Tidak diciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepadanya. Dan seutama-utama ibadah umat Muhammad SAW
adalah membaca Al-Quran. Demikianlah sebaik-baik umat, yang belajar Al-Quran
dan mengajarkannya. Membaca dalam hal ini tentu berbeda dengan melafalkan
(melafalkan: membaca tanpa tahu maknanya). Kebiasaan menjadikan ayat-ayat Quran
sebagai mantra perlu diimbangi dengan pembelajaran mendalam terhadap “mushaf”
Al-Quran, karena iman akan semakin kuat dengan pengetahuan.
Dalam hal ini ada dua unsur, yaitu
Al-Quran dan manusia. Al-Quran mulia secara an sich sepanjang zaman, mukjizat
teragung yang diterima Nabi Muhammad SAW. Sedangkan manusia sebagai tempat
salah dan lupa. Maka, Al-Quran-lah yang menjaga manusia dari potensi salah dan
lupa, bukan sebaliknya. Karena Al-Quran, hidup manusia menjadi mulia dan karena
merasa ‘lebih baik’ dengan sesamanya, manusia mulai mengikuti jejak iblis.
Tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa
mengajar Al-Quran adalah kewajiban setiap muslim, jika tak mampu berbagi dengan
banyak orang, minimal berbagi dengan keluarga sendiri. Jika masih tak mampu,
cukup mengajarkan Al-Quran kepada anaknya sendiri. Dan jika masih tak mampu
juga, minimal mengajarkan Al-Quran kepada dirinya sendiri, kepada mata,
telinga, mulut dan semua pancaindera. Berikut
ini kami sajikan peta dalam mempelajari Al-Quran sebagai panduan pribadi
ataupun bisa dijadikan pilihan agar pola belajar lebih terarah. Sebut saja 5T: tahu sejarah Al-Quran, tahu anatomi Al-Quran, tartil Al-Quran, tafhim Al-Quran
dan taf’il Al-Quran.
1. Tahu sejarah Al-Quran
Pemaknaan manusia
dalam memahami Al-Quran dalam perjalanannya dapat dikelompokkan dalam dua hal: Al-Quran
sebagai kalam Allah dan Al-Quran dalam bentuk mushaf. Al-Quran sebagai kalam
Allah tidak satu pun akal yang mampu memahaminya, sedangkan Al-Quran dalam
bentuk mushaf merupakan ijtihad manusia dalam upaya memahami makna Al-Quran. Maka
dalam percik Jumat ini, Al-Quran yang dimaksud adalah “mushaf”.
Dianalogikan seperti
peternak ayam yang memberi makan ayamnya, Sang peternak tidak mungkin memakai
bahasa manusia, ayam tidak akan memahaminya. Peternak menyesuaikan bahasa ayam
sesuai dengan hasil penginderaan telinganya.
Maka yang dimaksud
dengan sejarah Al-Quran adalah perkembangan “mushaf” Al-Quran dari yang tidak berbentuk
(berupa hafalan-hafalan), menjadi lembaran-lembaran seperti yang ada sekarang. Penulisan
teks Al-Quran yang tanpa harakat dan titik pada awalnya, menjadi sedemikian
mudahnya untuk orang non-Arab. Siapakah inisiator bid’ah hasanah ini? Sehingga
memudahkan siapa saja untuk membaca dan memahaminya.
2. Tahu anatomi Al-Quran
Anatomi atau bentuk
fisik Al-Quran akan sangat mudah dipahami setelah mengetahui sejarah
perkembangannya. Bagaimana Al-Quran di masa awal ditulis terpisah, di batu,
pelepah kurma dan media lainnya. Kemudiaan dikumpulkan dan dibukukan sehingga
menjadi sedemikian rupa. Teks Al-Quran yang di masa awal tanpa titik dan harakat,
menjadi berjuz-juz (30) dengan tanda tertentu ketika ayat sajdah.
Al-Quran terdiri dari
30 juz, 1 juz terdiri dari 10 lembar atau 20 halaman dan 1 halaman terdiri dari
15 baris. Di setiap halaman bagaian atas terdapat angka dan tulisan Arab,
sebelah kanan menunjukkan awal juz dan juz ke sekian dan sebelah kiri
menunjukkan nama surat dan surat ke sekian. Pada pembukaan disambut dengan asmaul husna
dan
Al-Fatihah, sedangkan pada penutupan diakhiri dengan doa Khotmil
Al-Quran dan penjelasan seputar ilmu tajwid.
