Geliat Akreditasi Jurnal Nasional (ARJUNA) diselenggarakan oleh Kemenristekdikti sebagai apresiasi terhadap Pengelola Jurnal, Asessor dan stakeholder terkait jurnal ilmiah. Geliat Arjuna akan memberikan insentif kepada 113 pengelola jurnal yang masuk peringkat 1 dan 2, serta bantuan tata kelola jurnal elektronik nasional dan internasional sebanyak 53 jurnal.
Hal itu disampaikan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) – Muhammad Nasir saat memberikan arahan dalam pembukaan Geliat Arjuna 2019 dengan tema “Sistem Arjuna-Sinta-Garuda: Harmoni Pengelolaan Jurnal dan Publikasi Ilmiah Indonesia”  di The Margo Hotel Depok, Jumat (22/2) sore.

“Geliat Arjuna diharapkan menjadi pemacu dan pemicu dosen, peneliti, mahasiswa institusi, pengelola jurnal, asesor jurnal serta stakeholder terkait untuk terus meningkatkan kuantitas dan kualitas publikasi ilmiah baik secara nasional maupun internasional.” Ujar Nasir.
Menurut Nasir, publikasi di jurnal ilmiah saat ini menjadi sangat penting setelah adanya persyaratan kenaikan setiap jenjang jabatan untuk fungsional dosen, peneliti, guru, widyaiswara, perekayasa, serta fungsional lainnya. Selain itu kelulusan mahasiswa magister dan doctor menurut Standar Nasional Pendidikan Tinggi juga mensyaratkan hal yang sama.

“Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan lebih dari 8000 jurnal ilmiah terakreditasi nasional. Akreditasi jurnal merupakan wujud pengakuan resmi atas penjaminan mutu jurnal ilmiah melalui kegiatan penilaian kewajaran penyaringan naskah, kelayakan pengelolaan, dan ketepatan waktu terbitnya jurnal tersebut.” Lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan – Muhammad Dimyati menyampaikan bahwa untuk memenuhi kebutuhan jurnal ilmiah nasional terakreditasi, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah menerbitkan Permenridtekdikti Nomor 9 Tahun 2018 tentang Akreditasi Jurnal Ilmiah. Peraturan ini mengamanahkan lembaga akreditasi jurnal ilmiah bergabung di bawah Kemenristekdikti.

“Semua jurnal ilmiah yang terakreditasi oleh LIPI dan masih berlaku masa akreditasinya secara otomatis diakui oleh Kemenristekdikti sampai masa berlaku akreditasinya habis. Kemenristekdikti menerbitkan sertifikasi baru bagi jurnal ilmiah yang telah terakreditasi oleh LIPI tersebut.” Ujar Dimyati.

“Pengajuan akreditasi jurnal ilmiah menurut peraturan baru telah dimulai pada 1 Juni 2018. Masa pendaftaran akreditasi jurnal ilmiah dibuka sepanjang tahun, demikian pula proses penilaian akreditasinya. Hasil akreditasi ditetapkan setiap dua bulan. Hal ini merupakan bentuk reformasi birokrasi pelayanan akreditasi jurnal ilmiah nasional yang kami lakukan.” Lanjut Dimyati.

Dimyati menjelaskan bahwa Peringkat Akreditasi dibagi menjadi 6 peringkat, mulai dari Sinta 1 sampai Sinta 6. Pemeringkatan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pilihan bagi lembaga/unit kerja Pembina karier jabatan fungsional guna memilih peringkat akreditasi jurnal ilmiah yang sesuai untuk syarat pengajuan kenaikan jenjang jabatan fungsional. Dengan terbitnya Permenristekdikti tentang Akreditasi Jurnal Ilmiah tersebut, suatu lembaga pembina jabatan fungsional dan pimpinan perguruan tinggi diharapkan mampu menyesuaikan kembali semua ketentuan yang terkait dengan kategori jurnal ilmiah terakreditasi sebagai syarat publikasi ilmiah bagi dosen dan mahasiswa.

“Dalam waktu dua tahun ditargetkan tersedia 7000 jurnal terakreditasi nasional dengan enam peringkat. Terwujudnya reformasi birokrasi pelayanan akreditasi jurnal ilmiah nasional, diharapkan target tersebut dapat tercapai. Sistem Arjuna terus dikembangkan agar pengelolaan akreditasi jurnal dapat efektif dan efisien , mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terbaru.” Tutup Dimyati.

