Forum
masyarakat maiyah Bangbang Wetan kali ini berlangsung di Pendopo Cak Durasim,
Dewan Kesenian Jawa Timur (3/4). Berbeda dengan forum-forum sebelumnya yang
mengangkat tema dengan bahasa local, forum bulanan kali ini mengambil tema Insecuricous:
Was-was ra wis-wis.
Jamaah
Maiyah secara bergantian menyuarakan pandangannya terkait rasa was-was ini.
Dengan bahasa yang renyah tapi tetap serius, membuat forum sederhana semakin dirindukan.
Penampilan dari grup hadrah semakin melengkapi kesunyian malam Surabaya.
Tepat tengah
malam, Cak Nun dan para pembicara utama memasuki panggung utama. Beberapa
penjelasan terkait situasi kebangsaan Indonesia dipaparkan sedikit demi sedikit
dengan gaya bahasa jalanan. Jamaah pun semakin menggila ketika Cak Nun beberapa
kali melontarkan sapaan khas Jawa Timuran.
Cak Nun
menjelaskan beberapa poin merespon pertanyaan jamaah. Terkait pendidikan, Cak
Nun berharap bahwa seorang anak jangan
hanya dididik untuk berani juara, tetapi
juga berani kalah. Menjadi ‘ruang’ sangat penting di situasi zaman seperti ini
daripada terus berkompetisi menjadi ‘perabot’. Lebih lanjut, bahwa sekolah
tempat mempelajari ilmu, masjid tempat mempelajari rumah ibadah dan maiyah
tempat belajar urip dan nguripi.
Pembahasan
inti forum malam ini adalah terkait cara menyikapi situasi kontemporer.
Rumusnya adalah Undhur ma qala wala tandhur man qala (Lihatlah apa yang
dibicarakan dan jangan lihat siapa yang berbicara). Ini bukan rumus pakem,
melainkan bisa disesuaikan sesuai kondisi permasalahan. Pengembangan yang lain
antara lain Undhur man qala wala tandhur ma qala, lihatlah siapa yang
berbicara dan jangan lihat apa yang dibicarakan. Selain itu juga perlu
memperhatikan aina, mata wa kaifa qila, dimana, kapan dan bagaimana yang
dikatakan.
0 Comments