Akankah
kusebut itu hitam
Jika
ternyata putih
Hitam
kau kabarkan
Putih
kau sembunyikan
Gelap
kau takuti
Terang
kau cintai
Sakit
kau hindari
Sehat
kau lupa diri
Hom
Pim Pa
Akankah
kusebut itu Masalembu
Jika
tak kurindu
Segitiga
bermuda kau kabarkan
Surga
kau sembunyikan
Nelayan
kau abaikan
Mafia
tak terbayangkan
Karang
kau hancurkan
ENJ
kau hadirkan
Hom
Pim Pa
Akankah
kusebut dia ksatria
Jika
tak tau arah
Penjahat
kau lenyapkan
Sahabat
kau antarkan
Ombak
kau tantang
Badai
kau terjang
Ilmu
kau amalkan
Hikmah
kau dapatkan
Hom
Pim Pa
Akankah
kusebut itu Kakatua
Jika
tak setia
Asing
kau waspadai
Keluarga
kau lindungi
Terbang
kesana kemari demi menafkahi
Menari-nari
di angkasa bagaikan bidadari
Hom
Pim Pa
Akankah
kusebut itu doggy
Jika
ternyata kucing
(Ingat
kembali soundtrack sinema kera sakti)
Seekor
doggy
Terpuruk
terpenjara dalam kucing
Di
markas bersih indah tempat belajar para wali
Bertindak
sesuka hati
Loncat
kesana kesini
Hiraukan
semua manusia di mushola ini
Dengan
lonceng kecil
Dan
bulu dari tubuhnya
Dia
melangkah meloncat menerjang segala apa yang ada
Walau
halangan rintangan
Semakin
banyak menghadang
Tak
jadi masalah dan tak kan jadi kesulitan
Berkelana
setiap hari
Demi
mendapat ikan suci
Dengan
dukungan dari . . .
Hom
Pim Pa
Akankah
kusebut itu mente jika ternyata mentor
Akankah
kau bilang jelek jika ternyata bagus
Akankah
kau bilang hidup jika ternyata telah pergi
Tidakkah
kau kagum akan perjuangannya
Tidakkah
kau rindu akan tingkahnya
Tidakkah
kau ingat jasa-jasanya
Sudahkah
kau berdoa untuknya?
Hom
Pim Pa
by
www.ardiansyahbs.com
on
20:40
Hom Pim Pa Akankah kusebut itu hitam Jika ternyata putih Hitam kau kabarkan Putih kau sembunyikan Gelap kau takuti Teran...
Ungkapan tersebut mengajarkan tentang arti pentingnya balas
budi. Modernitas zaman, menuntut manusia semakin mandiri, tapi bukan berarti
hidup sendiri. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri, pasti membutuhkan
bantuan orang lain. Selalu ada orang yang berjasa dalam hidup ini yang patut
kita kenang.
Tidak salah, kan? Jika
Bung Karno berkata demikian. Itu sebuah ramalan. Solusi tentang masalah masa
depan bangsa ini. Selain terdiri dari banyak suku bangsa, penduduknya mempunyai
karakteristik religius. Buktinya? Sebelum datangnya agama-agama, Hindu, Budha,
Konghucu, Nasrani dan Islam, orang-orang di tanah ini telah menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Ah, itu
kan menurut ilmuwan Walondho. Kepercayaan jaman biyen itu kepercayaan Kapitayan. Nggak percaya? Coba tanya mbahmu kono sing nglakoni.
Perbedaan suku, agama dan ras akan menjadi alasan yang sangat
logis terjadinya perpecahan. Menghormati jasa para pahlawan dan mengingat kisah
perjuangannya, senasib seperjuangan di bawah kekuasaan penjajah menjadi sebab
nyata mempersatukan beragam perbedaan dalam membentuk negara bangsa-bangsa
bernama Indonesia.
