Peristiwa Subuh

Benang merah di angkasa rahmat-Nya. Begitulah Allah mengibaratkan waktu sepertiga malam. Beruntung bagi siapa saja yang mampu terjaga di masa ini. Kegembiraan hati sepanjang hari bagi mereka yang menyambut kedatangan sang surya. Kehangatan dan kedatangannya memberikan manfaat di setiap lini kehidupan. Senyuman merekah di setiap bibir Khalifatullah. Tidak ada lagi kemurungan, tak kan terlihat lagi kegelapan, terhapus sudah kejahatan yang tersembunyi sepanjang malam, bahagia menerima cahaya sang surya.
Tidak semua orang bisa menerimanya, hanya yang berhati bersih dengan tekad kuat yang mampu terjaga di seperti malam. Menikmati lezatnya ketenangan suasana yang hadir dalam sanubari. Namun sahabat, pada hari ini (21/8) jiwa saya tergopoh-gopoh untuk menikmati kelezatannya yang tinggal beberapa menit. Kekayaan langit dan bumi serta apa-apa yang berada di dalamnya dikaruniakan Tuhan kepada saya.
Kesadaran itu baru bisa kami rasakan ketika sang surya mulai beranjak memancarkan sinarnya. Ada barang berharga saya yang hilang. Beberapa menit tidak ada kekhawatiran yang singgah karena menjadi hal biasa bagi saya menaruh barang sembarangan sehingga terlupakan. Tetapi setelah saya cari di setiap tempat, masih juga tidak ditemukan. Saya pun menggunakan cara kedua dengan mengingat-ingat aktivitas yang telah saya lakukan. Ingatan itu mengarah pada sebuah meja, yaa meja tempat saya menulis. Tidak ada prasangka dalam hati jika diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab, mengingat ada laptop di sampingnya dan masih ada hingga sekarang. Prasangka itu menjadi kenyataan ketika sahabat Hamdani juga kehilangan laptopnya. Suasana subuh mencekam, inspeksi seisi kamar secara mendadak dengan melakukan wawancara pada orang-orang yang bangun lebih awal. Tidak ditemukan bukti dalam area pondok, saya menyisir perkampungan sekitar pondok dengan bekal beberapa saksi. Itulah sedikit ilmu yang diajarkan kepolisian ketika saya menjadi korban kriminalitas lima tahun silam di Surabaya.
Pada waktu itu saya masih duduk di sekolah menengah pertama. Di umur yang baru memasuki masa remaja itu menjadi hal biasa bagi saya mengunjungi Surabaya. Kampung ilmu yang menyediakan aneka buku-buka bekas yang masih layak pakai dengan harga miring menjadi tujuan. Dengan tiket kereta api yang terjangkau murah dan menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi saya melakukan perjalanan menggunakan kereta api saya sering mengunjungi tempat ini dengan menempuh waktu yang hanya sekitar dua jam. Namun pada waktu itu entah apa yang terjadi saya kebingungan untuk sampai ke kampung ilmu hingga bertemu dengan dua orang malaikat. Singkat cerita mereka mengambil barang-barang saya dan berakhir di kantor polisi. Saya mengikhlaskannya dan beberapa tahun kemudian anugerah besar diberikan Tuhan hingga saya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi secara gratis. Setali tiga uang dengan peristiwa subuh kali ini. Saya yakin bahwa orang yang dikirimkan Tuhan untuk mengambil barang pada waktu subuh ini mengantarkan saya ke tempat yang lebih baik di masa yang akan datang.
Refleksi peristiwa subuh atas hilangnya smartphone androids yang baru saya beli enam bulan yang lalu mungkin sebagai efek dari doa saya. Loh, berarti peristiwa subuh ini sebuah musibah atau anugerah? Bisa jadi musibah dan bisa juga jadi anugerah. Musibah karena kehilangan harta benda, kenangan dan segala informasi yang ada di dalamnya. Dan anugerah karena tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, memberikan lebih banyak waktu untuk menulis dan lebih disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Memang selama ini, secara pribadi saya masih kebingungan dalam mengatur waktu penggunaan teknologi yang satu ini. Dan peristiwa subuh ini menjadi jawaban atas doa saya, jika hal itu bermanfaat maka dekatkanlah dan apabila membawa madharat maka jauhkanlah. Saya kira keberadaan androids lebih banyak madharatnya apabila saya yang memegang, walau pun di sisi lain saya membutuhkannya agar tidak selamanya hidup di zaman purba. Hilangnya barang ibarat sebuah perceraian. Harus menunggu hingga masa iddahnya selesai, baru boleh membeli yang baru he he he he he. Sekedar konsep dasar manajemen waktu agar lebih bermanfaat.
Menjelang senja, saya bergeser menuju Balai Pemuda. Bukan untuk belajar bahasa tapi murni mencari referensi untuk menyelesaikan sebuah tulisan. Ternyata di halaman balai pemuda suasananya sangat ramai. Widya Wahana PNFI 2015, ada pameran pendidikan nonformal dan informal Surabaya, lembaga kursus, kesetaraan paket A, B dan C juga homeschooling. Beberapa menit saya berputar-putar dari stan ke stan. Banyak lembaga-lembaga yang belum saya ketahui sebelumnya. Saya kira lembaga-lembaga seperti ini harus diberdayakan hingga ke perbatasan demi pemerataan pendidikan.
Puas berputar-putar, saya segera menuju perpustakaan. Suasana malam ini sangat ramai tidak seperti hari-hari biasa, tetapi berangsur-angsur mulai tenang. Suasana sangat tenang, fasilitasnya pun mendukung, cocok untuk menelurkan karya-karya. Tetapi sahabat, di depan saya ada seorang perempuan yang merusak konsentrasi saya. Sesekali saya mencuri-curi pandang, astaghfirullaaaah. Pakaiannya sederhana, tertutup dan rapi. Cara bicaranya juga tegas dan tidak lebay. Saya berusaha fokus pada komputer tempat barisan para huruf siap untuk ditata. Hingga larut malam, saya kembali ke pondok dengan melewati suasana Balai Pemuda yang masih cukup ramai.

Post a Comment

0 Comments