Bumi, Seni dan Pembangunan


Earth Without Art is Just Eh.Bumi tanpa seni hanyalah ‘eh’.Sebuah adagium yang sangat populer di kalangan seniman dan masyarakat pecinta seni. Satu kalimat yang bisa bermakna sarkas, sebagai peneguhan bahwa seni bagian yang tak terpisahkan dari bumi. Kata art merupakan potongan dari kata e’art’h,tanpa art kata earthhanyalah ehyang bebas makna. Sedangkan dalam bahasa Arab, bumi dikatakan sebagai ardh. Secara fonologi mempunyai kemiripan dengan kata art. Bahkan dalam budaya Azerbaijan, ketika seseorang ingin mengungkapkan isi hatinya yang sedang berbunga-bunga, mereka akan mengatakan seni seviram. Hal ini menegaskan bahwa seni menjadi sesuatu yang tak terpisahkan bagi kehidupan manusia di muka bumi.

 

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Setiap daerah mempunyai adat istiadat yang harus dihormati. Sebagai peribahasa yang mempunyai misi tenggang rasa dan saling menghormati antar-sesama manusia. Sebuah pulau di Indonesia, dikenal sebagai Pulau Dewata. Selain karena penghormatan terhadap dewa yang diyakini, juga menyimpan banyak cerita tentang makna penyatuan antara keyakinan, falsafah dan kebudayaan. Tradisi bertahan dengan baik, ketika kebiasaan hidup mencerminkan kesatuan dari ketiganya. Menerjemahkan kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam satu napas kehidupan.

 

Hubungan kebudayaan dengan banyak hal menjadi unsur misterius. Tak mudah dipahami oleh banyak orang. Menurut Koentjaraningrat, ada 7 unsur kebudayaan universal diantaranya: bahasa, sistem pengetahuan, kemasyarakatan atau organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, mata pencaharian, religi dan kesenian. Sedangkan para pemikir Sekolah Frankfurt menganggap budaya dan estetika mengandung dimensi eksistensial yang paling puncak.

 

George Lukas dengan realisme sosialnya menganggap bahwa kebudayaan bukan sekadar daya artistik imajinatif yang terpisah dari realitas kehidupan masyarakat. Manusia dalam masyarakat menjadi yang utama dengan makna kehidupan sebagai sudut pandang. Hari ini sebagai pusat pergerakan masyarakat yang dipengaruhi masa lalu dan menentukan masa depan.

 

Walter Benjamin dengan mesianistiknya menganggap bahwa kesenian sebagai produk kebudayaan mempunyai aura produksi yang abstrak dan tidak bisa dijelaskan. Aura produksi yang dimaksud adalah otentisitas. Benjamin menitikberatkan pada originalitas, bahwa setiap karya seni mempunyai keotentikan, baik dalam wujudnya maupun proses pembentukannya. Karya seni orisinil menurut Benjamin ada di lokasi dan sejarah tertentu, mempunyai ruang yang berbeda dan waktu yang tak sama.

 

Bertold Brecth senada dengan Benjamin yang menekankan bahwa dalam berkarya harus menciptakan segala sesuatu yang benar-benar baru, karena yang lama telah terkorupsi. Perhatian Brecth terpusat pada karya seni sebagai pembangkit kesadaran. Seni yang tidak politis, adalah seni yang bersekutu dengan kelas penguasa.

 

Sementara Theodor Adorno dengan kritis emansipatorisnya mempertanyakan asumsi-asumsi dasar estetika yang selama ini menganggap peran subjek atau nilai karya seni itu ahistoris, lepas dari sejarah, politik, budaya, ekonomi, hukum dan agama. Ada unsur-unsur tertentu yang membuat karya seni tidak bisa lepas sama sekali dari masa lalu.

 

Galeri Seni Kontemporer Berbasis Teknologi

Pembangunan menjadi indikator penting dalam kehidupan manusia. Menjadi alasan dasar kemajuan dalam menciptakan perubahan. Tidak sedikit manusia yang mencitrakan diri sebagai agen perubahan atau pelopor kemajuan dengan berbagai ide dan usahanya. Namun, apa yang disebut pembangunan tidak selalu dimaknai sama oleh setiap orang. Bagi kontraktor, pembangunan adalah penciptaan gedung-gedung fisik yang membuat setiap mata terpana. Bagi pelestari alam, pembangunan adalah upaya menjaga kelestarian alam dengan pola hidup alamiah menjaga keseimbangan alam. Bagi aktivis HAM, pembangunan adalah upaya agar setiap jiwa mendapat keadilan sebagai jalan kesejahteraan.