Nasionalisme Indonesia menjadi rumus yang sangat rumit. Dalam perhitungan
harus cermat, salah sedikit saja bisa runyam
urusannya. Dalam menentukan simbol-simbol nasional juga harus
dipertimbangkan dengan baik, diterima oleh semua pihak, demi menjaga persatuan
dan kesatuan. Misalnya, semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Teks suci agama Hindu
yang digunakan Bung Karno dalam politik, bisa mempersatukan seluruh Nusantara.
Burung Garuda, dalam mitologi Hindu sebagai kendaraan Dewa Wisnu. Semua simbol
itu bisa diterima walaupun mayoritas penduduk beragama Islam. Ya, kan?
Ada lagi! Bahasa Indonesia, sebagai bahasa kedua yang berakar
dari bahasa Melayu. Bisa diterima dan digunakan dengan baik walaupun mayoritas
penduduk adalah suku Jawa. Padahal, secara historis bahasa Jawa-lah yang lebih
berhak digunakan sebagai bahasa nasional, bahkan se-Asia Tenggara. Bahasa Jawa Suroboyoan, bahasa yang digunakan Raja
Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada dalam mempersatukan seluruh Nusantara di bawah
payung Majapahit. Andai Bung Karno, yang berpidato menggunakan bahasa Jawa Suroboyoan, tidak berdebat dengan
perwakilan Ngayogyakarta tentang sopan-santun atau halus-kasur penggunaan
bahasa Jawa, pasti bahasa Melayu akan terasa sangat asing hingga sekarang.
Okey! Semuanya bisa diterima. Tapi kenapa gambar Frans Kaisiepo di
pecahan uang rupiah 10000 terbaru dipermasalahkan? Bukannya beliau juga
pahlawan yang sangat berjasa bagi republik ini? Hmmmm, apa karena Papua? Yowes
kalau begitu biarlah jadi gambar mata uang kami sendiri dan bintang kejora
akan berkibar, boleh? Ho...ho...ho... Kau
ini bajingan apa kanibal? Setelah kau keruk habis gunung emas kami, masih saja
kau menghujat kami? Ah, emboh lah!
Ingat! Selama kamu bisa memberikan yang terbaik pada
kemanusiaan, orang tidak akan bertanya apa agamamu dan dari suku mana kamu
berasal.
“Itu bukannya kata-katanya Gus Dur, Mar? Yang katanya wali itu, kan?” sela Gareng yang sedari tadi
menyimak penjelasan Semar. Kali ini Semar di atas angin, merasa lebih
berwibawa. Selain karena kata-katanya, dia juga sedang memakai peci putih. Sedangkan
ketiga rekannya memakai peci hitam yang umum digunakan orang-orang.
“Gus Dur yang diperingati maulidnya kemarin itu, kan?” Tanya Petruk sambil manthuk-manthuk.
“Gundulmu! Maulid itu khusus untuk Kanjeng Nabi Muhammad. Ulama’
atau kiai itu diperingati kematiannya, haul. Paham? Maulid dan haul diperingati
dalam rangka mengingat sejarah perjuangan. Acarae
yo macem-macem. Kalian gak usah
melu-melu debat perkara dalil. Yang penting tahu diri, ulang tahunmu saja
dirayakan, masak ulang tahun Nabimu masih perlu diperdebatkan? Ingat
ungkapannya Bung Karno?”
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para
pahlawannya.” Gareng lan Petruk bareng-bareng njawab.
“Gong...Bagong!”
“Om Telolet Om, gitu
aja kok repot.” Bagong terbangun dari tidurnya.
Semar selalu mengingat apa yang dikatakan Bagong. Apalagi ketika
tidak sadar mengeluarkan istilah-istilah asing. Walupun nyleneh, biasanya apa yang dikatakan Bagong akan benar-benar
terjadi. Tanda-tanda peristiwa masa depan, di luar kemampuan dan pikiran manusia
biasa.
