Romantisme Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain



Dari Desa Kabuna, kami bergerak menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain yang merupakan perbatasan Indonesia-Timor Leste. Sebelum sampai di PLBN Mota’ain, kami berhenti di sebuah balai desa, namun tidak ada seremoni seperti di Desa Kabuna. Kami menikmati air kelapa muda yang telah disuguhkan. Belum habis air kelapa muda, dua prajurit berpakaian doreng TNI menghampiri kami, mengawal kami sampai ke PLBN Mota’ain.

SebelumnyaEkspedisi Desa Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Panas terik matahari tak tertahankan. Kami menunaikan ibadah di kantor kemigrasian, yang terletak di gedung utama PLBN lantai dua. Setelah menunaikan salat dhuhur, saya mengenakan sepatu sambil menyaksikan aktivitas keimigrasian dari lantai dua. Dari atas, saya menyaksikan Kepala Desa yang menyuguhkan air kelapa muda berbicara dengan warga yang datang dari arah Timor Leste. Saya turun menemui Pak Kades, bertanya apa yang dibicarakan tadi. Pak Kades bercerita bahwa orang-orang tersebut dari Timor Leste ke Indonesia akan mengunjungi keluarganya yang ada di Kupang dan sekitarnya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa tetun, bahasa yang tidak jauh berbeda dengan yang digunakannya sehari-hari.



Pak Kades menemani kami menyebarang ke Timor Leste sampai di Pos Lintas Batas Negara tersebut. Sambil berjalan, Pak Kades bercerita bahwa dirinya diangkat menjadi PNS pertama kali di Timor Timur. Sementara itu Pak Korkab bercerita bahwa dirinya merupakan alumnus dari universitas di Dili, yang sekarang menjadi ibu kota Timor Leste. Banyak kisah di perbatasan, bukan sekedar perebutan wilayah, melainkan juga romantisme kehidupan masyarakat satu pulau dua negara. 

Sambil berjalan kembali ke PLBN Mota’ain, kami menyaksikan banyak truk-truk besar melewati PLBN dan memasuki wilayah Timor Leste, berbanding terbalik dari arah sebaliknya yang tampak sepi. Hanya terlihat mobil-mobil dengan plat nomer Timor Leste, beberapa dikendarai oleh militer negara tersebut memasuki wilayah Indonesia. PLBN Mota’ain menurut beberapa referensi merupakan PLBN pertama yang diresmikan dari lima PLBN lainnya yang berada di Provinsi NTT, satu dari 18 PLBN yang dimiliki Indonesia. PLBN selain melayani bidang keimigrasian, kepabeanan, karantina, keamanan, dan administrasi pengelolaan, juga menjadi sistem utama yang melayani aktivitas masyarakat perbatasan, khususnya yang berhubungan dengan lintas batas.

Dari Mota’ain, kami melanjutkan perjalanan, kembali ke arah Kupang. Di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), kami singgah di Desa Naiola, Kecamatan Noemuti. Puluhan pendamping desa menyambut kami dengan tarian khasnya. Kepala BPSDM-PMDDTT, Kepala P3MD, dan Kepala Dinas PMD NTT berdialog tentang kerja-kerja pemberdayaan dan peningkatan kinerja TT. Motivasi dalam pengabdian dan kepedulian pada pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa mutlak diperlukan.

Baca jugaWisata Kuliner Kampung Solor Kupang



Cahaya matahari mulai temaram. Kami melanjutkan perjalanan menuju Kupang. Dalam gelapnya malam, tak terlihat pemandangan di sepanjang perjalanan yang kami lalui ketika berangkat, namun di kanan kiri dengan bantuan cahaya mobil tampak masyarakat setempat jalan kaki, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Jalan kaki seperti sebuah kebiasaan di sini, dalam gelapnya malam, dengan bantuan cahaya kendaraan. Suatu saat ketika diberikan kesempatan kembali ke sini, semoga penerangan di wilayah ini membaik, sesuai kebutuhan dan keamanan masyarakat setempat. Sampai Kupang, kami beristirahat, bersiap kembali ke Jakarta esok hari.

Post a Comment

0 Comments