Langit Surabaya masih berlapis mendung saat saya melangkah memasuki kawasan Pondok Pesantren Al-Fitrah, Kedinding, tempat digelarnya Haul Akbar Al-Khidmah 2025. Namun, suasana di dalam pesantren begitu berbeda—terang oleh lautan manusia yang hadir dengan hati yang penuh harap dan cinta kepada para kekasih Allah. Saya merasa seolah sedang memasuki lorong waktu spiritual, di mana masa lalu, kini, dan masa depan melebur dalam lantunan shalawat yang menggema dari segala penjuru.
Langkah demi langkah saya semakin tenggelam dalam lautan manusia yang datang dari berbagai daerah, dengan wajah-wajah yang bersinar oleh ketulusan. Duduk bersila di antara mereka, saya merasakan atmosfer yang sulit digambarkan—ada ketenangan, ada haru, dan ada rasa rindu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Lantunan dzikir yang menggema memenuhi udara, menggetarkan relung hati dan mengingatkan saya pada betapa kecilnya diri ini di hadapan Allah dan para kekasih-Nya.
Haul bukan sekadar mengenang sosok yang telah berpulang, tetapi lebih dari itu—ia adalah momentum untuk menyerap energi keberkahan, untuk menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangan para wali dan ulama. Di sinilah, di tengah gemuruh tahlil dan shalawat, saya merasakan getaran sejarah, seolah melihat kembali bagaimana para wali Allah mewariskan ilmu, kasih sayang, dan perjuangan bagi umat Islam.
Duduk di majlis haul ini, saya dikelilingi oleh para ulama, habaib, dan kiai yang membawa pancaran ilmu dan keberkahan. Kata-kata mereka mengalir lembut, mengandung hikmah yang menembus hati. Saya merenung, betapa indahnya Islam yang diwariskan dengan sanad keilmuan yang tak terputus. Perkataan mereka bukan hanya mengajarkan, tetapi juga menghidupkan semangat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.
Saat ribuan jamaah serempak melantunkan Laa ilaaha illallah, suasana menjadi begitu mengharukan. Seakan-akan, setiap orang dalam majlis ini memiliki beban hidupnya masing-masing, dan dalam lantunan dzikir itulah mereka menemukan ketenangan. Saya menutup mata, membiarkan suara-suara itu merasuk ke dalam jiwa, membawa saya pada rasa rindu yang mendalam kepada Rasulullah SAW.
Dalam haul ini, saya mendengarkan kisah-kisah para wali dan ulama, bagaimana mereka menjalani kehidupan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Setiap kisah yang diceritakan seolah menampar diri ini—betapa mereka mendedikasikan hidupnya hanya untuk Allah, sementara saya masih sibuk dengan urusan dunia yang fana. Saya merasa seperti sedang diingatkan kembali pada tujuan hidup yang sebenarnya.
Di sela-sela acara, saya melihat saling berbagi dan kehangatan ukhuwah di antara para jamaah. Ada yang membagikan air mineral, ada yang menawarkan kurma, bahkan ada yang tak segan berbagi sajadah dengan orang yang baru saja dikenalnya. Saya tersenyum, mengingat bahwa inilah Islam yang sesungguhnya—Islam yang penuh kasih sayang, yang mengajarkan untuk memberi tanpa berharap balasan.
Dalam hati, saya bertanya pada diri sendiri: "Apa yang sudah saya persiapkan jika suatu hari saya dipanggil oleh-Nya?" Haul ini bukan hanya sekadar mengenang para wali, tetapi juga cermin untuk melihat sejauh mana kita telah meneladani mereka. Saya merenung, berapa banyak amal yang sudah saya perbuat? Apakah saya sudah cukup bermanfaat bagi sesama? Rasa haru memenuhi dada, menyadarkan saya bahwa perjalanan menuju Allah masih panjang dan harus terus diperbaiki.
Menjelang akhir haul, doa-doa mulai dipanjatkan. Ribuan tangan terangkat, bibir-bibir bergetar dengan doa yang penuh harap. Saya menutup mata, meresapi setiap kalimat doa yang dilantunkan. Dalam momen ini, saya merasa begitu dekat dengan Allah—seolah semua penghalang telah runtuh, dan yang tersisa hanyalah hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya.
Ketika acara haul berakhir, saya melangkah keluar dari pesantren dengan hati yang lebih ringan, seolah ada beban yang dilepaskan dalam dzikir dan doa tadi. Saya membawa pulang bukan hanya kenangan, tetapi juga semangat baru untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Haul ini mengajarkan saya bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara, dan yang terpenting adalah bagaimana kita meninggalkan jejak kebaikan yang akan terus dikenang, sebagaimana para wali dan ulama yang haulnya kita peringati hari ini.
0 Comments