Dalam syair Burdah bait ke-18 menjelaskan, “...nafsu itu seperti bayi, kalau dibiarkan menyusu sampai tua pun akan
terus menyusu….”. Bukan berarti selamanya nafsu berkaitan dengan segala
sesuatu yang negatif, tetapi nafsu diperlukan dalam diri manusia dengan
pengendalian-pengendalian yang konsisten. Kemampuan pengendalian ini yang
membuat manusia menjadi makhluk yang lebih unggul dari malaikat dan konsistensi
menjadi tantangan selama hidup.
Sehebat apapun seseorang dalam kacamata manusia, tidak ada
jaminan bagi setiap individu untuk selalu konsisten dalam kebaikan, baik dalam
kondisi sendiri maupun dalam keramaian. Oleh karenanya tidak berlebihan jika
Rasulullah menyatakan bahwa peperangan terbesar adalah peperangan melawan hawa
nafsu. Jumat Wage kali ini, kami
berusaha menyusun strategi pertahanan spiritual asimetris, sebagai bekal
pengendalian diri menjadi manusia paripurna. Ada lima macam pertahanan
spiritual asimetris, yaitu: Wudhu, Sedekah, Dzikr, Muraja’ah, Puasa.
1. Wudhu
Mempertahankan kondisi wudhu sebagai upaya
pertama dalam pertahanan spiritual asimetris. Pondasi dasar dalam menjaga
kebersihan dan kesucian diri yang menjadi indicator keimanan. Dalam hal ini ada
beberapa pilihan terkait hal teknis dalam berwudhu.
Seperti Imam Maliki yang berijtihad
bahwa ketika membasuh anggota badan dengan digosok, namun ketika bersentuhan
lawan jenis tidak membatalkan wudhu. Ini digunakan ketika sedang berthowaf di
Ka’bah. Beda halnya dengan Imam Syafii yang berijtihad bahwa ketika membasuh
anggota badan cukup mengalirkan air, tidak perlu digosok, namun ketika
bersentuhan lawan jenis wudhunya menjadi batal.
Pengetahuan akan berbagai madzhab
sangat menentukan pola interaksi seorang muslim. Memperkaya bacaan terkait
pilihan madzhab akan membuat seorang muslim lebih fleksibel dan ramah dalam
menjalankan syariat agama. Terutama ketika hidup di negeri mayoritas
non-muslim, atau sekedar ingin bersalaman.
Eits, tata cara memilih madzhab juga
ada aturannya loh, terlepas dari kondisi alam dan adat budaya setempat,
pemilihan madzhab dibahas panjang lebar di ushul fiqh, nggak boleh seenaknya
sendiri. Bagaimana jika tanpa madzhab? boleh saja, hanya jika kapasitas
keilmuan kita lebih baik atau minimal selevel dengan para imam madzhab. Ada?
2. Sedekah
Sedekah akan menghindarkan seseorang
dari bencana dan mendatangkan hidayah Allah SWT. Menenangkan hati dan memberikan kebahagiaan
yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Tidak harus dengan harta, sedekah
juga bisa juga dengan kalimat thayyibah, atau sekedar senyuman.
Untuk perempuan, jika memilih bercadar,
masih ada kesunahan-kesunahan lain yang bisa dilakukan. Jangan lupa ketika
bercadar, kasih identitas nama di jilbab atau tempat lain yang mudah dikenali.
Jika tidak, ini sangat menyulitkan pengajar dalam pengambilan nilai dalam dunia
pendidikan, karena nilai tidak hanya dari hasil ujian hehehe.
3. Dzikr
Dzikr sebagai pengendalian hati. Hidup
tanpa dzikir, seperti manusia tanpa asupan nutrisi. Dalam kondisi kelaparan,
manusia akan kehilangan akal sehat dan akan melakukan hal-hal ekstrim yang tak
terduga.
Mengendalikan hati berarti mengendalikan
seluruh aktifitas tubuh. Dalam budaya dan bahasa lain, dzikir dikenal dan
dilakukan dengan berbagai cara. Masyarakat dunia lebih mengenalnya dengan
meditasi. Dzikr sendiri memang berat, dengan bersama semuanya menjadi lebih
semangat.
4. Muraja’ah
Hafal 30 juz bukanlah tujuan utama, melainkan
menghabiskan waktu dengan kalam Allah, mukjizat terbesar sepanjang masa. Mengulang-ulang
bacaan kitab suci akan membawa ketenangan tersendiri. Waktu terasa semakin
berkah, tanpa muraja’ah waktu menjadi sangat singkat dan terbuang percuma. Bukan
manusia yang menjaga Al-Quran, tapi dengan Al-Quran lah seorang manusia akan
terjaga.
5. Puasa
Puasa menjadi aktivitas menarik dan
penuh tantangan. Seseorang akan mengalami hal-hal yang tidak terduga ketika
menjalani ritual puasa. Ibarat kendaraan, puasa adalah rem. Bayangkan jika
kendaraan tanpa rem. Puasa sebagai latihan dan peningkatan kesadaran, karena
setiap ciptaan ada batasannya. Dan bukan sebuah kebetulan kata “puasa” mirip
dengan kata “puas”, alam seakan mengisyaratkan bahwa dengan puasalah jalan
meraih kepuasan.
Demikian lima strategy pertahanan
spiritual asimetris. Kelima strategi ini tidak berlaku bagi setan. Kami
berlindung dari godaan setan yang terkutuk. Yang dihatinya selalu merasa lebih
baik dari sesamanya. Penyalahgunaan harta, jabatan, popularitas, gelar, ranking
dan hal-hal material lainnya sebagai jembatan. Kesadaran bahwa setiap kelahiran
adalah warna baru kehidupan yang tak bisa saling diperbandingkan, sebagai langkah awal sebelum menerapkan strategi
pertahanan spiritual asimetris dalam menjalani kehidupan. Salam.
0 Comments