Jika pengalaman adalah guru terbaik, maka menjadi guru adalah
pengalaman terbaik. Socrates tidak akan pernah dikenal sebagai seorang pemikir
besar tanpa ada muridnya, Plato, yang menuliskan pemikirannya. Maka, menjadi guru
adalah cara sederhana mengabadikan ide dalam bentuk yang tak tampak. Seorang
tidak akan pernah dianggap besar tanpa membesarkan yang lain. Maksudnya,
menjadi guru adalah sebuah keniscayaan bagi setiap pecinta kebijaksanaan.
Santri yang berusaha memperbaiki diri, dan seorang guru yang tak
pernah lelah memberikan arti pada setiap diri. Bahwa dunia bukan sekedar
menjadi sempurna, melainkan bagaimana menyusun serpihan ketaksempurnaan menjadi
sesuatu yang bermakna dengan harapan bisa bermanfaat. Apa artinya kemurnian
tauhid, ketinggian ilmu dan kecerdikan siasat, jika tanpa dibarengi dengan
usaha untuk mendidik generasi muda supaya mampu melanjutkan dan mengembangkan ide
di masa yang akan datang.
Maka tidak berlebihan jika saya menyatakan bahwa kemerdekaan
sesungguhnya adalah semangat kebersamaan. Oleh karenanya, menjadi
merdeka adalah sebuah keniscayaan. Merdeka bukanlah simbol, tetapi kondisi yang
perlu diperjuangkan. Bukan hanya sekali, tetapi secara berkesinambungan.
Merdeka atau mati menjadi awal dari sebuah kisah, sejarah agung perdamaian
dunia, Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda sudah pasti, namun merangkai persatuan di
antara perbedaan sebagai karunia terindah Tuhan Yang Maha Esa. Proklamasi sebagai
pintu gerbang kemerdekaan dan Pancasila sebagai pedoman agung menjadi merdeka.
Tujuh
belas Agustus sebagai hari spesial bagi bangsa Indonesia. Tepat tujuh puluh dua
tiga tahun silam teks proklamasi dibacakan Sang Proklamator, atas nama bangsa
Indonesia. Teks yang mengakhiri cucuran keringat dan darah tak berdosa. Harapan
yang mengawali kemerdekaan bangsa-bangsa lain setelah dunia begitu bising
dengan peperangan.
Sebelum
17 Agustus diproklamirkan, jauh sebelum itu para wali telah meniupkan ruh 17
rakaat dalam kehidupan social. Maka, menganggap para wali tidak pernah ada
adalah pola piker penjajah yang berusaha menghancurkan ruh 17 Agustus. Sebenar-benarnya
kemerdekaan adalah mampu menaklukkan sepertiga malam, melestarikan ajaran
ulama’ sebagai pewaris Nabi dengan menerima pembaruan-pembaruan teknologi yang
lebih baik.
Mari memaknai pitulasan dalam berbagai lini kehidupan. Semoga
kita senantiasa mendapatkan pituduh, pitutur, dan pinulung dalam bingkai
welas asih. Salam pitulasan.
Bersambung . . . . . .
Bersambung . . . . . .
Pesantren
Darul Ihsan
Jumat, 17
Agustus 2018
0 Comments