Bagi jurnal ilmiah yang masih terbit dalam wujud cetak dan terkendala dalam penerbitan secara elektronik, Kemenristekdikti bekerjasama dengan LIPI menyiapkan Rumah E-journal Indonesia yang merupakan cloud aplikasi jurnal elektronik. Fasilitas ini diberikan secara gratis sehingga pengelola jurnal tidak perlu memiliki sendiri server, aplikasi pengelolaan jurnal, dan tim ahli teknologi informasi. Untuk kendala referensi yang berkualitas secara nasional Kemenristekdikti menyiapkan Garuda (Garba Rujukan Digital) yang mengintegrasikan jurnal yang terbit secara elektronik, serta melanggankan database jurnal internasional.


Di samping Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, hadir juga Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti yang menyampaikan materi Peningkatan Kualitas Jurnal Ilmiah Bagi Karir Dosen dan Peneliti serta Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan yang menyampaikan materi Akreditasi Jurnal Ilmiah bagi Peningkatan Kualitas Sarjana. Acara ini diselenggarakan oleh Kemenristekdikti yang dihadiri 500 peserta dari berbagai perguruan tinggi serta lembaga peneliti dan pengembangan di seluruh Indonesia. Press Release Kemenristekdikti nomor 39/SP/HM/BKKP/2019
Judul di atas bernada provokatif. Memang, sengaja pemilihan kata “menolak bodoh” digunakan untuk merespons kondisi masyarakat kekinian yang tengah disesaki beragam informasi sampah, baik yang menyoal isu politik, sosial, maupun agama. Kenyataan ini semakin tak terelakkan, karena berita sampah yang diproduksi pihak-pihak tertentu selalu dibumbui fanatisme pilihan politik dan dipermanis dengan dalil-dalil keagamaan. Ironisnya, narasi-narasi yang tidak benar itu diviralkan secara berulang, sehingga informasi yang awalnya menyesatkan, lama-lama mulai diyakini (seolah-olah menjadi benar) sebagian besar orang yang tidak biasa mengkonfirmasi segala informasi yang masuk, terutama melalui media sosial.

Jadi, dapat kita pastikan bawa media sosial benar-benar berisik saat ini. Penuh ujaran kebencian, olok-olok, dan artikel yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Jejaring ini, mulanya diharapkan akan menjadi medium bagi munculnya gerakan sosial baru, tapi saat ini yang terjadi malah membuat gaduh dan tidak produktif sebagai ruang berdiskusi. Saya ingin menceritakan pengakuan salah seorang teman yang bekerja di salah satu lembaga survei politik ternama di Jakarta. Sebagaimana wajarnya pekerjaan politik, dia mesti membuat kliennya (bisa anggota DPR, calon gubernur atau menteri tertentu) naik panggung, populer, dan bersiap bila ada manuver dari “lawan-lawan” politiknya. Untuk itu, salah satu tugasnya adalah memproduksi artikel dan membuat meme yang punya kecenderungan mendukung dan mencitrakan popularitas seorang klien politik.

Setiap hari, menurut pengakuannya, dia bisa menyelesaikan 3 hingga 5 artikel. Agar tampak ilmiah, tulisan dibumbui dengan berbagai data atau laporan yang kira-kira mengangkat popularitas klien. Dia menjelaskan, artikel yang ditulis juga bisa berorientasi sebaliknya, seperti perkataan yang mengolok-olok dan mengungkit berbagai kasus/skandal yang pernah dibuat lawan politiknya.

Setelah proses penulisan artikel selesai, giliran tim buzzer yang bekerja membagikan tulisan ke berbagai jejaring sosial, seperti WhattsApp, Facebook, Twitter dan Blog. Perlu diketahui, satu proyek pencitraan politik, bisa melibatkan 5 hingga 20 buzzer (tergantung jangkauan suara yang dibutuhkan dan kesepakatan harga, tentunya). Masing-masing buzzer memiliki koneksi dengan komunitas blogger dan selebgram. Tak pelak, bila satu lembaga konsultan politik, bisa memiliki ratusan akun sosial media yang khusus untuk proyek-proyek seperti ini.

