencana, dan bagian dari kebenaran. Sesempurna mungkin kacamata manusia, pasti
ada setetes keberpihakan. Entah salah atau benar, kebenaran subjektif tidak
akan pernah mati. Akan terus tumbuh meski dalam sekup yang paling kecil. Bahkan
akan semakin terus berkembang seiring perkembangan zaman dan derasnya arus globalisasi.
Akhir pekan (22/8)
sebagai agenda saya bersama sahabat-sahabat pondok menyelesaikan bacaan
AL-Qur’an di salah satu rumah warga. Kali ini merupakan awal pertemuan setelah
sekitar dua bulan liburan. Pandangan saya seputar tentang Al-Qur’an tentang
acara ini masih sama, saya takut generasi di masa depan mengkomersilkan
Al-Qur’an sehingga tidak membaca Al-Qur’an apabila tidak ada sponsornya. Na’udzubillah.
Sementara itu,
dalam menjalankan aktivitas pagi ini saya senantiasa memegang handphone barangkali
ibu sudah sampai di Surabaya. Suryani, dialah sang matahari. Memberikan
kehangatan kepada siapa saja yang berada di sekitarnya. Dengan senang hati saya
menyambut kedatangannya di terminal Bungurasih. Sempat terjadi kebingungan pada
diri saya karena sudah beberapa tahun ini saya tak pernah mengunjungi tempat
ini. Dalam perjalanan menuju tempat tujuan pun sempat berputar-putar sebelum
kembali menemukan jalan utama. Alhamdulillah.
Berkumpul bersama
keluarga menjadi kebahagian tersendiri. Tidak ada yang menggantikan kemesraan
dalam ruang keluarga, walaupun dewasa ini banyak orang mengukur tingkat
kebahagiaan dan keberhasilan dari banyaknya uang yang terkumpul. Saya sih
setuju, tapi saya lebih memposisikan uang sebagai jalan dan bukan tujuan utama.
Tidak ada uang bukan menjadi masalah, yang penting bahagia.
Masih tentang uang,
ibu membagi cerita dari kampung halaman orang-orang yang lebih mementingkan
uang dari pada jalinan erat tali silaturrahim. Memang kita memerlukan uang,
tetapi saya kira di sini masalahnya bukan uang tetapi label. Setiap orang ingin
dipandang lebih dari yang lain. Sebagai manusia sudah menjadi hal biasa, tetapi
dengan mengesampingkan rasa kemanusiaan hal itu tidak bisa dibenarkan. Mungkin
kita perlu merubah mindset tentang kesuksesan, bahwa indikator kesuksesan bukan
pada banyaknya uang yang terkumpul tetapi lebih kepada manfaat kepada sesama.
Mau dilabeli manusia apa pun itu terserah mereka, yang terpenting bagaimana
kita memberikan yang terbaik bagi sesama tanpa mengesampingkan diri kita sendiri apa lagi pada saudara.
Di sudut yang lain,
saya menyaksikan bahwa zaman sudah berubah. Teman bermain masa kecil dan
tetangga-tetangga masa lalu juga sudah semakin tua. Zaman berubah dan
keadaannya pun semakin kompleks. Banyak balita-balita yang dulu belum terlahir
di muka bumi, sekarang memeriahkan suasana. Saya pun berinteraksi dengan kepada
semua orang yang satu sama lain terkadang lupa. Maklum saja sudah lima belas
tahun lebih tidak bertemu. Mereka hanya mengenal sesosok balita yang membaca dan
menirukan suara Al-Fatihah sang imam dengan terbata-bata, itulah saya ketika
berumur dua tahun. Kata mereka sih, saya sendiri sudah lupa he he he he he.
Suryani
by
www.ardiansyahbs.com
on
04:44
Tetesan air kran menyambut kedatangan sang revolusioner. Membawa panji-panji kebajikan di seantero jagat raya. Tetesan-tetesan air itu ...
Benang merah di angkasa
rahmat-Nya. Begitulah Allah mengibaratkan waktu sepertiga malam. Beruntung bagi
siapa saja yang mampu terjaga di masa ini. Kegembiraan hati sepanjang hari bagi
mereka yang menyambut kedatangan sang surya. Kehangatan dan kedatangannya
memberikan manfaat di setiap lini kehidupan. Senyuman merekah di setiap bibir
Khalifatullah. Tidak ada lagi kemurungan, tak kan terlihat lagi kegelapan,
terhapus sudah kejahatan yang tersembunyi sepanjang malam, bahagia menerima
cahaya sang surya.
Tidak semua orang
bisa menerimanya, hanya yang berhati bersih dengan tekad kuat yang mampu
terjaga di seperti malam. Menikmati lezatnya ketenangan suasana yang hadir
dalam sanubari. Namun sahabat, pada hari ini (21/8) jiwa saya tergopoh-gopoh
untuk menikmati kelezatannya yang tinggal beberapa menit. Kekayaan langit dan
bumi serta apa-apa yang berada di dalamnya dikaruniakan Tuhan kepada saya.