***
Bulan ini Kang Tris mendapat berkah perayaan kelahiran Isa
Al-Masih. Di penghujung tahun ini ternyata banyak orang melahirkan. Kang Tris
mendapat banyak pesanan satu set kasur bayi. Haleluya! Puji Tuhan atas segala rahmat-Nya. Alhamdulillah. Di sela-sela kesibukannya, Kang Tris menyempatkan
diri menghadiri haul Kanjeng Sunan Giri di Gresik. Lagi-lagi dalam rangka
mengingat jasa perjuangan orang yang telah meninggal. Mati tapi hidup, bahkan
menghidupkan.
Bagi Kang Tris, mengingat para pahlawan, ulama’, dan orang yang
telah berjasa dalam hidup ini menjadi sebuah keharusan. Mengabadikan nama
pahlawan sebagai nama jalan atau menjadikan gambar wajahnya sebagai mata uang
juga sebagai jalan untuk tetap mengingat jasa-jasanya. Jangan menistakannya,
baik gambarnya maupun fisik mata uang. Apalagi nylempitkan uang di bh, seperti perempuan zaman dulu. Jangan yaa!
Dalam perjalanan pulang Kang Tris dikagetkan dengan bunyi
terompet yang dijual pedagang di pinggir-pinggir jalan. Ternyata tidak hanya
makhluk hidup yang mengalami evolusi, terompet juga. Sekarang tidak hanya
bentuk terompet yang mengalami evolusi, bunyinya juga. Telolet...telolet...telolet...Om...telolet..Om...
buat persiapan tahun baru untuk putera-puterinya.
Bagaimana pun bunyinya, yang terpenting bisa membuat banyak
orang bahagia. Tingkat kebahagiaan rakyat Indonesia juga meningkat menjadi
lebih baik. Nggak hanya arek cilik-cilik yang beraksi di pinggir
jalan, orang-orang dewasa juga ikut ambil bagian dalam kebahagiaan ini. Banyak
orang terhibur. Ternyata suara juga bisa ngemong.
Ha...ha...ha...
Ahlinya ngemong yaa Ronggohadi.
Saking ahlinya ngemong, dia dijuluki Mbah Lamong. Bapake wong Lamongan. Tetangga-tetangganya juga pasti pandai ngemong, sabar dan penuh kasih sayang.
Tapi kenapa tetangganya Mbah Lamong kok
terkenal kasar dan suka kekerasan? Mulai dari Bom Bali hingga kekerasan dalam
pesantren. Duh...duh...duh...
Bapak Proklamator: Ir.Sukarno, Bapak Ekonomi: Moh. Hatta, Bapak
Pembangunan: Suharto, Bapak Demokrasi: SBY, Bapak Toleransi: Gus Dur, dan masih
banyak lagi bapak-bapak lain yang berjasa, pahlawan bangsa. Nek, buapakmu? Bapak kehidupan, tanpanya
kau tak mungkin ada di dunia ini. He...he...he...
Seneng yaa punya
bapak...hiks...hiks...Dari kecil aku tak pernah
melihat bapakku. Dia sama sekali tidak mau memberikan perhatian padaku atau
telah tiada? Lantas, salahkah aku mencari bapak? Aku menemukannya dalam agama,
nyaman bersamanya. Kenapa banyak orang menghujatku ketika aku memutuskan untuk
lebih mengenal bapakku? Junjunganku pun terlahir tanpa bapak. Di sinilah aku
merasa tenang, memiliki bapak seutuhnya. Mereka yang menghujatku tentu nggak pernah merasakan bagaimana rasanya
merindukan kehadiran seorang ayah. Eh....eh....eh....ngomong-ngomong
pimpinan superdamai dikabarkan terkena kasus menistakan agama bapa? Benar nggak sih? Katanya cinta damai, kok buat ulah. Sungguh terlalu....nggak bisa jadi pahlawan deh. Bapak damai, superdamai. Ops!
Soal pahlawan, tentu perjuangannya luar biasa mengorbankan
seluruh jiwa raga. Penjara dan pengasingan sudah biasa. Tapi ada
pahlawan-pahlawan yang kematiannya tragis, penyiksaan luar biasa dialami
sebelum kematiannya. Sekujur tubuh disilet-silet, telinga dipotong, mata
dicongkel, sebelum ditimbun di lubang buaya. Masya Allah!
