Jelajah Inspirasi: Bumi Laskar Pelangi Belitung


Belitung menjadi begitu populer berkat kisah Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Ini adalah novel pertamanya yang diterbitkan tahun 2005 oleh Bentang Pustaka dan diadaptasi menjadi film pada tahun 2008. Cerita Laskar Pelangi menginspirasi banyak orang. Kisah perjuangan dua orang guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam dunia pendidikan, sehingga berhasil memajukan pendidikan di salah satu desa terpencil di Belitung. 

Laskar Pelangi sendiri merupakan sebutan wali kelas kepada kesepuluh anak-anak yang menjalani hidup dengan segala keterbatasan, namun tetap berani bermimpi. Kesepuluh anak itu menggemari pelangi yang mewarnai hari-hari mereka. Dari Laskar Pelangi kita belajar arti sebuah mimpi, bahwa kesuksesan harus di tempuh dengan sebuah perjuangan, pantang menyerah, memiliki akhlak mulia, dan berbakti kepada orang tua.

18 tahun sejak kemunculan Laskar Pelangi, saya baru berkesempatan menginjakkan kaki di tanah Belitung. Tentu tujuan utama dalam rangka kerja-kerja pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa. Setelah menuntaskan tugas-tugas utama, saya bersama rombongan menuju Tanjung Kelayang. Kami akan menyeberang menggunakan perahu menuju Pulau Lengkuas, kami terbagi dalam tiga perahu.

Perjalanan menuju Pulau Lengkuas kurang lebih 1 – 1,5 jam. Cahaya matahari tak begitu nyata, sementara awan-awan berkumpul memenuhi langit. Ombak pun tampak tinggi, menggetarkan seisi perahu agar mengikuti ritmenya. Sebelum sampai di Pulau Lengkuas, kami mampir di sebuah batu besar di tengah laut. Bergantian, kami mengambil foto untuk mengabadikan momen dengan spot foto batu besar. Puas berfoto, kami melanjutkan perjalanan. Langit pun tampak semakin gelap, namun belum ada tanda-tanda akan turun hujan. Pulau Lengkuas semakin dekat, ditandai dengan adanya mercusuar yang semakin besar, tanda posisi perahu semakin dekat dengan tujuan.

Pulau Lengkuas merupakan sebuah pulau dengan bangunan mercusuar tua yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1882. Hal yang menarik, mercusuar ini masih berfungsi sebagai pemandu kapal yang akan keluar masuk dermaga Pulau Belitung. Mercusuar ini terdiri atas 12 lantai yang memiliki jendela di setiap lantainya, sehingga memberikan kesempatan bagi pengunjung yang menaiki mercusuar ini untuk beristirahat dan menikmati pemandangan yang indah dan beragam dari setiap lantai di dalam mercusuar ini.

Tidak menunggu lama, kami sampai di Pulau Lengkuas. Pasir putih kecoklatan seakan menyapa setiap penumpang yang turun dari perahu dengan kelembutannya. Dari sudut yang berlawanan arah jarum jam, tampak pengunjung lain berfoto dengan latar belakang batu besar. Saya pun menuju ke sana setelah berfoto bersama rombongan dengan latar belakang mercusuar.


Batu-batu besar yang tertata sedemikian rupa seakan tak tergoyahkan. Sempat terpikir bagaimana batu-batu besar ini tersusun dan terbentuk. Jarang ditemui di pantai-pantai Jawa. Saya pun memberanikan diri untuk menaiki batu-batu besar itu dan melangkah dari satu batu ke batu yang lain dengan sangat berhati-hati. Bagian bawah batu ini terlihat sesekali terkena air, sehingga tumbuh tumbuhan perintas yang membuatnya licin. 

Hujan deras turun secara tiba-tiba. Langit berubah menjadi hitam kelam. Angin berhembus kencang, dan perahu-perahu yang bersandar menunggu para penumpangnya di Pulau Lengkuas, tampak bergoyang mengikuti arah angin. Kami berhamburan berlari, berteduh di sekitar mercusuar. Beberapa dari kami mencari toilet, mungkin karena udara dingin. Saya pun mengikuti beberapa kawan yang sedang mencari toilet. Air di toilet yang kami temukan terasa asin.

Beberapa orang dari rombongan lain menuju perahunya. Hujan mulai reda, namun tetesan air masih terasa besar. Kami pun masih menunggu, berteduh di tempat yang sama. Tampak perahu dari rombongan lain susah payah bergerak, di tengah langit gelap, gerimis dan angin yang masih kencang. Beberapa menit kemudian, kami pun menuju perahu. Awan hitam sudah tampak bergeser, gerimis masih ada, namun angin sudah tak berhembus kencang. Dari Pulau Lengkuas, perahu bergerak menuju Pulau Penyu. Perjalanan kurang lebih 30 menit. Setiap penumpang saling bercengkrama, membahas obrolan masing-masing.

Perjalanan menuju Pulau Penyu melewati batu besar yang terlihat seperti kepala burung. Setiap dari kami berpose, mengabadikan kenangan. Tidak berselang lama, beberapa orang rombongan dari perahu lain menceburkan diri ke laut, tentu dengan alat snorkling yang sudah disiapkan. Sementara di perahu kami belum ada yang berani turun. Saya bersiap, berganti pakaian, dan mengamankan barang-barang berharga. Setelah siap, saya pun menceburkan diri ke laut. Arus tampak kuat, dengan kemampuan berenang dasar, saya tidak berani jauh dari perahu. Beberapa kali saya naik ke perahu untuk mengambil nafas, dan menceburkan diri lagi. Pemandangan bawah laut cukup indah, ikan-ikan saling berinteraksi, dan terumbu karang menghiasi alam bawah laut.

Kami bersnorkling di sekitar Pulau Penyu. Pulau Penyu tampak lebih banyak penjual, kami pun turun dari perahu untuk mencari kehangatan. Teh hangat, pisang goreng, indomie, menjadi sajian yang cukup nikmat. Beberapa dari kami berganti pakaian. Puas menikmati jajanan, kami pun segera menuju daratan. Menuju destinasi selanjutnya.


Kami bergeser menuju lokasi syuting film Laskar Pelangi. Di sekitar lokasi banyak penjual yang menawarkan dagangannya. Saya bergegas menuju titik lokasi syuting, melewati batu besar, dan jembatan yang dibuat dan dikelola oleh warga setempat. Saya berdiri di batu yang paling besar, menikmati hamparan laut yang membiru, dan bebatuan yang besar-besar. Beberapa orang bermain jetsky, berputar-putar membentuk gelombang kecil. Saya pun mengabadikan momen ini, berdiri di batu besar tempat syuting Laskar Pelangi. Puas berfoto dan menikmati suasana alam, kami bergeser menuju tempat oleh-oleh. Kami memilah dan memilih untuk dijadikan oleh-oleh keluarga, kerabat dan saudara.





Post a Comment

0 Comments