Kesadaran itu baru
bisa kami rasakan ketika sang surya mulai beranjak memancarkan sinarnya. Ada
barang berharga saya yang hilang. Beberapa menit tidak ada kekhawatiran yang
singgah karena menjadi hal biasa bagi saya menaruh barang sembarangan sehingga
terlupakan. Tetapi setelah saya cari di setiap tempat, masih juga tidak
ditemukan. Saya pun menggunakan cara kedua dengan mengingat-ingat aktivitas yang
telah saya lakukan. Ingatan itu mengarah pada sebuah meja, yaa meja tempat saya
menulis. Tidak ada prasangka dalam hati jika diambil oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, mengingat ada laptop di sampingnya dan masih ada hingga
sekarang. Prasangka itu menjadi kenyataan ketika sahabat Hamdani juga
kehilangan laptopnya. Suasana subuh mencekam, inspeksi seisi kamar secara
mendadak dengan melakukan wawancara pada orang-orang yang bangun lebih awal.
Tidak ditemukan bukti dalam area pondok, saya menyisir perkampungan sekitar
pondok dengan bekal beberapa saksi. Itulah sedikit ilmu yang diajarkan
kepolisian ketika saya menjadi korban kriminalitas lima tahun silam di
Surabaya.
Pada waktu itu saya
masih duduk di sekolah menengah pertama. Di umur yang baru memasuki masa remaja
itu menjadi hal biasa bagi saya mengunjungi Surabaya. Kampung ilmu yang
menyediakan aneka buku-buka bekas yang masih layak pakai dengan harga miring
menjadi tujuan. Dengan tiket kereta api yang terjangkau murah dan menjadi hal
yang sangat menyenangkan bagi saya melakukan perjalanan menggunakan kereta api
saya sering mengunjungi tempat ini dengan menempuh waktu yang hanya sekitar dua
jam. Namun pada waktu itu entah apa yang terjadi saya kebingungan untuk sampai
ke kampung ilmu hingga bertemu dengan dua orang malaikat. Singkat cerita mereka
mengambil barang-barang saya dan berakhir di kantor polisi. Saya
mengikhlaskannya dan beberapa tahun kemudian anugerah besar diberikan Tuhan
hingga saya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi secara gratis. Setali
tiga uang dengan peristiwa subuh kali ini. Saya yakin bahwa orang yang
dikirimkan Tuhan untuk mengambil barang pada waktu subuh ini mengantarkan saya
ke tempat yang lebih baik di masa yang akan datang.
Refleksi peristiwa
subuh atas hilangnya smartphone androids yang baru saya beli enam bulan yang
lalu mungkin sebagai efek dari doa saya. Loh, berarti peristiwa subuh ini
sebuah musibah atau anugerah? Bisa jadi musibah dan bisa juga jadi anugerah.
Musibah karena kehilangan harta benda, kenangan dan segala informasi yang ada
di dalamnya. Dan anugerah karena tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat, memberikan lebih banyak waktu untuk menulis dan lebih disiplin
dalam kehidupan sehari-hari. Memang selama ini, secara pribadi saya masih
kebingungan dalam mengatur waktu penggunaan teknologi yang satu ini. Dan
peristiwa subuh ini menjadi jawaban atas doa saya, jika hal itu bermanfaat maka
dekatkanlah dan apabila membawa madharat maka jauhkanlah. Saya kira keberadaan
androids lebih banyak madharatnya apabila saya yang memegang, walau pun di sisi
lain saya membutuhkannya agar tidak selamanya hidup di zaman purba. Hilangnya
barang ibarat sebuah perceraian. Harus menunggu hingga masa iddahnya selesai,
baru boleh membeli yang baru he he he he he. Sekedar konsep dasar manajemen
waktu agar lebih bermanfaat.
Menjelang senja,
saya bergeser menuju Balai Pemuda. Bukan untuk belajar bahasa tapi murni
mencari referensi untuk menyelesaikan sebuah tulisan. Ternyata di halaman balai
pemuda suasananya sangat ramai. Widya Wahana PNFI 2015, ada pameran pendidikan
nonformal dan informal Surabaya, lembaga kursus, kesetaraan paket A, B dan C
juga homeschooling. Beberapa menit saya berputar-putar dari stan ke stan.
Banyak lembaga-lembaga yang belum saya ketahui sebelumnya. Saya kira
lembaga-lembaga seperti ini harus diberdayakan hingga ke perbatasan demi
pemerataan pendidikan.
Puas
berputar-putar, saya segera menuju perpustakaan. Suasana malam ini sangat ramai
tidak seperti hari-hari biasa, tetapi berangsur-angsur mulai tenang. Suasana
sangat tenang, fasilitasnya pun mendukung, cocok untuk menelurkan karya-karya.
Tetapi sahabat, di depan saya ada seorang perempuan yang merusak konsentrasi
saya. Sesekali saya mencuri-curi pandang, astaghfirullaaaah. Pakaiannya
sederhana, tertutup dan rapi. Cara bicaranya juga tegas dan tidak lebay. Saya
berusaha fokus pada komputer tempat barisan para huruf siap untuk ditata.
Hingga larut malam, saya kembali ke pondok dengan melewati suasana Balai Pemuda
yang masih cukup ramai.
Peristiwa Subuh
by
www.ardiansyahbs.com
on
04:05
Benang merah di angkasa rahmat-Nya. Begitulah Allah mengibaratkan waktu sepertiga malam. Beruntung bagi siapa saja yang mampu terjaga di ...