Rekonsepsi Long Distance Relationship



Semilir angin menyapu embun subuh. Bambu-bambu bergesekan merangkai untaian syair. Pemilik pagi dengan gagahnya bersahut-sahutan menyambut hadirnya sang mentari. Sayup-sayup undangan Ilahi memecah keheningan malam, memberikan nyanyian indah keniscayaan. Membangkitkan pejuang-pejuang agama dan melelapkan perusak-perusak bumi. Indahnya suasana kampung di penghujung hari memberikan secercah harapan. Masa depan yang lebih baik. Dalam kondisi yang sangat nyaman ini, kulantunkan kalam Ilahi. Otakku belum terpenuhi, hanya sebagian darinya yang mampu kurekam.

Tercengangkan menyaksikan siaran televisi. Betapa budaya negeri ini tergerus habis oleh budaya-budaya bebas produksi Barat. Adanya berita-beri amoral sebagai tanda semakin jelas perbudakan modern melahap negeri, dengan pelan menghancurkan generasi muda. Pesta bikini dan terciptanya prostitusi online meramaikan pemberitaan. Berita ini sekaligus menjadi patokan ide-ide baru yang akan dan mungkin muncul dengan cara yang lebih canggih. Entah bagaimana masa depan bila pemudanya tak tahu budaya bangsanya sendiri dan melakukan hal-hal seperti itu. Tetapi patut bersyukur beberapa acara itu tidak sampai terjadi.

Efek kecanggihan teknologi semakin terasa. Tayangan-tayangan televisi pun semakin dipenuhi dengan drama percintaan. Seakan-akan memberikan jalan, metode, dan teknik menuju perbuatan amoral tersebut. Tayangan televisi mempunyai tanggung jawab sosial terhadap tumbuh dan berkembangnya putra bangsa. Nuansa-nuansa amoral yang dibawa akan menjauhkan dari pengetahuan. Ini adalah pembodohan. Tayangan televisi seharusnya menyediakan tontonan yang mendidik dan meningkatkan nasionalisme kebangsaan, bukan romansa percintaan.

Nuansa romantis yang kebanyakan dibawa oleh tayangan televisi memunculkan kosa kata ilmiah yang pemaknaannya harus dibangun kembali secara benar. LDR (Long Distance Relationship) yang dimaknai sebagai sebuah kondisi pasangan yang belum atau telah mempunyai ikatan tidak bertemu karena terpisah jarak yang cukup jauh. Pemaknaan seperti tidak relevan lagi di zaman teknologi seperti sekarang.

Pemaknaan LDR merupakan kondisi dengan pola integrasi dari beberapa aspek, yaitu hal, waktu dan tempat. Dari segi hal dan waktu, maka kondisi tersebut harus diatur guna menghasilkan pribadi-pribadi paripurna. Ketika masih remaja maka kecintaannya haruslah pada ilmu, hingga pada saatnya dengan pertimbangan yang matang dengan akal sehat kecintaannya bolehlah bercabang untuk menunaikan sunnah Rasul. Tentu dengan tetap berpegang pada keilmuannya. Dari segi tempat, boleh pemaknaan seperti sedia kala yaitu karena terpisah jarak.

Jadi, pemaknaan LDR adalah kondisi atau pengaturan terhadap apa, kapan, dan di mana atau bagaimana proses pergaulan yang baik dan benar serta tidak merugikan diri sendiri. Dengan pertimbangan matang akal budi dan berazazkan tidak ketergesa-gesaan. Tidak hanya jarak tetapi hal dan waktu juga harus dipertimbangkan. Bagi pemuda yang belum pantas atau belum menginginkan membentuk sebuah keluarga, maka akan lebih baik fokus membangun cinta dengan keilmuan sebagai identitas diri. Dunia masih terlalu luas untuk dijelajahi, menyimpan berjuta rahasia dan karya agung. Mari membaca sejarah Badiuzzaman Said Nursi...!!!




 Lamongan, 26 April 2015

Post a Comment

0 Comments