Fort Marlborough dan Jejak Bung Karno di Bengkulu


I treat them as a man treats his wife, 

very complaisant in trifles, 

but immovable in matters of importance.

 

Kalimat di atas tercantum di bawah patung kepala Joseph Collett (1673-1725), seorang Gubernur Jendral EIC di Bengkulu periode 1712-1717. Selama menjadi Gubernur Jendral di Bengkulu, Collet memulai pembangunan benteng ini. Ia disebut-sebut sebagai inisiator pembangunan Fort Marlborough dan pernyataan di atas ditujukan kepada raja-raja Sumatra, yang artinya: Aku memperlakukan mereka seperti seorang laki-laki memperlakukan istrinya, sangat patuh dalam hal-hal sepele, tapi tak tergoyahkan dalam hal-hal penting.

Ini hari terakhir kami di Bengkulu. Kami menyempatkan diri mengunjungi salah satu peninggalan bersejarah: Fort Marlborough. Benteng 4 negara berbentuk kura-kura yang dibangun oleh pekerja India dengan bantuan penduduk lokal. Benteng ini tak jauh dari pusat kota, sehingga tak membutuhkan banyak waktu untuk sampai di benteng. Tiket masuk 5.000 rupiah dan dibayar menggunakan QRIS.

Nuansa Eropa terasa ketika kami memasuki benteng. Arsitektur khas Eropa zaman dahulu tampak menghiasi sudut-sudut benteng. Pintu gerbang yang sangat tinggi dengan ketebalan yang tidak biasa bak masuk ke negeri dongeng. Kami menaiki sudut-sudut benteng untuk melihat suasana sekitar. Penataan bata merah yang unik memperlihatkan kreatifitas arsiteknya. Suasana yang cukup terik tak membuat kami berlama-lama di sudut-sudut benteng. 



Kami memasuki ruangan-ruangan yang tampak seperti penjara. Beberapa keterangan tersaji dengan miniatur rempah, batuan dan patung peraga tentara Inggris. Di luar ruangan dan setiap sudut benteng berjajar meriam yang mengarah ke laut lepas. Kami bertemu dengan seorang relawan yang menjelaskan dan meluruskan sejarah sejarah benteng ini. Dari bapak ini kami mengenal istilah Camkoha, inilah Bengkulu!


Dari benteng, kami menuju Rumah Fatmawati-Soekarno. Rumah dengan arsitektur klasik terlihat ketika kita turun dari mobil dan memasuki halaman rumah yang sangat luas. Koleksi bacaan Bung Karno menjadi ornamen yang tak boleh disentuh oleh pengunjung, kita hanya bisa melihatnya dan membaca judul buku yang terletak paling depan. Tempat tidur, kursi klasik, sepeda onthel, dan meja di belakang rumah menjadi ornamen yang dipertahankan. Sementara bangunan yang berada tepat di sebelah rumah ini, dulunya adalah gudang dan kini digunakan sebagai tempat pemberdayaan UMKM.

Mengingat waktu penerbangan ke Jakarta semakin dekat, kami bergegas menuju bandara. Kami makan siang bersama sebagai ujung dari perjalanan ini. Namun ini bukanlah akhir, tapi awal dari peringatan hari RPL Desa. Makanan yang telah tersaji kami lahap dengan cepat dan segera menuju bandara. Terima kasih atas layanan dan jamuannya, Pak Dadang dan Mas Adi dari Balai Bengkulu, dan Pak Feri selaku korprov serta para TAPM yang mengawal kami sejak datang hingga mengantar pulang. Semoga perjalanan ini membawa berkah dan bermanfaat untuk kita semua. Camkoha Bengkulu!

Post a Comment

0 Comments