Ternyata penjahat-penjahat yang berlaku demikian bereinkarnasi. Cliiiing! Mereka melakukan hal yang
sama. Membantai sebuah keluarga, menyiksanya dan kemudian disekap dalam kamar
mandi. Berebut oksigen sebelum satu per satu merenggut nyawa. Beruntung masih
ada yang bertahan dan bisa melanjutkan kehidupan walaupun dengan trauma yang
pedih. Kabarnya gara-gara perebutan proyek ASIAN Games, atau perampokan biasa?
Duh....duh....duh....Semoga Tuhan memberkati, menempatkan para
pahlawan di tempat yang lebih baik.
P A H L A W A N
by
www.ardiansyahbs.com
on
20:33
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Ungkapan tersebut mengajarkan tentang arti pentingnya bala...
Dialah Kristus
Sang junjungan
Penyelamat akhir zaman
Penerima Injil sebagai pedoman
Kesejahteraan bersamanya
Pada hari kelahiran
Keselamatan bersamanya
Pada hari peristirahatan
Kebahagiaan bersamanya
Pada hari kebangkitan
Ruhul Qudus
Terlahir dari wanita suci
Yang senantiasa menjaga diri
Yang selalu berbakti kepada orang tua
Dialah Maria
Haleluya
Segala puji bagi Allah
Dialah Yang Mahaesa
Dialah tempat meminta
Mahasuci Dia
Tidak ada yang setara dengan-Nya
Dia tidak beranak
Tidak pula diperanakkan
Dan Muhammad utusan-Nya
M E S I A S
by
www.ardiansyahbs.com
on
22:24
Yesus Dialah Kristus Sang junjungan Penyelamat akhir zaman Penerima Injil sebagai pedoman Kesejahteraan bersamanya Pada...
Bagi kakak para Pandawa, Bung Karna, ajining raga saka busana. Kehormatan fisik dari pakaiannya.
Terbukti banyak orang berebut pakaian. Penjual pakaian dengan berbagai branding juga sangat menjamur di pasar-pasar modern bernama market. Bahasa gaulnya mall, atau
biar nggak dibilang jadul sama
Insinyur Tedjo, musti pakai super,
supermarket. Hare gene gitu loh! Sekarang
zamannya super, superdamai. Oleh karena itu, kita pun katanya jadi gaul kalau
mainnya di supermarket.
Eh...eh... usut punya usut, acara superdamai juga ada bau-bau rebutan
busana loh. Busana DKI Jakarta. Ops! Entahlah. Kesaktian shaolin diuji
dengan berbagai jurus pencak silat. Siapa yang menang? Kita serahkan
permasalahan ini kepada wasit ae yoo.
Katanya biar dibilang bangsa yang beradab, super-beradab. He...he...he... Apa-apa ya harus pakai wasit dan pengadilan, eh si super jangan dilupakan.
Hmmmm...aneh...Siapa yang aneh? Cak Nun, nggak mementingkan busana. Hla,
kok bisa? Cak Nun lebih mementingkan isi BH dari pada BH itu sendiri. Kalau
dipikir-pikir benar juga ya. Ha...ha...ha....Ah,
itu kan Cak Nun. Nyatanya masih banyak yang rebutan busana. Hla, BH itu tergolong pakaian atau
pelindung hayooo?!?!?!
Kuy...kuy...kuy...ke rumahnya Bang Arjuna kuy!
Bagi Bang Arjuna, ajining
diri saka lathi. Kehormatan diri dari lidah. Ketangkasan dalam berbicara
atau kewaspadaan dalam berkata menentukan kehormatan seseorang. Kalau bukan
karena lidah yang tak henti-hentinya menikmati al-maidah, kata damai, market,
man, nggak akan jadi jadul tanpa tambahan super, kan?
