Warna-Warni Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) II UIN Sunan Ampel Surabaya di MA Hasyim Asy’ari Bangsri Sukodono Sidoarjo

Tantangan bagi mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan adalah praktek pengalaman lapangan. Momentum ini merupakan ajang implementasi teori-teori yang telah diterima selama perkuliahan. Mulai materi ajar, media pembelajaran, strategi pembelajaran, hingga pengelolaan kelas. Praktek pengalaman lapangan ini selama dua bulan dan setiap mahasiswa tersebar di sekolah-sekolah dengan berkelompok.
Saya medapatkan tugas praktek di MA Hasyim Asy’ari, Bangsri, Sukodono, Sidoarjo. Kurang lebih 30 menit perjalanan untuk sampai ke sekolah ini. Hari pertama (27/7) masuk sekolah sekedar pelepasan dan penerimaan dari pihak kampus ke pihak sekolah. Kami berkenalan dengan guru-guru dan situasi sekolah ini. Di akhir pertemuan, kami dijamu dengan makan siang. Tanpa pikir panjang, kami bersembilan menikmati hidangan yang telah disediakan.
Keesokan harinya (28/7), kegiatan sekolah mulai dijalankan. Masa Orientasi Siswa merupakan kegiatan awal sebelum para siswa baru melakukan proses belajar mengajar selama tiga tahun ke depan. Kami membantu kegiatan tersebut dengan semangat.
Hari kedua masa orientasi siswa (29/7), kami masuk siang hari tetapi harus menginap hingga esok hari. Tugas kami secara khusus adalah bertanggung jawab pada acara renungan dan salat malam. Dari teman-teman sekelompok, saya dipandang bisa dan mampu untuk melakukan semua itu. Tetapi semua itu dunia baru bagi saya, kemampuan dan pengalaman saya hanya sedikit di bidang oral, apalagi yang sifatnya persuasif. Hingga sampai pada waktunya, saya harus bersuara dengan sekeras-kerasnya.
Dengan suasana yang gelap gulita dan tanpa pengeras suara, memaksa saya mengeluarkan banyak tenaga. Awal renungan, apa yang saya ucapkan seperti pembacaan puisi. Maklumlah ini pertama kalinya bagi saya. Tetapi lama-kelamaan saya mulai bisa mengatur intonasi dan membuat peserta bahkan sebagian panitia meneteskan air mata. Dibantu dengan kreasi adik-adik OSIS MA Hasyim Asy’ari, agenda renungan malam pun berjalan dengan lancar. Kemudian dilanjutkan dengan shalat malam.
Selepas itu, semua peserta dan panitia beristirahat. Karena keterbatasan tempat, saya bersama sahabat Vicky memutuskan untuk keluar sekolah mencari tempat istirahat. Karena jam masih menunjukkan pukul 02.00 WIB, kami bingung hendak mau kemana. Jarak sekolah dengan kediaman kami terlalu jauh. Ada rumah sahabat yang tidak jauh dari sini, tetapi waktu yang membuat kami bingung. Akhirnya, kami memutuskan untuk menuju rumah Budhe saya di daerah Gambiranom. Tidak terlalu jauh sehingga hanya membutuhkan beberapa menit untuk menuju ke sana. Kami segera istirahat ketika telah sampai.
Pukul 09.00 WIB kami bergegas kembali ke sekolah (30/7). Tetapi acara penutupan telah usai, kami sekelompok akhirnya memutuskan untuk menikmati suasana pagi ini dengan hidangan nasi pecel dan segelas teh hangat. Siang hari kami membubarkan diri dan menyiapkan untuk hari esok.
Jum’at, 31 Agustus 2015, merupakan pertama kalinya mengajar. Beberapa kelas masih belum aktif, sehingga kepala sekolah menyuruh kami untuk masuk ke kelas-kelas. Kami merasa canggung terlihat dari sikap kami yang saling dorong. Walau tidak secara dhahir, tetapi semuanya terlihat nyata bahwa kami semua masih canggung. Waktu terasa sangat lama dalam situasi seperti ini.
