Sisi Positif Warok



Tersebutlah pada jaman itu beberapa jawara dengan sebutan warok yang mempunyai hubungan saudara sepeguruan yang bernama Gunoseco, Suromenggola dan Surokento yang berguru pada warok Singokubro. Singokubro adalah sesepuh warok yang tinggal di Gunung Srandil yang jaraknya 24 kilometer sebelah barat kota Ponorogo (sekarang). Gunoseco mempunyai wilayah kekuasaan di daerah Kecamatan Sinan (sekarang), Suromenggolo mempuyai wilayah kekuasaan di Cakromenggalan, sedangkan Surokerto wilayah kekuasaannya di Slahung. Ketiga kakak beradik sepeguruan ini mempunyai sifatnya berbeda, Gunoseco sikapnya kasar, Suromenggolo sifatnya lemah lembut sedangkan yang termuda Surokerto sifatnya ugal-ugalan.

Perselisihan antar warok terjadi, ketika Suromenggolo diminta bantuan oleh Bupati Trenggalek untuk menjaga keamanan di wilayahnya. Bupati Trenggalek mempunyai putra yang tampan bernama Raden Mas Broto yang ketika itu sudah menjalin kasih dengan Suminten putri dari Gunoseco. Namun ketika melihat Cempluk yang cantik putri dari Suromenggolo, Raden Mas Broto meninggalkan Suminten. Hal ini membuat marah Gunoseco yang sangat menginginkan putrinya untuk menikah dengan Raden Mas Broto yang anak Bupati, demi mengangkat derajat keluarga. Merasa disepelekan, Gunoseco menantang Suromenggolo untuk bertarung. Tidak ada kekalahan dan kemenangan diantara keduanya. Cerita ini dalam ketoprak dikenal dengan Suminten edan.

Warok pada jaman sekarang ditampilkan sebagai sosok yang berbadan besar, berkumis dan kasar, namun sebetulnya warok adalah seseorang yang keting yaitu berbadan kecil, tinggi sedang dan lincah, karena tokoh ini sebetulnya orang yang rajin menjalankan laku tirakat.  Warok merupakan sesepuh yang wajib memberikan wuruk-wulang kepada muridnya tentang kawuruhan Jawa. 


Generasi sekarang mengenal Warok sebagai bagian dari Reog. Namun, warok merupakan cerita yang berdiri sendiri dan ada sebelum muncul Reog. Warok adalah seorang prajurit tangguh dengan segala kesaktiannya yang sangat mumpuni. Cerita ini berlatarbelakang Kadipaten Wengker pada masa Kerajaan Majapahit yang diceritakan oleh Pak Bandi tokoh budaya dari Trowulan yang juga seniman Reog dan Pak Agus Reog, tokoh kesenian Reog yang tinggal di Sukodono Sidoarjo dan salah satu pendiri perkumpulan Reog di Ponorogo.

Post a Comment

0 Comments