SPIRIT SURAJAYA: Semangat Pemuda dalam Manuskrip Kidung Surajaya

Setiap peristiwa dalam hidup menentukan keputusan. Keputusan yang diambil menentukan baik atau buruk dalam kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan atau kesedihan di masa yang akan datang. Tidak setiap yang baik menimbulkan kebahagiaan dan tidak setiap yang buruk menghasilkan kesedihan. Kebahagiaan dan kesedihan pada hakikatnya bermuara pada titik yang sama, sedangkan kebaikan atau keburukan tergantung bagaimana setiap hati memaknainya.   

Kebahagiaan yang didambakan banyak orang dan kesedihan yang tak diinginkan seorang pun, menjadi dua hal yang saling melengkapi. Kesedihan sebagai bagian dari kebahagiaan yang kurang disyukuri. Tidak berlebihan jika Ibnu Athaillah as-Sakandari menyatakan dalam kitabnya Al-Hikam bahwa hati mempunyai dua kondisi, syukur dan sabar. Jika seseorang kurang bersyukur atau lupa bagaimana cara bersyukur dalam setiap keadaan, maka hati harus bersiap menghadapi peristiwa-peristiwa yang membuatnya harus bersabar. Demikian juga Al-Ghazali yang menyatakan bahwa jika seseorang ragu-ragu, maka bertanyalah pada hatimu.

Hati seakan tercipta sebagai indikator kebenaran. Tidak sedikit tragedi atau peristiwa yang menyentuh hati sebagai akibat dari pemaknaan apa itu benar. Nama lain dari kebenaran itu sendiri adalah sumpah yang ditransformasikan dari kata-kata menjadi kenyataan. Sumpah sebagai upaya menguatkan hati dalam meneguhkan kebenaran kata-kata dan keyakinan hati. Hal itu menjadi tonggak perubahan ke arah yang lebih baik, ketika keyakinan dalam hati diungkapkan dengan kata-kata dan diwujudkan dalam tindakan.

Tertulis dalam sejarah perjalanan umat manusia bahwa aktor perubahan tersebut adalah pemuda. Budaya yang beragam dan keyakinan yang tak sama menuliskan pemuda dengan cara yang berbeda-beda. Kekuatan dan kesungguhan pemuda menjadi inspirasi dan awal dimulainya sejarah baru. Peradaban yang mengusung semangat perubahan dan pantang menyerah. Harapan yang menjadi penggerak dalam menciptakan hidup yang berkeadilan. 

Pemuda dilihat dari bagaimana mewujudkan sumpah dan memegang kata-kata. Untuk itu perlu bagi pemuda untuk membekali diri dengan wawasan, pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal merealisasikan sumpah. Banyak rintangan akan menghadang dan tantangan akan selalu ada, tapi kesungguhan dan pengalaman akan mengalahkan semua itu. Belajar dari banyak guru dan berguru dari satu tempat ke tempat yang lain sebagai upaya menambah wawasan dan meningkatkan keterampilan. Semangat untuk terus maju, karena pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan bangsa. Semangat tersebut sebagai spirit Surajaya. Perjalanan menjadi diri sendiri yang autentik, karena menjadi diri sendiri meski tak sempurna jauh lebih baik dari pada meniru orang lain secara sempurna. Kesadaran akan ketaksempurnaan dalam diri sebagai awal dimulainya perjalanan panjang spirit Surajaya.

Sumpah sebagai ekspresi kesungguhan. Pembuktian kebenaran akan kata-kata dan keyakinan dalam hati. Berbagai tradisi dan budaya menjadikan sumpah sebagai pondasi dasar akan kesetiaan. Tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa sumpah akan membawa seseorang dalam kebaikan, tentu dalam konteks kebenaran. Mengajarkan akan pentingnya kesetiaan dan pengabdian.

Yesus menekankan pentingnya akan memegang sumpahTertulis dalam sabdanya:

“Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah tahta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, atau pun demi Yerussalem, karena Yerussalem adalah kota Raja Besar. Janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya. Jika tidak, hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5: 33-37)

Dari ayat ini Yesus mengajarkan akan ketegasan. Menunjukkan bahwa sumpah akan dipertanggungjawabkan di depan Tuhan. Tidak ada daya dan kekuatan dalam menjalankan atau membuktikan sumpah tanpa kuasa-Nya.

