Persahabatan Mesir-Indonesia di Kota Malang



Orang Indonesia menyebutnya dengan Mesir, kata serapan dari bahasa Arab مصر. Namun, kenapa Mesir disebut Egypt dalam dunia Internasional? Ternyata eh ternyata, Mesir berasal dari nama orang pertama yang tinggal di Mesir. Seorang lelaki bernama Mesraim, salah satu keluarga Nabi Nuh AS. Sedangkan Egypt merupakan nama yang digunakan Yunani ketika menguasai dataran sekitar Sungai Nil ini, lebih tepatnya Aegyptus. Orang Yunani merujuk pada literature haerogliph zaman Fir’aun yang menyebut dataran ini sebagai Hwat-ka-Ptah

Bukan Israa’ Mi’raj, melainkan Israa dan Ali. Dua mahasiswa berkebangsaan Mesir yang berkesempatan mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Mereka tidak puas dengan bahasa Indonesia, mereka ingin mempelajari bahasa dan budaya Jawa lebih dalam. Bonusnya, belajar bahasa Ammiyah dan budaya Mesir, kali aja diberi kesempatan kunjung ke rumah mereka.

Malam ini bincang santai budaya Mesir dan Indonesia bersama dua mahasiswa Al-Azhar, Ali dan Isra. Di Kairo, Ali mempelajari agama-agama, sedangkan Isra belajar sosiologi. Delapan bulan tinggal di Indonesia membuat mereka betah, terutama keindahan alam dan adat istiadat budaya Nusantara.

Bagaimanapun mereka betah hidup di Indonesia, tentu jauh dari kampung halaman membuat mereka merasa rindu. Makanan Mesir yang lebih murah dari Indonesia, buah-buahan yang lebih segar dan rempah-rempah yang memiliki cita rasa tinggi. Temperatur di Indonesia tidak terlalu ekstrem, jika dibanding Mesir.

Kairo menurut mereka lebih bebas daripada di Indonesia. Tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang memilih tinggal di Kairo daripada kembali ke Indonesia setelah masa studi selesai, karena di Kairo mereka hidup 24 jam. Tidak ada aturan pulang larut malam.

Di tengah perbincangan kami, ada seorang penjual saridele yang menghampiri kami. Melihat wajah penjual ini, kami bertiga merasa kaget karena bukan seperti orang Indonesia. Ternyata, gadis penjual saridele ini mempunyai ayah berkebangsaan Skotlandia. Pantas saja dia berani menghampiri kami, dia cukup terampil menggunakan bahasa Inggris.

Tulisan ini mungkin tidak mewakili perbincangan kami malam itu. Namun setidaknya mampu merekam pertemuan tiga orang anak manusia yang berbeda kebangsaan, Mesir dan Indonesia. Selembar mata uang Mesir, daun lontar yang berisi aksara herioglaph dan tasbih menjadi cinderamata.






Alun-Alun Malang

Senin, 16 April 2018

Post a Comment

0 Comments