 

Beragam makna dan beribu arti pembangunan dicitrakan. Dunia modern dengan kecanggihan teknologinya, perlahan tapi pasti membawa pemaknaan yang berbeda dan seakan berusaha menguasai dunia. Teknologi menjadi indikator yang tak bisa ditinggalkan bagi kehidupan manusia modern. Manusia seakan tergantung sepenuhnya dengan kemajuan teknologi, bahkan tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi yang mengontrol cara hidup manusia modern.

 

Kemajuan teknologi menjadi indikator kesuksesan pembangunan. Sehingga manusia beranggapan bahwa kesuksesan ditandai dengan kepemilikan barang-barang yang dianggap sebagai ukuran kemajuan di masanya. Semua aspek kehidupan seakan-akan diciptakan serba praktis, otomatis, dan sistematis. Dari hal terkecil individual sampai segala hal yang sifatnya komunal tak bisa lepas dari teknologi.

 

Seni sebagai produk kebudayaan menjadi satu di antara banyak hal yang menjadi perdebatan di kalangan para seniman. Rencana pembangunan galeri seni kontemporer berbasis teknologi sebagai salah satu efek dari pengaruh teknologi. Hal ini menjadi perdebatan bagi siswa-siswa Sekolah Frankfurt terhadap adanya teknologi dalam kebudayaan, sehingga menciptakan sebuah karya seni yang berbeda dan tak pernah terpikirkan sebelumnya.

 

Bagi Lukacs, pembangunan galeri seni kontemporer berbasis teknologi akan membawa manusia pada keterasingan. Sebab utamanya tentu seni bukan lagi menjadi dirinya sendiri, seni telah menjadi komoditi yang menggantikan manusia. Kemajuan teknologi akan menjadi kebanggaan dan manusia akan lupa diri. Galeri seni kontemporer tersebut akan dianggap sebagai simbol kebudayaan. Padahal apa yang disebut kebudayaan dan seni adalah sesuatu yang alamiah. Terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan manusia, terlepas dari kepentingan ekonomi yang bersifat konkret maupun abstrak. Konkret dalam arti memberikan keuntungan materiil atas seni yang dikomoditikan atau abstrak dalam arti memberikan keuntungan yang tak tampak. Manusia menjadi sekunder setelah teknologi yang mengemas seni sedemikian rupa.

 

Kemajuan teknologi menjadi ukuran kemajuan kebudayaan manusia. Dalam hal ini teknologi bisa diartikan sebagai hasil keatifitas manusia. Manusia menjadi penemu sekaligus penggerak teknologi sebagai buah perenungan dan ekspresi manusia. Menjadi unsur utama dalam perkembangan kebudayaan. Teknologi dipandang sebagai bagian dari kebudayaan, bukan sesuatu yang berbeda atau berseberangan dengan kebudayaan yang selama ini dianggap manual. Teknologi juga bagian dari ekspresi manusia dalam membuat dan membentuk kehidupan agar hidup menjadi lebih baik. Galeri seni kontemporer sebagai wujud dari perhatian akan kemajuan-kemajuan teknologi sebagai hasil kreatifitas manusia.

 

Berbeda halnya dengan Benjamin Franklin, yang terpenting dari sebuah penciptaan adalah orisinilitas. Sebuah penciptaan dipandang otentik hanya jika ditemukan di suatu tempat dan waktu tertentu. Sehingga menciptakan aura tertentu dan karya seni akan tetap menjadi menarik. Hal ini seperti Joger di Bali, tidak ada toko cabang yang menjual produk Joger selain di satu tempat itu. Meskipun produk yang dijual diperbanyak oleh mesin dan bukan satu-satunya, hal tersebut sudah membuat Joger menarik. Joger sebagai identitas Bali, membawa status sosial tersendiri dalam masyarakat. 

 

Pembangunan galeri seni sangat diperlukan masyarakat. Namun Benjamin menganggap penggunaan teknologi menghilangkan aura sebuah karya seni. Teknologi membuat karya seni bisa ditemukan di banyak tempat. Namun jika penggunaan teknologi hanya di tempat dan waktu tertentu, saya kira bukan menjadi masalah. Galeri karya seni dengan teknologi terbarukan dibuat sedemikian rupa hanya bisa ditemukan di tempat dan waktu tertentu. Galeri karya seni berbasis teknologi kontemporer tidak akan kehilangan auranya. Otentik dan satu-satunya, namun perlu aturan untuk menjaga keotentikannya.