 

Sementara dalam ajaran Hindu, sumpah menjadi sesuatu yang tidak mudah. Ada pengorbanan yang harus dilalui dengan kerelaan dalam hati. Tertulis dalam kitab suci Veda:

“Drauya-yajnas tapo yajna, yoga yajnas tathapare, svadhyaya-jnana-yajnasca, yatayah samsita-vratah.”(Bhagavad-gita 4.28)

Para Yati, yang melakukan sumpah suci dengan tegas, ada yang mengorbankan harta benda sebagai persembahan suci yajna. Ada yang melaksanakan pertapaan berat mempraktikkan yoga, mempelajari secara pribadi kitab-kitab suci Veda, dan ada yang melaksanakan korban suci yajna dengan menyebarkan pengetahuan-pengetahuan suci.

Dalam ajaran Buddha, seorang Sakka harus mengambil tujuh sumpah. Ketujuh sumpah tersebut sebagai wujud syukur akan nikmat kehidupan. Pengabdian sebagai jalan menuju pencerahan pondasi kebenaran. Masyhur di antara para Sakka ayat berikut ini:

“Di Savatthi, para bhikkhu di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia mengambil tujuh sumpah, yang dengan memenuhinya ia memperoleh status sebagai Sakka. Apakah tujuh sumpah itu? Seumur hidupku, aku akan menyokong orang tuaku, menghormati saudara-saudara tuaku, berbicara dengan lembut, tidak berbicara yang bersifat memecah-belah, bersikap dermawan, tangan terbuka, gembira dalam berbagi dan bermurah hati, membicarakan kebenaran, serta terbebas dari kemarahan.” (493)

Sedangkan dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman dengan menunjukkan hal-hal penting melalui sumpah. Kalimat sumpah seakan menegaskan arti pentingnya hal tersebut dalam menjalani kehidupan. Allah bersumpah dalam banyak hal dalam Al-Quran, dengan dzat dan makhluk-Nya. Salah satu sumpah dengan makhluk diantaranya demi masa, demi waktu dhuha dan demi waktu malam. 

Waktu menjadi hal yang sangat penting dalam hidup. Tak bisa diulang atau diatur sedemikian rupa oleh manusia. Berjalan konstan tanpa perlambatan atau percepatan. Beruntung siapa saja yang menggunakan waktu dengan disiplin dan tak membiarkan waktu terbuang percuma. Maka tidak berlebihan jika Al-Ghazali menyatakan bahwa yang harus dihindari oleh pemuda adalah sendirian dan waktu luang.

Gadjah Mada sosok pemuda yang menggunakan hidupnya untuk belajar, berlatih dan menggunakan waktu secara disiplin. Sehingga ketika menerima amanah sebagai patih, menjadi sosok yang tangguh dalam merealisasikan sumpahnya. Mempersatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah panji Merah-Putih. Sumpah Amukti Pallapa yang menjadi cikal bakal peradaban baru yang kini disebut sebagai bangsa Indonesia. 

Sumpah Amukti Pallapa menjadi ruh dan bertransformasi pada tanggal 28 Oktober 1928. Pemuda dari seluruh penjuru Nusantara bergerak, menyatukan suaranya untuk membangun spirit kesetaraan. Kesadaran akan persatuan dan kesadaran akan kesamaan kedudukan sebagai manusia. Tak perlu ada lagi penindasan, perampasan dan pertumpahan darah di bumi Nusantara. Semangat persatuan tersebut dikenal sebagai Sumpah Pemuda, bersumpah sebagai bangsa Indonesia dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Pemuda sebagai penggerak dan pembawa perubahan. Dalam lembar sejarah manusia telah tertulis bahwa lahirnya suatu peradaban baru di muka bumi tak terlepas dari peran pemuda. Alexander Graham Bell bersama teman-temannya dengan berpacu teknologi, menggerakkan revolusi industry di Inggris. Penggulingan Raja Louis XVII dalam revolusi Perancis, digerakkan oleh pemuda. Perjuangan merebut kemerdekaan, peristiwa 10 November, dan perjalanan politik Indonesia, digerakkan oleh pemuda.

