Geneologi Al-Quran: Perkembangan Teks Mushaf Dari Generasi ke Generasi




Seminar Nasional bertajuk Geneologi Al-Quran diselenggarakan di Aula Muzdalifah Masjid Al-Akbar Surabaya (31/3). Seminar ini terselenggara atas kerja sama Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Masjid Al-Akbar Surabaya, pesantren sekitar dan Jamiyyatul Huffadz Jawa Timur.

Acara ini membahas perkembangan teks dan mushaf Al-Quran dari yang tidak berbentuk, yakni berupa hafalan, sampai berbentuk mushaf lengkap dengan harakat dan titik. Narasumber dalam seminar ini adalah Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA dari Jakarta. Beliau aktif mengajar qiraat dan rasm Al-Quran di beberaga lembaga Al-Quran di Jakarta. Beliau juga menjabat sebagai Ketua Jamiyyatul Huffad organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Dalam penjelasannya, beliau memaparkan perkembangan mushaf dari masa ke masa. Mulai dari Al-Quran yang berupa hafalan-hafalan, kemudian ditulis dalam berbagai media, dibukukan hingga penambahan harakat dan titik. Bahkan tidak hanya berhenti disitu, inovasi perkembangan teks Al-Quran sekarang ini juga ditulis dalam aksara Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Semuanya dalam rangka membantu umat dalam membaca dan memahami Al-Qur’an. Tidak mengurangi kemukjizatan Al-Quran dan bahasa Arab tetap menjadi bahasa persatuan umat Muslim.

Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA memulai penjelasannya dengan pernyataan dan pertanyaan. Al-Quran pada mulanya tidak berbentuk mushaf, lebih tepatnya berupa hafalan-hafalan. Dilanjutkan dengan 3 pertanyaan:
1.    Siapakah yang mengusulkan pembukuan Al-Quran menjadi mushaf?
2.    Siapakah yang memberi harakat dan titik serta membagi Al-Quran menjadi 30 juz?
3.    Ada berapa jenis mushaf jika dilihat dari pola urutan surat?

Pada zaman Nabi, ada penulis wahyu yang disebut Kuttab Wahyi. Jumlahnya ada 40 orang yang disarikan menjadi 9 orang dan yang terkenal ada 7 orang, semuanya bermuara pada Zaid bin Tsabit. Model pembelajaran Al-Quran yang diajarkan Nabi. Adalah Talaqqi, yaitu bertemu langsung dengan guru. Dari sinilah semua cabang ilmu menyatakan urgensi sanad keilmuan. Buku, Youtube, Medsos atau Media Pembelajaran lain adalah alat bantu belajar, bukan menjadi yang utama dalam belajar.

Beliau menceritakan tentang mushaf Utsmani. Pada zaman Khalifah Utsman bin ‘Affan, terjadi peperangan antara Azerbaijan dan Armenia. Khudzaifah bin Yaman mengadu pada khalifah bahwa ada perbedaan bacaan Al-Quran antara Abu Ubaid bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy’ari dan Abdullah bin Mas’ud. Perbedaan itu juga sebenarnya telah terjadi di zaman Nabi, antara Hisyam bin Hakim dan Umar bin Khattab.

Utsman bin Affan membentuk tim untuk menyelesaikan permasalahan ini. Terbentuklah mushaf Utsmani, dengan ciri tidak bersyakal, tidak bertitik dan urutan surat seperti sekarang ini. Pada zaman sebelumnya, urutan surat sesuai dengan urutan asbabun nuzulnya.

Penyempurnaan mushaf Utsmani yang pertama dilakukan pada zaman Muawiyah bin Sofyan. Pada mulanya Muawiyah meminta Gubernur Bashrah, Ziyad bin Abih, agar mengirimkan putaranya, Ubaidillah, untuk dites bacaan Al-Qurannya. Ternyata banyak yang salah, sehingga Ubaidillah diperintahkan untuk menghadap Abu al-Aswad ad-Duali untuk menyusun kaidah-kaidah Bahasa Arab, tapi beliau menolaknya.

Tidak kekurangan akal, Ubaidillah dan tim mengintai Abu al-Aswad ad-Duali. Sepenjang perjalanan ke masjid, mereka membaca Al-Quran dengan berbagai ragam kesalahan dengan harapan Abu al-Aswad mau membenarkannya. Dari peristiwa itu Abu al-Aswad sadar bahwa umat membutuhkannya dan mau menyusun kaidah-kaidah Nahwu-Sharaf. Titik di atas huruh berbunyi a, titik di bawah huruf berbunyi i dan titik di depan huruf berbunyi u.

Penyempurnaan kedua dilakukan pada zaman Abdul Malik bin Marwan oleh Yahya bin Ya’mar. Penyempurnaan ini berupa penambahan titik pada huruf-huruf yang mempunyai bentuk sama tapi beda tempat keluarnya (makharijul huruf). Untuk membedakan titik yang menandakan bunyi dan tempat keluarnya huruf, menuliskannya dengan warna yang berbeda. Pada zaman ini, sukun dan syiddah ditambahkan.

Penyempurnaan ketiga dilakukan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih. Terjadi penyempurnaan dengan penambahan syakal. Dan di dunia modern penyempurnaan pemahaman umat terhadap Al-Quran dengan penerjemahan ke berbagai bahasa. Selain itu juga dilakukan transliterasi bahasa Arab yang ditulis dengan aksara sesuai negara masing-masing. Dan dalam forum ini, saya bertemu dengan salah seorang teman yang sama-sama berusaha memahami bahasa Arab dan variannya.

Post a Comment

0 Comments