Banyak orang ngaji, hafal Al-Qur’an dan hadis, sinau
tafsir, yoo ben disebut ustad,
ceramah setiap hari, undangan di mana-mana, tapi korupsi? Menteri Agama menjadi
tersangka kasus korupsi. Wah...wah...wah...hmmmm.
Eh, jadul itu bro. Oh iya ya.
Beda lagi sama mahasiswa, pacakane
kaya Arjuna. Belajar tanpa ketakutan dan kepura-puraan. Yang dicari
keunggulan dan keahlian di bidangnya, bukan ijazah atau sekedar bisa cas cis cus, pinter debat tapi nol
karya. Semboyannya talk less do more
atau talk last do first. Benar kan
itu mahasiswa? Makhluk super saat kuliah, tapi kebingungan setelah wisuda.
Gawat...darurat....Indonesia pecah. Gonjang-ganjing. Lebih
berbahaya dari gonjang-ganjinge tanah rencong. Bukan karena polisi yang salah
sangka, menarik bendera negera asal pemain asing Persipura yang merayakan
kegembiraan setelah menjuarai turnamen kopi. Dikiranya bendera kelompok
separatis. Sabar pak polisiiiii! Hormaaat grak!
Tapi anehnya kok semakin banyak
insiden bendera merah yaaa? Semacam ada pembiaran dari pemerintah, apa
pemerintahnya yang sudah jadiiiiii.....
Teror bulan Desember. Aksi sweeping
pakaian non-muslim oleh pasukan pengawal fatwa. Karepe umat muslim tidak boleh memakai busana non-muslim. Akhirnya Kangmas Jokowi memanggil Dhimas Tito Karnavian, karena anggotanya
ada yang menggunakan fatwa sebagai dasar hukum untuk bertindak, dijadikan
sebagai hukum positif.
Lha..dalaaah... apa
hukum positif itu?
Kuy...kuy...kuy...ke markasnya Dhimas Tito Karnavian! Pasti paham masalah hukum positif.
Tapi, Dhimas Tito
Karnavian kan lagi sibuk.
Sibuk nyapo to?
Sibuk mengamankan persiapan perayaan Natal atau sibuk mencari
peneror laser kiper Thailand di leg pertama final AFF Suzuki Cup 2016 di
stadion Pakansari lalu?
Di negeri antah berantah sudah banyak terjadi aksi teror. Paman
Adolf Hitler pekarangan rumahnya sudah porak-poranda akibat terorisme. Beda
lagi di teras rumahnya Sultan Muhammad Al-Fatih, terjadi penembakan Duta Besar
Rusia. Oh, Rusia! Bukannya Rusia itu negara yang tergabung dan terlibat
perseteruan di konflik Suriah? Loh, iyo ta?
Cerita lain di Nusantara, serem tapi lucu. Aksi penangkapan
teroris malah jadi tontonan. Itu bom, bukan bakso granat loh. Bom panci seberat tiga kilogram yang diperkirakan daya ledaknya
bisa mengalahkan bom berteknologi tinggi buatan Paman Sam dan Masha and the bear.
Teror juga dialami Mas Kurnia Meiga. Teror kepercayaan. Tapi teror
itu tidak cukup ampuh untuk membunuh karakter bermainnya. Buktinya? Mas Kurnia
Meiga jadi kiper terbaik selama turnamen Piala AFF Suzuki Cup 2016 kemarin looooo.
Hmmmmm..... Dhimas Tito sibuk.
Terus tanya siapa?
Pye, kalau tanya Kangmas
Jokowi?
Oh, iya! Tapi bukannya Kangmas
Jokowi ngurus pesawat hercules TNI
yang jatuh di Wamena ya?
Hah! TNI lawan Hercules?
Bukaaaaaan! Anggota TNI yang mengendarai pesawat hercules nabrak salah satu gunung di wilayah
Wamena.
Haaaaaaaa?!?!?!?!?!!!
Lha terus tanya siapa?
Kan masih ada wakil rakyat, mereka pasti tahu. Kalau nggak tahu, buat apa mewakili kita?!