 

Sementara Adorno, lebih bersepakat dengan Benjamin dan berhadapan dengan Lukacs dalam ranah konseptual ini. Idealisme masyarakat kapitalis kontemporer berwujud teknologi sebagai puncak rasio manusia. Manusia yang mengendalikan alam dengan rasionya, namun pada akhirnya, manusia akan dikendalikan oleh rasionya yang berwujud teknologi tersebut.

 

Beasiswa Seniman

Pemberian beasiswa kepada 10 seniman dalam mengembangkan kesenian dengan sebebas-bebasnya, untuk meningkatkan kreatifitas tanpa direpotkan oleh isu politik, ekonomi dan sosial. Ada 3 unsur yang saling berkaitan dan membentuk kondisi sosial tertentu, yaitu pemberi beasiswa, penerima beasiswa sebagai individu maupun dalam komunitas dan produk kesenian itu sendiri.

 

Pemerintah membantu seniman dengan memberikan beasiswa. Di satu sisi kebijakan tersebut tampak sebagai sesuatu yang seakan-akan mendukung seniman sepenuhnya. Namun, di satu sisi sebagai jalan lain untuk menguasai. Membantu sebagai cara terbaik menguasai. Nama lain dari relasi adalah kekuasaan, pemerintah menciptakan relasi-relasi untuk menegaskan kuasanya.

 

Tercipta kelas berdasarkan pemerolehan bantuan. Seniman penerima beasiswa akan berbeda dengan seniman yang tidak menerima beasiswa. Penerima beasiswa menikmati fasilitas dan selainnya tidak, hal ini akan berpengaruh terhadap produk karya seni yang tercipta. Jika kebijakan ini berkelanjutan, maka seniman akan berlomba menciptakan karya seni bukan sebagai sarana ekspresi, melainkan untuk menjadi salah satu dari penerima beasiswa. Seni bukan menjadi dirinya sendiri, karya seni telah menjadi komoditas untuk dijual.

 

Kondisi tersebut menurut Lukacs akan menciptakan reifikasi di masyarakat. Reifikasi tersebut bukan dalam bentuk kepemilikan barang, namun kepemilikan status penerima beasiswa. Masyarakat akan beranggapan bahwa kesuksesan seniman ditandai dengan diterimanya menjadi salah satu penerima beasiswa. Seniman akan teralienasi dengan dirinya sendiri, Karya seni diciptakan bukan lagi sebagai sarana berekspresi natural manusia sebagai pusat kehidupan, melainkan menjadi jalan untuk mendapatkan beasiswa. Seni kehilangan daya kritisnya kepada pemberi beasiswa dalam hal ini penguasa.

 

Sedangkan menurut Benjamin Franklin, pemberian kebebasan kepada seniman akan membawa angin segar. Melepaskan penggunaan teknologi sebagai alat pemroduksi massal akan menjaga karya seni tetap beraura. Aura kebebasan yang tercipta pada ruang dan waktu tertentu. Benjamin lebih mendukung pada program ini dan akan menentang penggunaan teknologi dalam proses produksi masal karya seni.

 

Sementara Adorno berargumen mengenai kapasitas subversive yang mendobrak dalam representasi yang benar dan objektif atas realitas dalam modernism. Kebebasan yang diberikan oleh penguasa merupakan kebebasan semu, pemberian beasiswa tersebut justru secara tidak langsung mematikan daya dobrak karya seni atas realitas dalam modernism. Kebebasan yang bersumber dari pihak yang menginginkan ketundukan atas stabilitas pemerintahan adalah pedang yang membunuh hakikat kebebasan itu sendiri. Kebebasan sebagai kesadaran bahwa karya seni harus mendobrak kemapanan yang tampaknya sedang baik-baik saja.

 

Ruang Terbuka Kebudayaan Terintegrasi

Pengadaan ruang terbuka bagi ekspresi kebudayaan dan kesenian menyatu dengan taman kota dan fasilitas hiburan rakyat lainnya. Ini berarti karya seni sebagai produk ekspresi kebudayaan dipaksa untuk teratur dan menjadi komoditi bersama fasilitas hiburan rakyat lainnya seperti gedung bioskop, food-court, shopping mall, museum perjuangan dan lain sebagainya. Seni menjadi tontonan dan harus mengikuti permintaan pasar. Hal yang menurut Lukacs, seni telah tercerabut dari akarnya sebagai realitas kehidupan sehari, meskipun masih ada peluang ruang terbuka tersebut digunakan sebagai pembangkit kesadaran masyarakat luas. 