Kecanggungan itu sedikit demi sedikit tereduksi oleh semangat kami dalam mendidik. Bahkan seiring bergulirnya waktu, keinginan kami untuk segera mengajar tak terbendung. Tidak hanya kelas kosong, tetapi ketika ada gurunya pun kita ikut masuk untuk sekedar menjadi penonton. Sedangkan saya, ketika hari kedua masuk kelas, tidak ada halangan yang berarti. Tugas saya sebenarnya di kelas 12 IPA, tetapi ditambah dengan kelas 12 IPS. Bagi saya tidak ada perbedaan antara IPA dan IPS, semuanya sama. Yang terpenting bagaimana kita menyampaikan materi semenarik mungkin. Tidak membosankan dan tidak membuat siswa takut hingga menyebabkan timbulnya rasa malas untuk belajar.
Selanjutnya (4/8) di hari lain saya hanya bertugas piket. Tidak ada agenda masuk ke kelas-kelas. Seharian hanya menyaksikan berbagai agenda latihan dalam menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-70. Sepotong puisi tentang Indonesia berhasil saya ciptakan. Mengisi kekosongan dengan menghasilkan karya mungkin salah satu cara mengisi kemerdekaan.
Rabu (5/8) sebagai hari saya mengajar. Saya berangkat lebih pagi dari hari biasanya. Namun, hari ini kegiatan belajar mengajar terlampau kurang efektif. Para siswa berlatih drama dan gerak jalan. Di dalam kelas pun saya tidak mengisi pelajaran bahasa Arab, tetapi sebatas sharing. Di tengah keasyikan kami sharing, ada insiden kecil dari kamar mandi. Hanya karena sebuah candaan kecil, menjadikan seisi sekolah heboh melerai pertengkaran antara dua siswi. Entah apa yang mereka pikirkan, tidak seharusnya pertengkaran itu terjadi apalagi di dunia pendidikan yang notabene menjadi kawah candradimuka.
Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka, nusa dan bangsa, hari lahirnya bangsa Indonesia. Merdeka, sekali merdeka tetap merdeka....!!! Bertepatan dengan hari peringatan kemerdekaan RI ke-70 (17/8), aktivitas belajar mengajar diliburkan dan secara khusus menjadi hari besar Nasional. Aktivitas belajar seluruhnya dipindahkan ke lapangan kecamatan Sukodono. Saya bersama teman-teman mahasiswa PPL juga mengikuti upacara dengan khidmat. Di akhir upacara, pertunjukan drama kolosal ditampilkan oleh adik-adik. Penampilannya sangat luar biasa, membawa setiap penonton pada zaman dahulu. Menancapkan rasa nasionalisme dalam sanubari mereka.
Pada pertemuan hari ini (19/8) para siswa masuk seperti biasa. Kelas pun berjalan normal seperti sedia kala. Namun dipertengahan hari, banyak panggilan-panggilan yang terdengar dari loudspeaker sekolah. Para pengurus OSIS dan masing-masing ketua kelas pun berkumpul dan membahas sesuatu yang tidak saya ketahui. Beberapa menit pembahasan yang dipandu oleh salah satu guru, menghasilkan sebuah intruksi untuk menghias kelas. Dalam rangka peringatan HUT RI lomba-lomba masih terus dilaksanakan, termasuk kebersihan kelas. Dari sinilah suasana belajar mulai tidak efektif. Saya hanya masuk kelas dan menemani mereka dalam menghias kelas. Dirgahayu Negeriku, Jayalah Selalu...!!!
Kemeriahan peringatan HUT RI ke-70 masih terasa hingga hari ini (20/8). Perlombaan antarsiswa meramaikan halaman sekolah Yayasan Hasyim Asy’ari. Baik siswa MA atau pun MTs semuanya berkumpul untuk berpartisipasi dalam perlombaan yang diadakan oleh OSIS YAHARI. Perlombaan pun berakhir ketika matahari mulai terik di atas kepala. Sebelum pulang, kami berkumpul di kantor bersama para guru. Sekedar menjalin keakraban untuk mempererat ikatan persaudaraan.
