GRANATISME


Paham ini terinspirasi oleh tiga tokoh nasional yang dengan caranya bisa merubah keadaan menjadi lebih baik. Saya perkenalkan tiga tokoh ini kepada Anda. Mereka adalah Tan Malaka[1] dengan paham murbaismenya[2], Sukarno[3] dengan paham marhaenismenya[4], dan Soe Hok Gie[5] dengan idealismenya. Sebelum membaca tulisan ini saya sarankan kepada Anda untuk membaca dan memahami biografi dan semangat pergerakan ketiga tokoh tersebut.

 Dengan kerendahan hati saya nyatakan bahwa paham ini tidak sebanding dengan perjuangan para tokoh nasionalis di atas. Paham ini berangkat dari kegelisahan penulis dalam melihat realitas yang terjadi. Dengan harapan dapat meneruskan perjuangan Tan Malaka untuk merdeka 100%, Sukarno untuk Pancasila dan Soe Hok Gie untuk menjunjung kebenaran setinggi-tingginya. Salam Granatisme . . . ! ! !

Secara khusus, GRANAT merupakan istilah yang digunakan salah satu angkatan dalam lingkup organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia[6] lebih tepatnya angkatan 2012. GRANAT adalah singkatan dari Gerakan Angkatan Tangguh. Dan secara umum, GRANAT bermakna alat peledak. Secara fisik, granat berbentuk lonjong yang berarti ruang dan waktu. Di atas tubuh granat terdapat pemantik yang melambangkan sebuah pustaka[7]. Apabila pemantik itu dilepaskan, maka granat dan segala apa yang ada disekitarnya akan hancur lebur. Tidak ada lagi bidang oval dan pemandangan di wilayah peledakan granat menjadi tak indah lagi.

Begitulah kehidupan manusia khususnya dalam dunia pergerakan. Esensi manusia selalu terikat oleh waktu dan eksistensi manusia berada di permukaan bumi. Keberadaan pustaka sebagai pedoman hidup manusia menjadi simbol dan amunisi intelektual untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Apabila simbol tersebut terlepas dalam menjalani kehidupan sehari-hari, maka dirinya akan hancur di tengah keramaian kontestasi manusia dan akan berpotensi menghancurkan peradaban manusia. Pikirkanlah itu . . . ! ! !

Dalam adat istiadat Jawa telah kita ketahui bersama bahwa suku Jawa mempunyai senjata adat yang bernama “keris”, tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran. Tetapi, yang terpenting dan yang harus kita cermati bersama adalah bentuk keris. Keris mempunyai bentuk yang berliku dan berulang secara kontinu hingga sampai ke ujung yang berakhir runcing dan tajam. Bentuk keris seperti ini tidak serta merta kreasi seni atau produk budaya yang tanpa makna. Selain sebagai senjata adat, keris mempunyai filosofi yang mendalam dan memberikan ajaran hidup untuk melawan berbagai jenis tipu muslihat, permainan, dan intrik.

Bentuk keris yang berliku secara berulang dan tajam pada ujungnya mengajarkan kepada kita bahwa selama kebenaran dijunjung tinggi kita harus bersikap baik, sopan dalam bertutur, dan ramah kepada siapa pun. Namun, ketika batas-batas kebenaran itu dilanggar kita harus tajam dalam mengkritik dan menindak setiap pelanggaran yang dilakukan. Tapi ingat, yang menjadi musuh kita bersama adalah perilaku melenceng yang tidak sesuai dengan norma agama, hukum, atau adat istiadat, bukan orangnya. Jadi mulai sekarang, putuskanlah . . .! ! ! Anda menjadi pribadi idealis sampai batas sejauh-jauhnya.

Lebih lanjut tentang ajaran hidup, manusia haruslah istiqomah seperti bentuk keris yang berulang. Istiqomah menjadi hal yang prinsipil dan harus dimiliki oleh setiap manusia khususnya aktivis[8], karena istiqomah lebih baik dari seribu karomah. Istiqomah terdiri dari tiga jenis yaitu istiqomah hal, istiqomah tempat dan istiqomah waktu.

Istiqomah dalam hal sebagai pondasi dasar kehidupan manusia yang mutlak diperlukan, karenak manusia adalah makhluk monopolinisme yaitu secara individu manusia haruslah menguasai satu hal untuk bisa mempertahankan kehidupannya, karena manusia hanya akan mengerjakan dengan baik hal yang disukainya dan akan menghasilkan sesuatu yang istimewa hanya bila mencintainya. Manusia harus menemukan pembeda abadinya sebagai identitasnya di muka bumi. Namun di sini perlu ditekankan bahwa bukan berarti manusia apatis terhadap hal yang bukan keahliaannya. Kemudian secara sosial, manusia selamanya tidak akan mampu hidup sendiri. Manusia harus bekerja sama dengan orang lain dan mengkolaborasikan keahliannya dengan yang lain, sehingga diharapkan muncul hal-hal inovatif demi kemajuan peradaban manusia.

Istiqomah tempat menjadikan eksistensi manusia di muka bumi ada dan menjadi. Manusia sebagai khalifah fil ardhi bertugas merawat dan memelihara bumi serta isinya. Istiqomah tempat adalah strategi agar manusia lebih aktif dan tidak lupa akan tujuan penciptaan dirinya. Penerapannya diharapkan mengurangi kerusakan yang menjadi bahaya laten,[9] karena jika sesuatu diletakkan tidak pada tempatnya menjadi sebuah keniscayaan dan pasti akan menimbulkan bencana. Oleh karena itu, tempatkanlah yang benar dalam kebenaran dan yang salah dalam kesalahan, baik dalam kondisi merugikan lebih-lebih dalam kondisi menguntungkan. Qulil haqqa walau kaana murron, katakanlah yang sebenarnya walaupun itu pahit.

