Berhati-hatilah wahai sang pejuang. Jangan
biarkan darah orang tuamu, air matamu dan harapan orang-orang disekitarmu
musnah begitu saja. Menjadi omong kosong, terluluhlantakkan oleh penghambaan
diri atas cinta. Tak perlu dipaksakan untuk sepaham. Waktumu lebih berharga
daripada kehendakmu dalam selubung hasrat. Memang benar, cinta adalah salah
satu pondasi kebenaran. Tetapi sahabat, cinta yang bagaimana yang engkau
harapkan. Cinta yang memberimu ketenangan dalam menapaki tangga kema’rifatan.
Bukan hasrat untuk berkuasa, karena kekuasaan bagaimanapun caranya adalah
sebuah kesalahan besar dalam pengintegrasian cita.
Semua hal yang memberikan pendewasaan, itulah
cinta sejati. Keadilan, keobyektifan, dan kesabaran sebagai bagian dari sikap
perwira yang terkubur semakin dalam. Tenggelam oleh hasrat, ambisi, keinginan
yang tak terkontrol. Akal diharapkan mampu memilah dan memutuskan untuk menaiki
kuda putih. Fokus dan berlari sekencang-kencangnya.
Meninggalkan barang bawaan dan sedikit mengambil
bekal diperjalanan sebagai upaya untuk berlari sekencang-kencangnya. Tak perlu
dibawa barang yang memberatkan, yang tidak mendukung sekecil apapun tujuan dan
jalan hidup. Hidup sebagai pilihan, untuk menghargai dan membantu sesama. Bukan
untuk pemberi janji yang nantinya diingkari, apalagi mau membantu sesame.
Sunnatullah berjalan sesuai rel yang digariskan. Seseorang akan diperlakukan
sebagaimana dia memperlakukan orang lain.
Surabaya, 9 April 2015
0 Comments