Danau Dendam Tak Sudah dan RPL Desa di Bengkulu


Dua kata yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata Bengkulu adalah merah putih dan refflesia. Merah putih sebagai bendera Indonesia, dijahit oleh Fatmawati, istri proklamator Republik Indonesia, dalam kondisi hamil. Sosoknya pun diabadikan menjadi sebuah patung di persimpangan jalan dengan mesin jahit dan lembaran kain yang sedang dijahit. Sementara Rafflesia, menjadi ikon Bengkulu sejak Thomas Stamford Raffles bersama Joseph Arnold menggelar ekspedisi botani di hutan wilayah Bengkulu Selatan tahun 1818. 



Hari kedua di Bengkulu, kami menuju Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bengkulu. Lokasinya tak jauh dari tempat kami menginap, Hotel Mercure. Sebelum memasuki pintu gerbang Dinas PMD, kami disuguhi pemandangan gunungan buah durian di tepi jalan. Tentu buah-buah ini dijual dan tidak bisa diambil secara gratis. Setiap gunungan tersusun dari buah durian yang tidak banyak, berbeda dengan di Kalibata dengan kios semi permanen dengan sajian buah durian yang sangat banyak. Di Bengkulu, durian benar-benar disajikan di tepi jalan berjajar cukup panjang, lebih panjang dari Kalibata di Jakarta Selatan.

Kami disambut oleh Kepala Dinas PMD Bengkulu dan dipersilahkan memasuki ruangan yang telah disediakan. Pak Kadis memulai dengan kondisi aktual program RPL Desa di Bengkulu dan segera menjalankan program tersebut 3 hari setelah dilantik menjadi kepala dinas. Kepala BPSDM meresponnya dengan memaparkan kondisi eksisting dan proses pelaksanaan RPL Desa yang telah berjalan. Selain itu juga, Kepala BPSDM menyampaikan bahwa Bengkulu dipilih oleh Menteri Desa PDTT sebagai tempat peringatan hari RPL Desa bulan depan.

Pukul 10.00 WIB kami bergeser menuju Universitas Terbuka Bengkulu. Kami melihat sarana dan prasarana kampus yang memadai. Beberapa tenaga kependidikan yang berada di kampus terlihat menyambut kami dengan ramah. Setelah berkeliling ruangan, kami menuju aula untuk mendengar paparan dari Direktur UT Bengkulu. Dari paparan, pelaksanaan program RPL Desa berjalan cukup baik dengan dukungan anggaran dari Dinas PMD Bengkulu. Tanya-jawab dan masukan diberikan untuk program ini berjalan lebih baik ke depannya. Kami melanjutkan diskusi di Rumah Makan Padang yang telah disiapkan oleh Dinas PMD Bengkulu.



Puas dengan hidangan makan siang, kami bergeser ke Masjid Raya Baitul Izzah. Masjid ini terlihat megah dengan halaman yang sangat luas. Letaknya cukup strategis berada di antara kantor gubernuran dan kantor DPRD Bengkulu. Arsitektur masjid didesain dengan sangat detail dengan dominasi warna kuning keemasan. Di tepi masjid juga terdapat lorong yang sangat indah, menjadi spot foto muda-mudi. Selepas dari masjid, kami menuju ke sekretariat TPP Provinsi Bengkulu. Serba-serbi pendampingan desa menjadi diskusi hangat di suasana siang menjelang sore.

Dari sekretariat TPP, kami menuju Danau Dendam Tak Sudah. Nama yang cukup unik bagi saya yang pertama kali mengunjungi Bengkulu. Setelah saya cek di beberapa sumber, penamaan tersebut tak lepas dari cerita lisan yang berkembang di masyarakat. Konon katanya, nama danau tersebut berkaitan dengan pasangan yang melompat ke danau setelah hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua. Mereka berdua berubah menjadi lintah dan masih hidup di dalam danau untuk membalas dendam atas kegagalan cintanya.


Ketika sampai di kawasan danau, tampak belum banyak tersentuh sehingga terjaga kealamiannya. Suasana asri sepanjang mata memandang, hijau dedaunan, biru langit dengan coretan awan, dan beningnya air danau menjadi kombinasi yang sangat menenangkan. Ada dua akses menuju danau itu, jalan normal beraspal dengan berbagai jajanan khas Bengkulu cocok untuk dinikmati sembari menghadap danau. Sedangkan jalan lain, kondisinya masih kurang terawat, akses ke danau cukup berbahaya. Perlu kehati-hatian yang ekstra dengan didukung kondisi mobil yang prima dan mendukung untuk jalanan curam. Akses danau dari titik ini, kami harus berjalan untuk naik karena tidak semua mobil bisa mengakses jalanan menanjak dengan kondisi licin berlumpur. Dari titik ini kita bisa berfoto sebanyak-banyaknya dengan spot foto yang beragam dengan membayar 10.000 untuk tiket masuk. 

Kami bergerak menuju pusat durian yang ternyata terletak di depan kantor DPMD Bengkulu. Beberapa buah durian kami santap dalam waktu singkat. Belum puas dengan durian, Mas Adi dan Pak Kabalai menawari kami untuk mencicipi hidangan pempek dengan variannya. Pempek Cek Toni, sebagai andalan masyarakat Bengkulu, baik untuk disantap di lokasi maupun dijadikan oleh-oleh. Menjelang senja, kami mengejar sunset menuju pantai. Sayangnya, ketika kami sampai di lokasi matahari sudah terbenam dengan langit yang cukup cerah. Ini menjadi akhir perjalanan kami hari ini, bergegas menuju hotel untuk beristirahat. Baca juga Fort Marlborough dan Jejak Bung Karno di Bengkulu

Post a Comment

0 Comments