Cerita Praktek Pengalaman Lapangan terus berlanjut, suasana turun lapangan menjadi guru sungguhan nampaknya mulai tak tentram. Senin malam (24/8), kami anggota kelompak PPL 59 mendapatkan sms bahwa esok hari harus masuk sekolah semua. Entah apa yang terjadi pagi ini sehingga menyebabkan kami harus dipanggil oleh kepala sekolah. Mengusik kenyamanan strategi kami yang telah tersusun rapi.
Keesokan harinya (25/8) kami berkumpul pertama kalinya secara lengkap. Pagi ini para wali murid berkumpul untuk membahas pembiayaan anak-anak mereka selama beberapa bulan ke depan. Kami membantu para guru untuk menyiapkan acara yang diadakan di musholla. Dalam hal ini saya bertugas memimpin istighosah dan doa. Bukan menjadi hal asing bagi saya, tetapi memimpin para orang tua menjadikan saya agak grogi he he he he he. Selapas itu, kami berkumpul dan rapat koordinasi bersama kepala sekolah. Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi dan banyak cerita-cerita unik yang kami alami. Akhirnya, kami harus masuk setiap hari dengan jam lebih pagi. Apa boleh buat, inilah proses belajar.
Waktu silih berganti, cara mengajar pun semakin kompleks. Pagi-pagi sekali motor pun sudah meluncur ke tempat tujuan. Jalanan masih lengang, sepi dari kendaraan bermotor. Sehingga saya bisa sampai di sekolah lebih pagi. Kondisi di sekolah cukup menggembirakan karena hanya sedikit siswa yang terlambat. Seperti arahan dari kepala sekolah, kami menyusur kelas-kelas memastikan sudah tidak ada lagi siswa yang berada di luar kelas. Sementara itu, menjelang siang ada seorang perempuan yang tidak asing lagi bagi saya, menggunakan pakaian kebesaran bahasa Arab. Beliau akan mengadakan penelitian pendidikan dan akan mengajar di kelas saya. Dalam proses pembelajaran saya kira kurang efektif terlihat dari suasana kelas yang tidak kondusif dan tidak tercapainya pemahaman siswa. Di penghujung jam, saya menutup kelas dengan beberapa pesan dan tugas yang harus diselesaikan minggu depan. Kemudian, sebelum pulang saya sempat memberi motivasi menulis kepada beberapa siswa.
Setiap prasangka akan menimbulkan efek yang kurang sehat bagi tubuh, baik secara pribadi maupun secara umum. Tidak ada kebaikan sedikit pun pada setiap prasangka yang terus dipelihara dan dibiarkan berkeliaran tanpa ada pencegahan yang intensif. Seperti itulah gambaran suasana pagi ini, banyak prasangka yang berkeliaran. Tetapi, ketika matahari beranjak naik, prasangka tersebut berguguran satu demi satu. Keadaan kembali seperti semula. Penuh keceriaan dan canda tawa. Terlebih lagi ketika mahasiswa yang bertugas di MTs bergabung bersama kami. Sengatan sinar matahari seakan berubah menjadi kehangatan sebuah keluarga baru.
Pemandangan tak biasa nampak di pagi menjelang siang ini. Kepala sekolah memberikan tantangan bagi sebagian siswa untuk memegang tiga ekor lele raksasa yang ditangkap di sungai depan sekolah. Untungnya kami tidak diperintah sedemikian juga. Suasananya cukup meriah, mereka adalah para pengurus OSIS yang baru. Dengan acara-acara seperti ini memang bagus untuk mempererat emosional siswa. Sebagian dari mereka pun memasaknya dan beberapa usil dengan memakan ikan yang telah di masak. Praktis tidak ada ikan yang sampai di piring dengan selamat. Wah...wah...