Yang selanjutnya adalah istiqomah waktu. Setiap pribadi diharapkan memiliki jadwal, baik harian, mingguan atau tahunan. Baik kepentingan individu maupun kepentingan bersama. Agar tersistem dengan baik, maka diperlukan sebuah evaluasi secara berkala untuk selalu memperbarui jadwal tersebut agar relevan di tempatnya masing-masing. Waktu sebagai hal yang sangat murah karena tidak memerlukan biaya untuk mendapatkannya dan dia selalu mendatangi kita dalam setiap keadaan. Namun, waktu menyimpan bahaya laten yang siap membinasakan setiap jiwa. Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Waktu bagaikan pedang bagi siapa saja yang melalaikannya.” Oleh karena itu, waspadalah . . . ! ! ! Inilah puncak dari paham granatisme, ketepatan waktu dan kebiasaan Anda dalam mendisiplinkan diri akan membentuk pribadi-pribadi yang sehat, cerdas, berwawasan luas dan berkarakter, serta tak lupa untuk senantiasa menambah pustaka diri.

Kampus – dunia intelektual – adalah dunia tak bertuhan. Di sini tidak ada tua-muda, senior-junior, dewasa-anak anak, yang ada hanyalah benar-salah, bisa-tidak bisa, terbukti-tidak terbukti. Dunia intelektual bukanlah tempat bagi logika mistika. Oleh karena itu, saya bertuhan – muslim - apabila saya berdiri di depan Tuhan. Dan bila saya berdiri di depan manusia, saya bukan seorang muslim, karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia. Waspadalah . . . ! ! !

Sebagai tambahan, Allah sebagai pencipta alam semesta telah menjadikan alam dan peristiwa-peristiwa bekerja secara otomatis. Allah telah menciptakan roda kehidupan. Itulah yang dinamakan sunnatullah, hukum alam, atau hukum karma. Semua telah tersistem dengan baik. Akibat terjadinya suatu peristiwa tentu disebabkan oleh peristiwa lain, dan peristiwa lain itu disebabkan oleh peristiwa yang lain lagi, begitulah seterusnya hingga peristiwa sebab-akibat itu sampai pada Entitas Tunggal yang menjadi sebab dari semua peristiwa, menyutradarai seluruh adegan di panggung kehidupan ini. Pikirkanlah itu .  . . ! ! !

Setelah kita berpikir sehingga menyebabkan kita ada dan berpetualang mengarungi luasnya samudra intelektual, marilah kita berdoa agar apa yang telah diharapkan oleh Tan Malaka untuk merdeka 100% dan cita-cita Sukarno untuk melestarikan Pancasila di tengah krisis ideology yang kini santer diberitakan oleh media tentang paham ISIS[10] serta cinta Soe Hok Gie terhadap kebenaran yang bermimpi tentang suatu Negara yang menerapkan keadilan dengan menggunakan pisau hukum setajam-tajamnya, baik ke atas maupun ke bawah.





Sidoarjo, 8 Agustus 2014


[1] Nama kecilnya adalah Ibrahim. Nama dewasanya (adat Minangkabau) adalah Datuk Tan Malaka. Dan nama penyamarannya setelah dari pembuangan adalah Ilyas Hussein.
[2] Paham sosialis-nasionalis yang menjadi jati diri Tan Malaka.
[3] Nama kecilnya adalah Kusno, karena sakit-sakitan maka ayahnya mengganti namanya (adat Jawa) dengan Karno yang terinspirasi salah satu tokoh Mahabharata dan ibunya menambahkan “Soe” diawal yang bermakna kebaikan dan keberanian. Berjuluk Putera Sang Fajar, karena lahir ketika terbitnya matahari.
[4] Marhaen adalah nama seorang petani yang mempunyai alat-alat produksi (modal) namun tidak bisa menikmati kehidupannya karena tekanan penjajah yang memonopoli hasil pertanian.
[5] Anak Gunung, seorang mahasiswa fakultas sastra UI yang terasing akibat prinsipnya untuk tidak toleran dengan segala jenis kemunafikan, sehingga dia terasing dalam sosialnya. Dia hanya merasa tenang ketika naik gunung yang sekaligus menjadi hobinya dan Semeru menjadi saksi bisu kematiannya.
[6] PMII Cabang Surabaya Selatan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
[7] Al-Qur’an dalam lingkup agama dan UU dalam lingkup hukum atau cangkul bagi petani dan buku bagi para pelajar.
[8] Seseorang yang aktif, yang mempunyai manajemen waktu yang baik sehingga tidak menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Waktunya dimanfaatkan untuk senantiasa berfikir, berdzikir, dan melakukan amal sholeh. Bukan yang jarang masuk kuliah dan mengabaikan tugas-tugas yang diamanahkan oleh dosen.
[9] Bahaya yang sewaktu-waktu akan muncul apabila tidak waspada.
[10] Islamic State of Irak and Syam/Syuria, paham radikal yang berbahaya bagi keutuhan bangsa.

Post a Comment

0 Comments