Setiap
peristiwa dalam hidup adalah menentukan keputusan. Saat membuat keputusan tentu
selalu mengharapkan saran, nasehat, bantuan dan konsultasi dari yang lain
sebagai landasan. Landasan bagi masa depan bergantung pada keputusan yang
dibuat saat ini. Lantas apakah masa depan adalah hasil dari saran atau nasehat
orang lain? Apakah seluruh hidup kita ini adalah hasil dari kecerdasan orang
lain? Pengalaman telah mengajarkan bahwa orang yang berbeda akan memberikan
nasehat yang berbeda. Hati yang taat akan menyerap nasihat yang benar dan hati
yang rusak akan menyerap nasihat yang tidak benar. Menerima nasihat yang benar
akan meningkatkan kebahagiaan, tapi untuk menerima nasihat seperti itu mungkin
hanya bisa dilakukan oleh orang yang taat. Dengan kata lain, siapa pun orangnya
dan apapun jabatannya baik petani atau presiden sekalipun, hendaknya sebelum
menerima saran atau nasehat dari orang lain sangat penting untuk menyiapkan
hati dengan kebenaran demi kesejahteraan orang banyak.
Setiap
keputusan yang diambil akan berdampak baik dan buruk. Dampak tersebut akan
dirasakan untuk selamanya. Keputusan yang diambil saat ini bisa menghadirkan
kebahagiaan atau kesedihan di masa depan. Bukan hanya untuk satu orang, tetapi
untuk sebuah negara dan masa depan generasi setelah itu. Saat seseorang
berhadapan dengan sebuah dilema, hati pun jadi terganggu dan dipenuhi dengan
kebimbangan. Saat membuat keputusan pun menjadi sebuah pertempuran dan hati
menjadi medan tempur. Ketika semua itu terjadi, pengambilan keputusan bukan
hanya untuk mencari sebuah solusi, tetapi juga untuk menenangkan hati
seseorang. Bisakah sebuah hati dalam keadaan kacau mengambil keputusan yang
benar? Pada kenyataannya, saat seseorang mengambil keputusan dengan pikiran
yang tenang, dia pasti akan punya masa depan yang bahagia. Tetapi saat
seseorang mengambil keputusan untuk menenangkan hatinya sendiri atau hati orang
yang telah berjasa pada dirinya, itu akan memberikan dia beragam penderitaan
dan kesedihan di masa depannya.
Setiap orang
selalu berusaha mendapat posisi dalam pemerintahan. Tetapi apakah sebenarnya
pemerintahan itu? Bentuk sebenarnya dari pemerintahan adalah saat seseorang
bisa memberikan pengaruhnya pada hidup orang lain. Seseorang yang mempengaruhi
banyak nyawa orang lain dan mampu memberikan kebebasan pada banyak orang akan
merasakan hal itu. Tetapi bukanlah pengaruh itu tercipta dari kasih sayang,
kebaikan, kepedulian dan juga kebenaran? Saat seseorang menggunakan kekejaman
dan kesalahan demi mendapatkan pemerintahan, maka akan melahirkan protes dan
perlawanan di hati orang lain. Dan hasilnya adalah kehancuran. Dia mungkin
mendapatkan dirinya berpengaruh dan tangguh untuk beberapa waktu, tapi itu
bukan pemerintahan sebenarnya.
Realita Negeri
Dewasa ini,
pentas politik di negeri ini diguncang oleh perseteruan antara Polri dan KPK.
Media masa diramaikan pemberitaan saling serang antara kedua kubu tersebut.
Kasus ini mengingatkan publik pada kasus Cicak vs Buaya beberapa tahun
sebelumnya, yang juga melibatkan KPK dan Polri. Kehebohan media dan masyarakat
menyangkut pencalonan Kapolri yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi
sebagai tersangka korupsi benar-benar menyulut kekhawatiran. Mimpi mempunyai
negara yang bersih dari tindak korupsi seakan sirna seiring pencalonan
tersangka korupsi menjadi pejabat publik.
Semakin banyak
kalangan masyarakat yang percaya, Presiden Jokowi tidak menepati janji dalam
Nawa Cita poin dua yang menyatakan bahwa pemerintah membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya dengan memberikan
prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi
demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem
kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.
Perseteruan
yang tidak menemui titik terang tersebut menyebabkan relasi antara Jokowi dan
Kalla tampak tidak terlalu hangat. Pencalonan tersebut dirasakan sangat
dipaksakan diluar kemauan Jokowi. Hubungan antara Jokowi dan pimpinan partai
politik semakin menguat. Bola liar isu ini terus menggelinding dengan
ditangkapnya Bambang Widjajanto, Wakil Ketua KPK yang ditetapkan menjadi
tersangka. Isu ini akan semakin memanas karena penangkapan Bambang itu dianggap
bagian dari pelemahan KPK yang selama ini berhasil membuat para koruptor merinding.
Perbandingan
Konsep kekuasaan
budaya Jawa yang diinterpretasikan oleh Benedict Anderson, “The Idea of Power
in Javanese Culture”, dalam Claire Holt (ed), Culture and Politics in
Indonesia (1972). Ia membuat distingsi dikotomik antara konsep kekuasaan
Barat dan Jawa. Menurut dia, konsep kekuasaan Barat adalah abstraksi yang yang
dideduksi dari relasi sosial yang mempunyai sumber beragam, seperto teknologi,
kemampuan ekonomi, kesejahteraan, sehingga akumulasi kekuasaan dapat tidak
terbatas. Konsep kekuasaan Jawa bersifat konkret, homogeny, dan tetap.
Kekuasaan berasal dari sumber yang sama dan tidak dapat dibagi-bagi, hanya
dapat berpindah dari seseorang kepada orang lain melalui ritual mendapatkan
wahyu.
Bagi Jokowi,
saat ini adalah momentum untuk menentukan pilihan. Menyerah kepada kendali
sistem pelindung politik atau tunduk pada konstitusi dan kehendak rakyat.
Pilihan pertama, ia tetap menjadi presiden, tetapi hanya diperlakukan sebagai
‘boneka politik’. Pilihan kedua, berjuang habis-habisan bersama rakyat mengukir
Indonesia yang maju, makmur, adil dan berkeadilan. Harapannya, revolusi mental
tidak hanya menjadi retorika, tetapi harus menjadi agenda politik yang nyata
sehingga menghasilkan tatanan kekuasaan yang menghargai martabat manusia
sekaligus memuliakan warisan nilai-nilai budaya yang merawat keharmonisan
kehidupan keberagaman dan keberagamaan.
0 Comments