Kopdar perdana ngaji Ihya
Ulumuddin di Surabaya berlangsung meriah (23/3). Tak tanggung-tanggung, Gus
Ulil memboyong seluruh keluarganya, istri dan kedua putranya, ke kota Pahlawan.
Peserta sangat antusias mengikuti kajian ini terlihat yang hadir tidak hanya
dari civitas akademika Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya saja, melainkan
juga dari masyarakat umum yang selama ini mengikuti ngaji via online.
Agenda kopdar yang bertempat
di Fastron Kafe Universitas Nahdlatul Ulama’ Surabaya ini dimulai dengan
sambutan panitia dan ketua yayasan Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh, DEA. Beliau
menjelaskan bahwa masa mudanya juga bersentuhan dengan karya Al-Ghazali, namun
bukan Ihya Ulumuddin, tetapi Kimiatus Sa’adah, khususnya bab 7 tentang indahnya
perkawinan. Pak Nuh sepertinya sengaja melemparkan joke seperti itu mengingat
peserta yang hadir mayoritas pemuda.
Sebelum memulai membacakan kitab
Ihya Ulumuddin halaman 913 paragraf kedua, Gus Ulil memberikan pengantar
terkait kegiatan rutin ngaji Ihya Ulumuddin yang telah dimulai Ramadhan tahun
lalu ini. Pada mulanya tidak menyangka antusiasme peserta seperti sekarang ini.
Beliau ingin menyajikan pembahasan kitab ini dengan bahasa anak muda.
“Pengajian dengan model baca
kitab seperti ini perlu dilestarikan, karena di luar sana banyak orang yang
kagum dengan kebiasaan yang kita anggap biasa ini.” Tambahnya.
Dari sosok Al-Ghazali
sendiri, beliau memberikan keterangan bahwa Al-Ghazali satu-satunya ulama
klasik yang menulis otobiografi. Al-Ghazali juga dipandang sosok yang mampu
menggabungkan dua arus keilmuan. Ulama yang mengritik filsafat tapi tidak
pernah meninggalkan filsafat. Dan spirit mencari Al-Ghazali inilah yang membuat
sosoknya sangat fenomenal.
Dalam kopdar kali ini membahas
tentang Madakhilusy Syaiton, jalan-jalan yang merusak rohani, yaitu:
pertama, menyibukkan manusia dengan perbedaan madzhab fiqih dan aqidah, dan
yang kedua, mendorong orang awam untuk berpikir mengenai esensi dzat Allah. Beliau
memberikan keterangan Al-Ghazali ini seakan menggambarkan situasi zaman
sekarang dimana hoax merajalela dan orang awam menghukumi para ahli dengan
seenaknya sendiri.
Di ujung acara, Gus Ulil
memberikan keterangan bahwa kitab ini yang menjadi salah satu sebab kemoderatan
Indonesia, sadar akan konteks. Beliau juga memberikan pilihan untuk memasuki
gerbang filsafat bisa dimulai dari Maqasid
Falasifah.
0 Comments