Kalau sekedar tidur ketika rapat, jalan-jalan ke luar negeri, mengulur waktu
biar dapat anggaran lebih, kita yang nggak
kuliah juga bisa.
Merasa bersalah, Rama Ma’ruf Amin mengunjungi keponakannya, Dhimas Tito Karnavian. Meninjau kembali
fatwa yang telah dikeluarkan dan membahas aksi sweeping yang telah dilakukan sekelompok orang. Menindak tegas
siapa saja yang melakukan kekerasan.
Hlaaa, terus?
Lebih penting mana, busana apa isinya? Busana yang mempengaruhi
iman atau iman yang mempengaruhi busana?
Ingat! Tidak semua orang bisa memahami dirinya sendiri, tapi
banyak orang yang berusaha mempengaruhi orang lain untuk mengikuti dirinya.
Contohnya yaaa Kanjeng Dimas Taat
Pribadi
Jaman edan. Banyak orang pamer kesaktian, tapi tidak peduli dengan benar
atau salah, yang penting bisa selfie.
Lantas mana yang lebih sakti, Bung Karna atau Bang Arjuna? Hayoooo pilih manaaaa.......
***
Demikian dialog Kang Tris dengan dirinya sendiri. Bekal batinnya
sudah cukup mengimbangi fisiknya yang renta tetapi masih kuat membelah bukit
Warung Penceng, menggembala kambing. Seringnya menyaksikan pemberitaan aksi
teror dan penangkapan terduga teroris, cukup membuatnya hati-hati dengan orang
asing. Juga lembaga asing berlabel pribumi, berteriak asing kepada lembaga
asing. Asing teriak asing, hmmmmmm.....
Pagi yang cerah itu bertepatan dengan Hari Bela Negara, hari
memperingati semangat melawan Agresi Militer Walondo II di Nusantara. Peristiwa yang diyakini sebagai pemersatu
bangsa. Hla, bukannya hanya Timnas bal-balan Indonesia yang bisa
mempersatukan bangsa? Hohoho... huuuooong
wilaheng.... Kesaktian Kanjeng Dimas Taat Pribadi tidak bisa menggandakan
gol Timnas Indonesia ke gawang Thailand. Andai Kanjeng masih bebas, he...he...he....he....he.......
Para peramal amatir juga musti
kecewa. Ilmu othak athik mathuk tidak
menjadi kenyataan. Timnas Indonesia yang berlambang burung garuda diprediksi
akan mengalahkan Timnas Thailand yang
mempunyai lambang gajah. Final berlangsung di bulan maulid, bulan di mana
Kanjeng Nabi Muhammad dilahirkan ke dunia yang ketika itu terjadi usaha
penghancuran Ka’bah. Tetapi dengan gagahnya, burung-burung ababil bisa
memporak-porandakan pasukan gajah pimpinan Abrahah. Daaaaan, kenyataannyaaaaa,
untuk kelima kalinya Timnas Indonesia harus puas di posisi runner up. Burung garuda dan ababil ya sudah jelas bedanya toh leeee....le. Kok disama-samakan. Hmmmmmm.....
Masih ingat sinetron Jono dan Lono? Kembar tapi beda. Kita itu
sama, Indonesia, tapi beda suku bangsa, agama, dan adat istiadat. Menggunakan
perbedaan itu untuk gotong-royong. Bukan untuk saling lapor. Bhinneka, ya,
bhinneka, tapi mbok ya jangan kebablasan. Akidah agama kok dicampur-campur. Agama jangan
disamakan dengan es campur. Teroris, ya, teroris. Itu kejahatan. Bukan karena
teroris itu berjenggot dan berpeci, lantas disangka Islam itu ajaran kejahatan.
Setelah penduduk Rohingya terusir dari tanahnya, masih menyangka Islam itu
teroris?
T E R O R
by
www.ardiansyahbs.com
on
22:09
Bagi kakak para Pandawa, Bung Karna, ajining raga saka busana. Kehormatan fisik dari pakaiannya. Terbukti banyak orang berebut pa...