Salve Rote Ndao, Eksotisme Budaya Batas Selatan ‘Titik Nol’ Indonesia

Salve, satu kata indah yang saya temukan di pulau paling selatan Indonesia: Rote Ndao. Salve menjadi kata indah yang menarik untuk diucapkan dan didengarkan dalam interaksi sosial bila diungkapkan dengan hati yang gembira dan tulus, disertai senyuman dan ekspresi yang menyenangkan. Salve mempunyai nilai kedamaian dan kesejukan dari dalam yang merekatkan kemanusiaan, mengakrabkan kebersamaan, dan mentransfer aura positif bagi mereka yang memberi dan menerima salam dengan sukacita. 

SebelumnyaWisata Kuliner Kampung Solor Kupang

Dari Kota Kupang, kami bergeser ke Pelabuhan Helong untuk berlayar menuju Pelabuhan Ba’a, Rote, menggunakan Kapal Cepat Express Bahari. Cuaca cerah, air laut tenang, dengan sesekali gelombang yang mengayun-ayun menggoyangkan kapal. Perjalanan kurang lebih 45 menit untuk sampai di Kabupaten Rote Ndao. Kami disambut iring-iringan perahu nelayan dari sekitar perairan PPI Tulandale dengan bendera merah putih yang berjajar.



Kami berlabuh di Pelabuhan Ba’a sekitar pukul 10.45 WITA dengan disambut tarian adat Foti dan Taebenu. Rote, pulau paling selatan Indonesia ini menyambut kami dengan segala keramahannya dengan cuaca yang sangat panas. Setelah penyambutan, rombongan melanjutkan perjalanan ke Titik Nol Selatan Indonesia di Desa Dodaek, Kecamatan Rote Selatan. Dalam perjalanan menuju titik nol, kami disambut dengan iring-iringan pasukan berkuda di Simpang Tiga Tutukarlain, Kelurahan Mokdale hingga Nusaklain, Desa Persiapan Loman, dengan pakaian adat lengkap menggunakan Ti’i Langga, topi koboi khas Rote.

Jarak tempuh hanya sekitar satu jam, namun sekitar sepertiga jalan yang kami tempuh berupa jalan berbatu-batu, naik turun, dan berkelok-kelok, membuat perjalanan seolah lebih lama, meskipun di sepanjang perjalanan pemandangan begitu menakjubkan. Sang Merah Putih berkibar-kibar di atas bukit karang, di antara bentangan laut dan pantai yang luar biasa indah. Keharuan dan kebanggan bercampur aduk. Terik panas matahari tak menyurutkan langkah kami untuk menaiki bukit menuju titik nol selatan Indonesia.

Selanjutnya, kami menuju kantor Bupati Rotendao, menikmati jamuan makan siang. Dari semua makanan yang dihidangkan, jagung bose menjadi makanan yang menurut saya sangat khas. Hidangan dengan bahan pokok jagung dan kacang-kacangan, serta dicampur dengan santan. Rasa yang tercipta relatif netral, dan lazim digunakan sebagai makanan pokok. Sebagai penanda pernah menginjakkan kaki di Rote, Menteri Desa PDTT meninggalkan jejak kakinya di Taman Tapak Kaki Pemerintah Kabupaten Rote Ndao. Prasasti telapak kaki tersebut akan dipajang di halaman kantor Bupati Rote Ndao bahwa ada pejabat pemerintah pusat yang melakukan kunjungan pertama kalinya di sini.

Setelah dari kantor bupati, rombongan bertolak menuju pelabuhan Ba’a untuk melihat langsung gelaran pesta rakyat. Pesta rakyat digelar di Pelabuhan Ba’a dengan berbagai hiburan dan penampilan penyanyi asli NTT, Marion Jola, benar-benar menyedot animo masyarakat Rote Ndao. Pidato peringatan nawawarsa UU Desa yang disampaikan Menteri Desa PDTT sangat menarik, karena dibawakan dalam bentuk monolog dan dilengkapi dengan tayangan video atraktif.



Beberapa tamu undangan, pada saat-saat tertentu, turun dan menuju panggung untuk menyanyi dan menari bersama. Kami semua memakai pakaian adat Rote, sehingga menyatu dengan masyarakat dan lingkungan Rote. Meski agenda sangat padat, kami mendampingi Kepala BPSDM Kementerian Desa PDTT, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd, menyempatkan bertemu dengan beberapa guru yang merupakan alumni SM3T. Sekitar delapan tahun bertugas di Rote Ndao, menjadi guru melalui rekrutmen guru garis depan, dan memilih Rote sebagai tempat pengabdian mereka. Tentu saja kini mereka semua sudah berkeluarga, memiliki rumah, dan bahkan sudah ber-KTP Rote Ndao.

SelanjutnyaEkspedisi Desa Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Semangkuk bakso di pusat jajanan tak jauh dari Hotel New Ricky, hotel tempat kami menginap. Rote Ndao tetap saja terasa hangat meski malam sudah semakin larut. Hujan turun selepas tengah malam. Setidaknya ada kesejukan yang mengantar istirahat malam ini. Besok pagi, kami akan kembali membelah lautan menggunakan kapal cepat menuju Kupang, meninggalkan Rote Ndao, pulau paling selatan kedaulatan Indonesia. Salve!




Post a Comment

1 Comments