Tak cukup itu, setelah dilempar ke ratusan akun media sosial, pasti ada saja orang yang berkomentar, memberi tanggapan, dan membagikan ke berbagai grup yang dipunyai. Kondisi ini diperparah dengan munculnya sejumlah portal online yang bernada satir. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana sesaknya saluran media sosial hari ini dengan banyaknya artikel bodong tersebut.

Jejaring sosial telah membikin ruang tersendiri di hati para generasi milenial. Kehadirannya seolah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Awalnya hanya iseng, ikut-ikutan membagi artikel tertentu, tapi siapa yang sangka ada saja pihak yang tersinggung, sehingga menjadikan ruang maya ini sebagai ajang perdebatan sengit. Berbagai umpatan dan narasi sampah memenuhi dinding-dinding media daring. Akibat tidak bijak menggunakan media sosial, seseorang berani dan seenaknya mencaci maki orang lain yang berbeda pendapat. Untuk kasus ini, bisa kita melihatnya pada kebencian netizen terhadap cendekiawan muslim Ahmad Syafi’i Maarif beberapa waktu sedang bergulirnya kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Buya Syafi’I mendapat olok-olok hebat dari warga dunia maya.

Kasus lain, yang masih hangat di telinga kita, adalah problem yang menjerat Saracen yang menjadikan media sosial sebagai wahana propaganda kebencian secara terorganisir. Diketahui, bahwa dalam praktiknya, sindikat Saracen ini mengoperasikan 800 ribu akun untuk menyukseskan pesanan kliennya. Tak heran bila ruang maya yang kita kenal sekarang ini sesak dengan olok-olok.

Meski telah dibuat aturan sedemikian rupa, namun hiruk-pikuk media sosial yang dipenuhi dengan artikel dan gambar meme bernada satir tetap saja merebak. Akun-akun yang tidak bertanggung jawab dan sejumlah pihak yang tak bisa bersikap bijak menahan jari-jarinya untuk menulis sesuatu yang menyinggung orang lain terus saja memperburuk wajah demokrasi di Indonesia.

Dilema Gerakan Sosial Baru
Pada mulanya, kemunculan media sosial diharapkan bisa menjadi medium bagi terciptanya ruang demokrasi yang lebih luas. Jejaring sosial dapat dijadikan sebagai tempat pergerakan sosial baru, seperti yang pernah terjadi di Tunisia, Mesir, Yaman dan Libya. Dengan memobilisasi wacana di dunia maya, pada akhirnya menggerakkan masyarakat untuk terjun ke jalan dan ikut melakukan gerakan revolusi.

Di Indonesia, sejujurnya media sosial telah beberapa kali mengambil peran penting dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Yang bisa diambil contoh ialah kasus Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni International. Gerakan “Koin untuk Prita” tersebar dengan cepat melalui Facebook dan Twitter, sehingga mendorong dukungan dan simpati publik kepada Prita. Kemudian, ada “Cicak vs Buaya”, yaitu perseteruan antara KPK dengan Kepolisian yang juga menjadi perbincangan hebat di media sosial kala itu. KPK pun mendapatkan dukungan banyak pihak sebagai hasil dari informasi yang beredar di dunia maya.


Sayangnya, lambat laun, publik mulai bersikap tidak dewasa dalam menanggapi berbagai persoalan kebangsaan di media sosial. Alih-alih bersikap kritis-transformatif, tapi justru ujaran yang ditulis di berbagai akun-akun itu menuai kontroversi, sarkas, bahkan menyinggung etnis, golongan, agama dan ras tertentu. Sekolah Menulis Kritis Locus Perdamaian.

Alhamdulillah. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan saripati ilmu kesehatan yang dipaparkan oleh dokter Agus Ali Fauzi dalam suatu kesempatan. Dari perspektif ilmu kesehatan dapat ditarik garis lurus dengan ilmu agama yang menekankan pada aspek spiritual. Bahwa pada hakikatnya untuk menjaga kesehatan fisik harus dimulai dari pikiran. Membiasakan diri berpikir dan besikap moderat adalah kunci hidup sehat.