Senin pertama (31/8), kenapa pertama karena sebelum jadwal diubah saya tidak pernah mengikuti upacara. Selain hari selasa dan rabu merupakan hari libur bagi saya. Pagi ini, perjalanan cukup padat. Hari pertama setelah libur akhir pekan. Sesampai di sekolah, saya mendapatkan barisan di belakang bersama salah satu guru yang juga terlambat. Berjalannya upacara bendera cukup khidmat hingga sampai akhirnya menjadi kurang kondusif ketika lagu yang diputar tiba-tiba mati. Pembina upacara pun menginstruksikan untuk tenang. Sampai akhir upacara, tidak ada aral yang berarti.
Selepas upacara, kami mendampingi adik-adik untuk mengaji kitab. Kitab yang dikaji adalah ta’lim mutallim. Kitab yang tidak asing lagi bagi kaum Muslimin. Menjelang siang, kami mahasiswa PPL berkumpul dan membicarakan banyak hal. Cerita seputar OSCAAR menjadi sajian hangat pagi ini. Sambil bercengkerama dengan teman-teman, saya menulis sebuah esai. Waktu terasa begitu cepat berlalu hingga sampai akhirnya kita  harus berpamitan.
Keberangkatan ke sekolah pagi ini sempat menuai aral. Pagi-pagi sekali (2/9) tepat sebelum keluar pintu kamar, ada sebuah makanan yang tiba-tiba hadir. Saya bersama teman-teman pun segera menyantapnya. Sementara itu, kondisi sekolah pada hari ini cukup teratur. Dalam pembelajaran di kelas pun menyenangkan, tapi kehadiran guru pamong membuat saya minder. Tapi semua itu hanya sesaat dan situasi pun kembali normal. Sementara itu, sisa waktu di sekolah hari ini saya gunakan untuk mencari ide untuk membantu siswa-siswi kelas 12 yang akan menulis karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir.
Cerita PPL hari ini cukup semangat (4/9). Sejak pagi hari kita sudah memasuki kelas-kelas yang kebetulan hari itu tidak ada guru yang masuk. Secara kompak kami masuk di kelas 12 IPS, karena tidak ada gurunya mereka pun berlaku seenaknya sendiri. Tapi saya apresiasi sikap mereka yang ketika kami masuk, mereka pun segera bersiap menerima pelajaran. Dengan cerita-cerita yang cukup menarik kami membuat suasana kelas menjadi nyaman. Tak begitu lama, kami beralih ke kelas 10. Ketika kami masuk ternyata ada guru pamong yang duduk di belakang. Kami pun bertebaran keluar ruangan. Kepulangan kami agak pagi karena sekolah digunakan untuk akreditasi.
Seperti hari-hari biasanya, setiap senin jalanan lebih ramai (7/9). Setiap pengendara harus lebih berhati-hati. Ramainya jalanan membuat saya sedikit terlambat untuk sampai ke sekolah. Tetapi masih sempat mengikuti upacara bendera. Upacara bendera kali ini berbeda dengan yang sudah lalu. Pembagian hadiah kegiatan agustusan membuat menarik setiap siswa. Kelas yang selama ini saya ajar mendapat juara umum. Banyak sekali nomor yang bisa mereka menangkan, saya sendiri gak nyangka, padahal mayoritas perempuan. Sementara itu, kelas-kelas terpantau tertib. Guru-guru sepertinya masuk semua sehingga kami mahasiswa PPL mempunyai waktu untuk membuat laporan.
Pagi ini (9/9) saya datang paling awal. Tapi tidak begitu lama teman-teman pun mulai berdatangan. Hari Rabu merupakan hari saya belajar. Namun, hari ini saya lebih banyak jam mengajar. Suasana kelas pun sangat sulit dikondisikan. Entah apa yang terjadi hari ini, ketika pulang sekolah sepeda motor saya terkena bola voly sehingga menyebabkan terpecahnya kaca. Ketika dalam perjalanan pulang pun, kemacetan yang sangat panjang sangat menghambat perjalanan saya. Betapa jadwal yang telah tersusun buyar seketika. Badan pun sangat lelah menghadapi hari ini.
