Satu Aksi Beragam Misi

Nama lain dari masa depan adalah perjuangan. Tercipta dari rasa takut atau kekhawatiran akan hidup yang tak menentu. Namun, esensi sejati dari hidup bukan di masa depan maupun di masa lalu, melainkan di masa kini. Meskipun tahu akan hal itu, manusia seringkali membayangkan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan. Hal tersebut memaksa manusia untuk bergerak, memujudkan keinginan-keinginan yang ada dalam pikiran dengan dalih memperbaiki hidup di masa depan. 
Keinginan akan selalu berkembang dan bertransformasi dari generasi ke generasi. Tidak jarang keinginan-keinginan tersebut diwariskan, sehingga berpotensi menciptakan gejolak laten. Membuat nalar individu memberontak, bergerak membangun aksi massa di jalanan. Dalam rangka membangun massa aksi ini, Sukarno dalam Indonesia Menggugat pernah berkata,” Kami memberikan rakyat kursus-kursus dan majalah-majalah agar rakyat mengetahui seluk-beluk perjuangan, mengetahui apa sebab ia berjuang, buat apa ia harus berjuang, dengan apa ia harus berjuang.” Artinya, agar rakyat tidak menginjaki jalan yang salah dan tidak pula seperti kambing, mengikuti saja tuntunan tanpa ikut memikir. 
Setiap peristiwa dalam hidup saling berkaitan. Keterkaitan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan ada suatu penggerak dibelakang setiap apa yang tampak. Aksi turun ke jalan yang dipelopori mahasiswa mendapat respon yang beragam dari masyarakat. Ada yang mendukung,  tidak sedikit yang mencibir. Para pendukung tentu berpendapat, kalau bukan mahasiswa siapa lagi. Sedangkan yang mencibir beranggapan bahwa gerakan turun ke jalan hanya sekedar nostalgia masa lalu. Situasi dan tekanan jauh berbeda dengan reformasi masa lalu.
Terlepas dari opini yang berkembang, terlihat dengan jelas bahwa aksi yang tampaknya satu mempunyai beragam misi. Pertama, mahasiswa yang murni berdemo menuntut perbaikan pasal-pasal krusial pada revisi UU. Kedua, mahasiswa pro-khilafah ala HTI yang sejak lama telah menyusup ke kampus-kampus dan gencar buat tagar provokasi di medsos. Ketiga, tragedy demonstrasi Papua yang tak berkesudahan.
Kelompok pertama, mahasiswa yang murni berdemo sebagai respon atas RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Mineral dan Batu Bara, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan UU Komisi Pemberantasan Korupsi. Mahasiswa menuntut agar DPR melakukan pembahasan ulang terkait pasal-pasal bermasalah. Selain itu, mahasiswa menuntut agar presiden mengeluarkan perpu untuk mencabut UU KPK yang dianggap melemahkan tugas pemberantasan korupsi.
Kelompok kedua, massa pro-khilafah ala HTI yang memanfaatkan momentum untuk membuat kerusuhan dengan tujuan negara chaos. Apapun tuntutan demonstrasi, tidak terlalu penting bagi mereka. Tujuannya tetap mendirikan negara khilafah. Tagar #2019gantipresiden bertransformasi menjadi #turunkanjokowi. Tagar-tagar ini akan terus bermunculan siapapun presidennya. Hal tersebut membuat para pendukung Jokowi kembali unjuk gigi, kali ini dengan tagar #kamibersamajokowi dan #jokowitidaksendiri. Memang tidak semua oposisi bagian dari HTI yang telah resmi dibubarkan pemerintah. Namun, barisan sakit hati HTI akan terus memanfaatkan momentum untuk mengacau negara dan mendirikan negara khilafah palsu ala-HTI.
Kelompok ketiga, demonstrasi yang tak berkesudahan di tanah Papua. Berbagai opini berkembang, dari isi SARA hingga gerakan separatis. Aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa di Papua disinyalir digerakkan oleh kelompok separatism untuk menunjukkan eksistensi mereka pada dunia. Aksi-aksi tersebut dilakukan ketika agenda Internasional sedang berlangsung. Dalam forum Internasional, Indonesia sering diserang negara-negara Asia Pasifik untuk melakukan referendum di Papua. Namun, hal tersebut ditolak oleh PBB dan Papua tetap menjadi bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Jokowi akan bertemu dengan perwakilan mahasiswa untuk mendengarkan aspirasi mereka. Beragam peristiwa dan tragedi telah terjadi sepanjang aksi. Yang terpenting dalam sebuah aksi adalah seperti apa yang dikatakan Sukarno, mengetahui apa sebab ia berjuang, buat apa ia harus berjuang dan dengan apa ia harus berjuang. Karena berjuang sebagai wujud pelaksana kata-kata, yang tampaknya mati, tapi bergerak dalam hati dan diwujudkan dalam aksi. Salam Perubahan!

Post a Comment

0 Comments