Di antara nikmat yang paling diharapkan umat manusia adalah nikmat sehat. Sebagai modal untuk menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Kesehatan dapat dikatakan sebagai kunci mendasar untuk merasakan nikmat-nikmat yang lain. Ketika kesehatan berubah menjadi rasa sakit, harta, jabatan dan semuanya menjadi tidak berharga. Oleh karena itu, banyak orang berbondong-bondong untuk membiasakan diri hidup sehat.

Pertanyaannya, bagaimana cara untuk menjaga diri agar tidak mudah sakit? Dalam perspektif ilmu kesehatan untuk menjaga kesehatan, olahraga menyumbang 10% dan asupan nutrisi menyumbang 20%, sedangkan 70% ditentukan oleh bagaimana sesorang menjaga kondisi hati agar senantiasa bersyukur dan selalu tersenyum. Senyuman akan membuat orang lain bahagia dan dengan membahagiakan orang lain tubuh akan mengeluarkan horman kebahagiaan sehingga meningkatkan system imun. Hormon kebahagiaan tersebut diantaranya: endorphin, serotonin, dopamine dan oxcitocin. Sebaliknya, jika seseorang kurang bersyukur atau senyuman di wajahnya tertutup dengan amarah atau sesuatu yang lain, akan meningkatkan hormone stress atau perusak yaitu kartisol.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl (16) ayat 18:
وَ اِنۡ تَعُدُّوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ لَا تُحۡصُوۡہَا ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dan QS. Ibrahim (14) ayat 7:

وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکُمۡ لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.


20% nutrisi menyumbang kesehatan tubuh terdiri dari kebutuhan air, vitamin dan mineral. Konsumsi 2-3 liter air setiap hari untuk menjaga kondisi ginjal kecuali penderita penyakit jantung dan kelainan ginjal tidak boleh lebih dari 500 ml per hari. Jika kebutuhan air tidak terpenuhi, ginjal akan mengambil kandungan air dari seluruh tubuh termasuk tulang. Inilah sebabnya jika kebutuhan air tidak terpenuhi akan membuat tulang cepat keropos. Sebaliknya, jika terlalu banyak minum air, lebih dari 8 liter per hari akan menimbulkan keracunan.

Kebutuhan vitamin bisa didapat dari konsumsi buah-buahan dan sayuran. One day one apel untuk menambah asupan nutrisi. Apel mempunyai kandungan yang tidak dimiliki buah lain yang sangat baik bagi tubuh. Kemudian mineral yang terdapat pada ikan bermanfaat pada peningkatan daya piker dan menurunkan kepikunan.

10% kesehatan badan didapat dari olah raga teratur, terukur dan sesuai umur. Berjalan 3-5 km atau 10-15 menit agar terhindar dari pengecilan fungsi otot. Rekreasi, mancing, terapi musik, spa herbal, mandi susu, sebagai opaya olah raga pikiran untuk merelaksasi kondisi saraf. Dan mengerjakan sholat tepat waktu secara berjamaah adalah kombinasi olah raga hati dan pikiran yang paling baik.

70% kesehatan ditentukan dari kondisi hati. Penyakit pada fisik manusia dimulai dari hati yang kurang sehat, mudah marah, emosi, tersinggung, jengkel, tergesa-gesa, egois, iri, dengki, kaku, anti-kritik atau seenaknya sendiri. Begitu besarnya pengaruh hati terhadap kondisi fisik tubuh memerlukan perhatian lebih. Antisipasinya dengan perbanyak istighfar, beribadah dengan baik, sabar, melakukan hal positif, senantiasa berdoa, senyum dan ikhlas.

Yang harus diperhatikan jumlah lemak jahat LDL tidak boleh lebih dari 100. Peningkatan LDL biasanya disebabkan kelelahan sehingga menyebabkan penyakit jantung. Trigliserida tidak boleh lebih dari 150, peningkatannya disebabkan banyak pikiran sehingga menyebakan stroke. Dan kolesterol tidak boleh lebih dari 200.

Akhirnya, marilah menjaga hidup sehat dengan berpikir moderat dan seimbang. Mendekat kepada Allah, menjaga kondisi hati agar tetap senang, jangan perfeksionis dan egois, mau minta maaf dan memafkan, serta sense of humor (relax).

فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

SUBSCRIBE & FOLLOW