 

Berbeda halnya dengan Brecht, ruang terbuka kebudayaan yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas public akan semakin mempermudah aktivitasnya dalam mempertontonkan teaternya. Terlepas dari apakah penonton bersikap kritis atau sekedar memposisikan teater sebatas tontonan seperti halnya yang lain. Ruang terbuka akan memberikan kesempatan tersendiri bagi Brecht dan teaternya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa kondisi yang tampaknya baik-baik saja itu sedang tidak baik-baik saja. Meski tidak semua pengunjung sadar akan hal itu, Brecht akan berupaya membangkitkan kesadaran dengan teaternya. Seni yang tidak ada tujuan politis adalah seni yang berpihak pada penguasa.

 

Sementara Adorno, mengevaluasi sejauh mana upaya Brecht dalam memberikan dampak yang mencerahkan dengan teaternya. Brecht memang bertujuan untuk membongkar kepalsuan apa yang sedang dihadapi masyarakat kapitalis dan menunjukkan kekuatan-kekuatan esensial yang dimiliki masyarakat. Mengingkari bahwa fasisme merupakan organisasi raksasa dan menganggap remeh para penggerak fasisme.

 

Seniman Masuk Sekolah

Peningkatan literasi secara masif guna meningkatkan nasionalisme peserta didik dengan masuknya seniman ke sekolah-sekolah perlu disambut baik. Selain untuk mengenalkan sumbangan kesenian bagi kemajuan bangsa, dengan masuknya seniman ke sekolah menciptakan konektivitas antara institusi pendidikan dengan para seniman yang real menekuni bidangnya. 

 

Ketika seniman masuk sekolah, seni dibentuk sedemikian rupa agar sesuai dengan aturan-aturan institusi pendidikan. Nampaknya Lukacs akan menentang program ini karena mencabut seni dari realitas kehidupan manusia. Menjadi komoditas untuk memenuhi kebutuhan institusi. Hal ini baik sebagai pemantik, namun siswa perlu menindaklanjutinya dengan belajar di masyarakat. Bukan sebatas pelajaran di sekolah, namun perlu ada keberlanjutan dalam mempelajari seni sebagai realitas kehidupan sehari-hari di masyarakat.

 

Bagi Adorno, seniman masuk sekolah akan membentuk identitas siswa. Keadaan yang dibangun untuk membentuk kesadaran akan kebudayaan. Hal ini perlu dilakukan di sekolah-sekolah. Meski proses belajar seni di sekolah sangat terbatas dan jauh dari identitas seni yang sebenarnya, justru dari nonidentitas ini kesadaran terbangun. Menciptakan keadaan untuk membentuk kesadaran hakiki.

 

Penghargaan Karya Cipta

Pemberian penghargaan kepada seniman yang karyanya mampu menciptakan kesadaran masyarakat untuk mendukung program pembangunan pemerintah kota. Pemerintah menggunakan kesenian sebagai upaya menggalang dukungan atas dasar kemajuan. Kemajuan suatu kota yang indah dan nyaman impian setiap orang, namun mendukung setiap agenda pemerintah perlu dipikirkan kembali. Apalagi menggunakan seniman dengan kreatifitasnya untuk mengontrol stabilitas pemerintahan. 

 

Brecth dengan teaternya yang mengambil sikap impersonal dan menjaga jarak dengan kepentingan tentu akan menolak hal ini. Kesenian yang digunakan untuk menggalang dukungan penguasa sudah kehilangan fungsinya. Teater Brecth justru berupaya menggalang dukungan masyarakat dalam arti membangkitkan kesadaran bahwa keindahan yang dikontrol penguasa sebenarnya keindahan semu. Perlu upaya-upaya kritis terhadap segala apa yang digunakan penguasa dalam menciptakan keindahan tersebut. Penghargaan karya cipta menentang semangat teater Brecht yang berusaha menjaga jarak dengan membangkitkan kesadaran masyarakat terutama kaum proletar bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. 

 

Adorno menganalisis bahwa penghargaan karya cipta untuk mendukung pemerintah akan membawa orang untuk larut pada kondisi riil kehidupan sehari-hari dalam kapitalisme kontemporer. Membangun alur pemikirannya mengenai karakter pendobrak karya seni yang autentik. Karya seni kehilangan karakter pendobraknya ketika digunakan untuk mendukung program pembangunan pemerintah. Definisi kemajuan oleh pemerintah tentu berbeda dengan apa yang dimaksud oleh masyarakat. Karya seni justru kehilangan ruhnya ketika tidak menjadi pendobrak atau mengkritisi apa yang dimaksud oleh pemerintah sebagai kemajuan.  

Post a Comment

0 Comments