3. Tartil Al-Quran
Tartil dalam
melafalkan Al-Quran sangat membutuhkan pengetahuan pembaca terhadap ilmu
tajwid, ilmu yang mempelajari tata cara membaca (melafalkan) Al-Quran. Setidaknya
ada lima hal yang perlu diketahui untuk mendukung pelafalan Al-Quran dengan
baik dan benar, yaitu: Makharijul Huruf, Shifatul Huruf, Ahkamul Huruf,
Mad wal Qashar dan Waqaf wal Ibtida’.
Makharijul
Huruf sebagai latihan menempatkan 28 huruf hijaiyyah dengan baik. Secara umum
ada lima tempat yaitu : jauf, halqi, lisan, syafatain dan khoisyum. Sedangkan Shifatul
Huruf membahas tentang karakter setiap huruf yang banyak variannya. Bagi
sebagaian ulama’ pembahasan shifatul huruf ditempatkan di akhir karena
tergolong sulit, karakter pembelajar pemula yang mudah malas ketika menemui
kesulitan salah satu alasannya. Mudahnya, makharijul huruf ibarat alamat rumah dan shifatul
huruf ibarat karakter penghuni rumah. Alamat rumah bisa sama, namun
karakternya tidak bisa disamakan.
Ahkamul
Huruf atau hukum huruf merupakan pembahasan terkait pola interaksi antar-huruf.
Pertemuan antar-huruf yang memiliki karakter dan alamat rumah yang berbeda,
menghasilkan bunyi-bunyi yang bervariasi. Tidak hanya bunyi yang bervariasi,
pertemuan antara huruf-huruf tertentu juga berpengaruh dalam panjang dan
pendek.
Mad wal Qashar
atau
panjang dan pendek dalam melafalkan Al-Quran sangat mempengaruhi arti dan makna
yang terkandung di dalamnya. Sama seperti Waqaf wal Ibtida’ atau berhenti dan
memulai juga sangat menentukan pemaknaan Al-Quran. Pengetahuan akan ghorib
dalam Al-Quran akan melengkapi cara melafalkan Al-Quran.
4. Tafhim Al-Quran
Tafhim Al-Quran atau
memahami Al-Quran sangat membutuhkan integrase keilmuan yang kompleks.
Penguasaan bahasa Arab mutlak sangat diperlukan sebagai ilmu alat. Pada mulanya
siapa saja bisa memahami Al-Quran, namun perbedaan kemampuan setiap individu
memunculkan dua pilihan dalam memahami Al-Quran: tafsir dan tadabbur. Tafsir sebagai upaya memahami
Al-Quran bagi orang-orang yang mempunyai penguasaan ilmu yang cukup, sedangkan
tadabbur sebagai upaya memahami Al-Quran untuk semua kalangan. Pada akhirnya
tadabbur akan meningkat ke tafsir seiring dengan pengetahuan dan pemahaman yang
terus meningkat.
5. Taf’il Al-Quran
Taf’il Al-Quran yang
dimaksud adalah semua tingkah laku dan perbuatan sesuai dengan aturan-aturan
Allah dalam Al-Quran seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Terlepas
dari penjelasan diatas, pola pembelajaran Al-Quran yang dicontohkan oleh Nabi
adalah model talaqqi, guru dan murid bertemu secara
langsung. Youtube, buku dan teknologi hanyalah alat bantu, bukan sebagai
rujukan utama. Apakah guru sudah terbebas dari kesalahan? Belum tentu juga,
oleh karenanya carilah guru sebanyak-banyaknya, bukan guru yang melarang
muridnya belajar ke guru yang lain, ciri-cirinya biasanya suka menjelekkan,
menyalahkan dan memaki yang lain. Melarang adalah bentuk lain meminta perhatian dan perhatian adalah bentuk lain dari imbalan. Ittabi'u mall yasalukum ajrawwahum muhtaduun. Ikutilah orang-orang yang tidak meminta imbalan kepadamu, sesungguhnya dialah yang mendapat petunjuk.
0 Comments