Hari ini (16/9) kesibukan yang tak terkira bagi mahasiswa PBA. Acara festival dan yaumul araby akan dilaksanakan hari ini. Acara tahunan sebagai perayaan hari bahasa Arab. Di tengah kesibukan tersebut, masih saya sempatkan untuk mengajar di MA Hasyim Asy’ari. Dalam pembelajaran hari ini, suasana kelas terlampau tenang. Maklum saja, ada guru pamong yang ikut dalam kelas. Beberapa materi pun saya sampaikan dengan cepat mengingat minggu depan adalah pertemuan terakhir. Memang bahasa Arab cukup menyulitkan bagi mereka. Selepas itu saya pulang dahulu untuk menyaksikan jalannya acara. Alhamdulillah lancar dan keesokan harinya dimuat oleh media.
Hari ini (17/9) tidak ada kesibukan berarti. Kami hanya disibukkan oleh banyaknya guru yang tidak masuk. Kami pun secara bergantian harus menggantikannya. Sementara itu di sudut yang lain, ada perdebatan di antara kami. Salah satu sikap yang ditunjukkan oleh salah satu teman kami kurang beretika di lingkungan sekolah. Kami pun membahasnya dan menyampaikannya dengan baik.
Selain akademis, hal yang perlu dipelajari oleh setiap orang adalah belajar berorganisasi. Bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Suasana sekolah pagi ini (19/9) terlampau sepi. Seluruh guru mempersiapkan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) adik-adik OSIS yang baru. Jadwal pagi yang seharusnya diisi oleh Puskesmas setempat dibatalkan, entah karena apa.
Saya bersama teman-teman menyusul beberapa menit kemudian. Tempat yang tidak asing lagi bagi saya, karena 10 tahun yang lalu saya pernah mengikuti persami di tempat ini. Sampai di lokasi, kami disambut oleh beberapa guru yang sudah hadir. Satu per satu acara berjalan dengan baik, sampai akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bakar-bakar ikan bandeng setelah acaranya selesai.
Dini hari, acara kembali dijalankan. Dengan strategi yang telah di jelaskan oleh pembina, kami melaksanakan agenda yang disebut jerit malam. Cukup menegangkan tapi sangat asyik. Semalaman para peserta berputar-putar menjalankan agenda yang telah disusun di malam yang gelap gulita. Hingga kumandang azan subuh, acara pun segera diakhiri.
Kemudian menyambut hari raya Idul Adha, sekolah pun tak lepas dari adanya kegiatan peringatan hari besar Islam. Kami membantu dalam menyembelih seekor sapi dan membagikannya kepada yang berhak. Kami pun mendapat bagian daging. Setelah itu perjalanan dilanjutkan untuk berburu ceker lapindo, makanan khas Sidoarjo. Makanan super pedas yang menggambarkan kemarahan warga karena tanahnya dirampas.
Detik-detik perpisahan sudah di depan mata. Tak terasa dua bulan sudah waktu kami di sekolah ini. Hingga sampai waktunya pada hari Senin, 28 September 2015 kami harus berpamitan kepada seluruh warga sekolah. Kami sebagai petugas upacara bendera yang sekaligus serah terima jabatan OSIS. Dilanjutkan tasyakuran dan penyerahan kembali pihak sekolah kepada pihak kampus. Beberapa kenang-kenangan kami sematkan di sekolah ini.
Terlepas dari apa yang terjadi selama ini, marilah kita jadikan setiap peristiwa sebagai sarana perbaikan diri. Tidak ada manusia sempurna di dunia ini. Yang terpenting janganlah kita terlalu cepat sakit hati dalam mengadapi sesuatu, karena itu ciri hati yang lemah. Mari kita bergandeng tangan menyongsong Indonesia yang lebih baik.

Post a Comment

0 Comments