Dzikir, Pikir dan Amal Sholeh dalam Perspektif Budaya Nusantara


Tidak semua yang baik adalah benar, dan hanya sedikit kebenaran yang berakhir kebaikan. Sebuah pilihan harus didasari dengan analisis yang matang, sehingga dugaan yang muncul sebisa mungkin mendekati kebenaran. Terkadang banyak orang yang terlalu cepat dalam membuat keputusan. Indera sering kali tertutupi oleh tabir yang dibuat oleh diri sendiri. Kebenaran sebagai cahaya Illahi sering kali dimanipulasi untuk mencapai hasrat, keinginan, kepentingan, dan kepuasan diri.

Hasrat, harapan, keinginan, adalah kekuatan penggerak dari seluruh manusia. Setiap langkah menentukan pijakan sebagai batas pembeda. Banyak orang menjalani hidup dan mereka begitu menginginkan banyak hal. Begitulah realitas yang terjadi, keinginan membuat setiap jiwa menembus berbagai hal untuk mengejar apa yang diinginkannya. Pergulatan keinginan dan goresan kepentingan yang lahir dari setiap jiwa menorehkan peristiwa menarik dalam hidup. Namun, apakah setiap manusia mengetahui kemana arah dan langkah kakinya?

Beragam cerita beribu kisah sebagai pengantar dalam menyikapi reinkarnasi peristiwa yang terjadi, menentukan perjalanan hidup manusia. Dari berjuta narasi perjalanan hidup manusia hanya ada dua arah yang akan dilalui setiap manusia, kesulitan dan kemudahan. Banyak manusia yang menginginkan jalan terbaik dalam hidupnya. Namun, mayoritas manusia hanya hidup dalam dunia ide. Keinginan selamanya menjadi angan-angan ketika tidak ada daya upaya dalam mengaktualisasikan setiap potensi yang ada dalam diri. Sungguh kita tidak berdosa untuk bermimpi besar, namun kita menjadi bersalah ketika bangun kemudian tidur lagi untuk melanjutkan mimpi-mimpi itu.

Mengatasi kegalauan dan ketidakpastian tujuan hidup yang membingungkan, setiap manusia harus melangkah dengan pasti agar memperoleh kemerdekaan hidup yang hakiki. Ada dua langkah yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Langkah pertama menuju langit, yaitu perjalanan ketauhidan yang dialami oleh setiap manusia. Dan langkah kedua kembali menuju bumi, yaitu perjalanan jati diri. Percaya pada diri sendiri dan percaya bahwa Tuhan berada dalam diri serta percaya bahwa tidak ada satu pun yang mampu menghalangi kehendak Tuhan.

Namun, sampai batas mana setiap manusia mampu melakukan perjalanan tersebut? Ketika langkah pertama tidak mampu dilalui manusia, maka yang terjadi adalah krisis identitas. Who am I? Setiap manusia akan mempertanyakan jati dirinya. Ketika pertanyaan tersebut semakin luntur dan dilupakan, maka sudah dipastikan bahwa manusia tersebut semakin jauh dari sumber kehidupan. Dia tidak tahu apa, mengapa, dan untuk apa dia hidup. Sehingga karakter dan tingkah lakunya membawa kerusakan dan mengkhawatirkan. Na’udzubillah min dzaalik.
Krisis identitas itulah yang menjadikan dunia ini terus bergejolak. Berbagai peristiwa yang terjadi dilatarbelakangi dari ketidakmampuan manusia dalam melakukan langkah pertama. Itulah yang menjadi target utama pihak-pihak yang berencana menguasai dunia. Menghancurkan generasi-generasi muda dengan berbagai doktrin. Tidak heran jika banyak generasi muda ketika masuk dalam dunia kampus, berubah sikap dan tingkah lakunya. Ada juga pemuda yang merelakan dirinya untuk diledakkan.

Lantas, apakah kampus sebagai tempat yang begitu mengerikan? Tentu tidak. Kampus sebagai tempat menempa diri, mengukir prestasi, dan melukiskan kehidupan di lembar sejarah manusia. Namun ketika segala sesuatu harus dikritisi oleh pemuda dengan status mahasiswa, maka yang terjadi adalah penggulingan adat. Tidak semua hal bisa dirasionalkan atau dipertahankan seperti zaman dahulu. Setiap ruang ada tempatnya, setiap masa ada waktunya dan setiap zaman ada tokohnya. Kita harus mempertahankan budaya-budaya lama yang baik dan mengambil budaya-budaya baru yang lebih baik.

Maka untuk menyeimbangkan dan menstabilkan diri, seseorang perlu berdzikir, berpikir dan beramal sholeh, bukan hanya sekali melainkan berkali-kali hingga menjadi sebuah kebiasaan. Seperti halnya permainan poker dalam setiap pertemuan dalam persimpangan pergerakan. Kombinasi dari ketiga unsur tersebut menghasilkan sebuah titik-temu yang mengantarkan ketenangan setiap jiwa dalam setiap geraknya. Tentu dzikir, piker dan amal sholeh dalam rangka melestarikan budaya lama yang baik yaitu sedikit makan, sedikit tidur dan mandi sebelum subuh.

Post a Comment

0 Comments