Spirit pantang menyerah menjadi identitas pemuda. Di belahan dunia manapun, dari Sumpah Amukti Pallapa hingga Sumpah Pemuda dan berujung Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia, spirit pantang menyerah menjadi unsur utama lahirnya perubahan. Perang sudah berakhir, namun perubahan ke arah yang lebih baik harus terus menerus diusahakan. Dengan spirit pantang menyerah, pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. 

Surajaya sebagai spirit pantang menyerah yang harus dimiliki oleh setiap pemuda. Kata ini diabadikan menjadi nama stadion di Lamongan. Sebagai markas tim sepak bola kebanggaan masyarakat Lamongan. Jika ditelusuri lebih lanjut, nama ini diambil dari gelar yang diberikan Sunan Giri IV atau Sunan Prapen kepada Mbah Lamong. Masyarakat Lamongan mengenal Mbah Lamong dengan Rangga Hadi. Seorang santri cerdas yang dipercaya Sunan Prapen untuk memimpin wilayah keranggaan yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Lamongan.

Di samping itu, Surajaya juga ditemukan dalam manuskrip kuno. Manuskrip Kidung Surajaya sebagai salah satu naskah Merapi-Merbabu menceritakan tentang spirit pantang menyerah. Kisah perjalanan seorang murid lelana brata berkunjung dari guru satu ke guru yang lain untuk belajar. Perjalanan Surajaya juga bermakna thirtayatra yang bermakna seorang murid haruslah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mengasah keilmuannya.

Dalam Kidung Surajaya, diceritakanlah sosok Ki Singamada yang sedang bersedih karena orang tuanya, penguasa Majapahit telah meninggal. Untuk menghibur diri, berjalanlah Ki Singamada dari Kutaraja menuju gunung-gunung berhutan. Dalam perjalanan pengembaraannya tersebut Ki Singamada banyak bertemu dengan para guru yang memberikannya nasehat-nasehat.

Perjalanan Ki Singamada tidak dilalui dengan mudah. Dalam pengembaraannya Ki Singamada mengalami kisah asmara dengan Ni Tejasari, seorang bidadari yang turun dari kahyangan. Selain itu, Ki Singamada juga banyak pengagum dari kalangan perempuan. Ki Singamada juga bertemu dengan Ragasamaya, sosok yang menjadi penasehat dan penghibur sepanjang perjalanan. Di penghujung perjalanan, mereka berpisah, Ki Singamada melanjutkan tapa bratanya sedangkan Ragasamaya memilih menjadi petani. Pada akhirnya, Ki Singamada berhasil moksa, sedangkan Ragasamaya gagal karena pikirannya masih terikat duniawi. Cerita diakhir dengan kembalinya Ni Tejasari ke kahyangan yang disambut oleh para bidadari.

Sumpah sebagai representasi tekad dan wujud kesungguhan. Pembuktian kebenaran akan kata-kata dan keyakinan dalam hati. Berbagai tradisi dan budaya menjadikan sumpah sebagai pondasi dasar akan kesetiaan yang akan membawa seseorang dalam kebaikan dalam konteks kebenaran. Mengajarkan akan pentingnya kesetiaan dan pengabdian.

Pemuda dilihat dari bagaimana mewujudkan sumpah dan memegang kata-kata, sebagai penggerak dan pembawa perubahan. Dalam lembar sejarah manusia telah tertulis bahwa lahirnya suatu peradaban baru di muka bumi tak terlepas dari peran pemuda. Spirit pantang menyerah menjadi identitas pemuda. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. 

Surajaya sebagai spirit pantang menyerah yang harus dimiliki oleh setiap pemuda. Untuk itu perlu bagi pemuda untuk membekali diri dengan wawasan, pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal merealisasikan sumpah. Banyak rintangan akan menghadang dan tantangan akan selalu ada, tapi kesungguhan dan pengalaman akan mengalahkan semua itu. Belajar dari banyak guru dan berguru dari satu tempat ke tempat yang lain. Kesadaran akan ketaksempurnaan dalam diri sebagai awal dimulainya perjalanan panjang spirit Surajaya.

Post a Comment

0 Comments