Bogor - Kementerian Agama Republik Indonesia melalui
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Lektur Khazanah Keagamaan, dan
Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat melakukan penelitian folklor
keagamaan yang ada di Nusantara, baik yang bersumber dari ajaran Islam dan
ajaran agama lainnya.
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Puslitbang) Lektur Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia Muhammad Zain, tema besar yang
digali dari folklor-folklor tersebut adalah tentang moderasi atau harmoni dalam
kehidupan beragama atau suku bangsa.
“Penelitian folklor yang dikumpulkan
sudah banyak banget, jumlahnya ribuan,” ungkap Muhammad Zain di sela Seminar
Hasil Penelitian Folklor Keagamaan Nusantara di Hotel Swiss Bell, Kota Bogor,
Jawa Barat, Senin dan Selasa (14-15/10). Menurut Zain, folklor memiliki fungsi
dalam melanjutkan tradisi intelektual dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Tak hanya itu, folklor juga menunjukan kecerdasan otentik dalam
sebuah bangsa.
“Dari ragam folklor, Indonesia kaya
dengan budaya, kedua, kaya dengan imajinasi, dan mengandung pesan-pesan luhur.
Foklor ini juga menunjukkkan kepada dunia bahwa orang Indonesia punya peradaban
tinggi seperti Arab, India, China,” jelasnya.
Namun, kata Zain, saat ini folklor-folklor tersebut masih dalam bentuk
arsip penelitian sehingga belum termanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
Karena itu, pihaknya berencana mempublikasikannya dalam bentuk yang mudah
diterima, terutama oleh generasi muda.
Caranya kata dia, akan mengundang ahli
bahasa, untuk memberikan saran penyajiannya agar tidak sia-sia. “Saya minta dari sekian ribu folklor itu
diseleksi sekitar 40 folklor yang kira-kira intinya inti, dipilih, disajikan
dalam bentuk karikatur atau komik, dan kalau bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dan bahasa Arab,” katanya.
Dalam seminar tersebut Pusat Penelitian
dan Pengembangan (Puslitbang) Lektur Khazanah Keagamaan, dan Manajemen
Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia
menyajikan hasil penelitian folklor di beberapa daerah yaitu Cirebon, Kuningan,
dan Ciamis (Jawa Barat), Pati, Pekalongan (Jawa tengah), Yogyakarta, Aceh,
Banyuwangi (Jawa Timur), Ambon (Maluku), Jambi, dan Bengkulu.
Seminar yang dibuka Kepala Lektur
Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI Muhammad Zaid tersebut, dimulai dengan pemaparan
penelitian Asep Saefullah di Cerebon, Kuningan, dan Ciamis. “Foklor adalah
kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui contoh
yang disertai gerak isyarat atau pembantu pengingat,” katanya.
“Foklor lisan adalah foklor yang
berbentuk murni yang bentuknya terdiri atas, satu, bahasa rakyat, dua, ungkapan
tradisional, tiga, pertanyaan tradisional, empat, sajak dan puisi rakyat, lima,
cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat,” jelas Asep menyampaikan definisi
dari James Danandjaya dalam buku Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan
lain-lain.
Menurut Asep foklor, di antaranya cerita
rakyat dapat menjadi salah satu media menyampaikan pesan-pesan religius dan
moral dari generasi tua kepada generasi muda. Di daerah Panjalu, Ciamis,
misalnya, Asep menemukan cerita tentang Prabu Borosngora. Ia masuk Islam pada
tahun 1537 di Makkah setelah ketemu Sayidina Ali. Pada pertemuan itu, Prabu Borosngoora
diberi oleh-oleh sebuah pedang sakti, air Zamzam, dan jubah. “Air Zamzam yang
dibawa dari Makkah itu kemudian sekarang menjadi Situ Lengkong yang hingga saat
ini jadi cagar alam seluas 15 hektar,” katanya.
Foklor tersebut, menurut Asep, memiliki
banyak makna, di antaranya adalah misi dari leluhur masyarakat Sunda di daerah
Panjalu agar anak cucunya menjaga lingkungan hidup, salah satunya hutan yang
menjadi cagar alam sekarang itu. Selain foklor yang bernuansa Islam, seminar
tersebut menyajikan foklor dari agama-agama lain seperti katolik di Ambon.
“Ambon kaya cerita rakyat, bahkan lebih kuat budaya lisannya daripada tradisi
tulisnya. Namun, cerita rakyat Maluku sangat memprihatinkan, sudah banyak
hilang,” ungkap Masmedia Pinem yang meneliti foklor Maluku, di antaranya Foklor
Rasul Joseph Kam.
Sumber: www.nu.or.id
0 Comments