Saya bukan siapa-siapa, maka posisiku adalah
menghormati “siapa-siapa”. Tidak bersikap anti kepada apa pun di luar batasan.
Bodoh kalau apatis terhadap suatu wilayah aktivitas yang tidak kuasa
terhadapnya. Secara ilmu pengetahuan, sebaiknya lebih memberi perhatian kepada
yang belum diketahui dibanding yang telah diketahui. Itulah sebabnya maka aku
memilih bekerja keras untuk “mengetahui” walaupun dalam balutan penantian dan
rajutan harapan tak pasti. Terkadang kesederhanaan lebih menarik di antara
berjuta kemewahan.
Membosankan bagi sebagian orang apabila
menghabiskan waktu tanpa aktivitas. Oleh karena itu banyak orang yang sangat
menyukai travelling, karena banyak pengetahuan baru yang akan didapat.
Tetapi, tidak setiap orang yang mempunyai kesempatan untuk itu. Solusi dari
masalah tersebut adalah menjadikan buku sebagai sahabat. Tanpa membutuhkan
biaya yang cukup banyak, kita bisa berkeliling dunia. Apalagi dengan semakin
canggihnya teknologi, seakan dunia berada pada genggaman.
Menyoal tentang buku, terkesan ketika
menyaksikan salah seorang sahabat yang kesehariannya bergelut dengan buku. Ingin
rasanya menyusulnya ke kota Gudeg. Ikut serta berselancar dan menyelami dunia
buku. Ternyata buku-buku yang berada di genggaman atau yang berjajar rapi di
rak buku merupakan jodoh kita. Gambaran masa depan bisa dilihat dari buku-buku
tersebut. Dan langkah selanjutnya sangat dipengaruhi terhadap besar pemahaman
kita terhadap buku-buku itu.
Hari ini benar-benar hari literasi. Betapa
tidak, sehari penuh bercumbu dengan buku. Terlepas dari seberapa besar ingatan
dan pemahaman terhadap buku itu, bersahabat dengan buku adalah pilihan yang
paling tepat. Membaca dan menulis sebagai pengisi hari, memanfaatkan waktu
penantian itu. Penantian harapan diriku kepadanya yang tak kunjung datang. Hingga waktu berselimut kegelapan, aku tetap
menulis. Menulis dalam kesendirian. Ditemani hiburan menarik dari kota
Manchester.
Lamongan, 12 April
2015
0 Comments