Jiwa wirausaha merupakan salah satu karakteristik
secara genetis atau bawaan dari orang tua, dan juga dapat dilatihkan pada diri
seseorang. Bagi orang-orang yang telah memiliki jiwa wirausaha sejak kecil
(bawaan), aktivitasnya akan memperlihatkan kegiatan-kegiatan entrepreneurship.
Mereka tidak perlu memunculkan jiwa wirausaha itu secara intensif. Mereka
cenderung suka bekerja keras, pantang menyerah, tabah menghadapi cobaan, dan
yang paling penting yaitu mereka akan memperlihatkan kepada orang lain bahwa
mereka adalah seorang yang mandiri. Hal ini sangat berkebalikan jika
dibandingkan dengan seseorang yang berusaha menumbuhkan jiwa wirausaha pada
dirinya. Keinginan seseorang untuk menumbuhkan jiwa wirausaha kelompok ini pada
dasarnya didasari oleh keinginan atau dorongan untuk menjadi seorang wirausaha
yang sukses.
Jiwa entrepreneurship atau jiwa
wirausaha memang dapat diupayakan untuk dikembangkan serta dibekalkan pada
seseorang terutama pada pemuda untuk menguatkan mental seseorang tentang entrepreneurship.
Menjadi seorang wirausaha yang sukses memang tidak semudah membalikkan telapak
tangan, di samping banyaknya hambatan dan rintangan, seorang wirausaha juga
dituntut selalu kreatif dan memiliki visi serta bekerja keras.
Tantangan terbesar yang harus dirasakan berasal dari
diri sendiri. Mind set atau pola pikir kita adalah hal
terpenting yang harus selalu diwaspadai karena apa yang ada dalam pikiran kita
akan menggiring kita pada banyak hal. Salah satu pola pikir yang sangat
berpotensi “merusak” adalah pola pikir serba instant. Pola pikir
serba instant akan membuat orang tidak menghargai proses dan
hanya menekankan perhatian pada hasil akhir.
Dewasa ini banyak diadakan seminar atau pelatihan
tentang kewirausahaan. Pemerintah mengharapkan dengan diadakannya seminar atau
pelatihan kewirausahaan tersebut dapat menumbuhkan jiwa wirausaha bagi setiap
anak bangsa yang tentu saja bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia. Untuk
menumbuhkan jiwa wirausaha yang tangguh pada diri seseorang memang membutuhkan
waktu yang cukup lama serta dibutuhkan kesabaran untuk selalu mengasahnya.
Kesadaran pemerintah akan pentingnya wirausahawan
tersebut berdasarkan fakta yang menyatakan bahwa jumlah wirausahawan di suatu
negara dapat digunakan sebagai indikasi maju tidaknya sebuah negara. Karena
dengan memiliki banyak wirausahawan otomatis di negara itu akan banyak memiliki
usaha mandiri baik yang berwujud perusahaan besar maupun usaha kecil menengah.
Sehingga berefek pada meningkatnya dan terbuka lebar jumlah lapangan kerja,
yang pada ujungnya akan meningkatkan tingkat perekonomian negara itu. Hal ini
tidak bisa kita pungkiri, mengingat peran serta wirausaha dalam memberantas
pengangguran. Yang perlu dilakukan menumbuhkan jiwa wirausaha khususnya
wirausaha muda yakni dengan menjadikan berwirausaha itu terpatri dalam jiwa
setiap warga. Karena seorang wirausaha akan berani mengambil risiko, inovatif,
kreatif, pantang menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara tepat.
Namun, para generasi muda saat ini masih saja enggan
dalam hal berwirausaha. Tentu sangat ironis apabila kita melihat angka
pengangguran yang sebagian besar didominasi kalangan intelektual atau yang
telah menamatkan pendidikan D3 ataupun S1. Para intelektual yang pada akhirnya
melekat predikat sebagai pengangguran terdidik. Mereka melihat ukuran
keberhasilan seseorang ataupun hidup sejahtera dengan menjadi pegawai negeri
sipil (PNS) atau jadi pegawai di perusahaan swasta. Padahal menjadi pekerja di
perusahaan swasta atau sebagai PNS hanya mendapatkan gaji pas-pasan. Belum lagi
tekanan bekerja di perusahaan yang sangat ketat dan sangat memakan waktu.
Sebenarnya sebagian besar yang bekerja itu mengalami
tekanan batin dan tetap menjadi pekerja dengan alasan "terpaksa"
dibandingkan tidak mendapatkan penghasilan. Hal ini tentu saja menjadi doktrin
buruk. Memang hingga kini untuk menekuni bidang wirausaha masih kurang yang
berminat. Banyak alasan mengapa sebagian besar rakyat negeri ini ataupun juga
para pengangguran terdidik enggan dalam kegiatan dunia bisnis. Tidak adanya
modal (uang), bingung mencari jenis bidang wirausaha, serta takut untuk gagal
dalam berbisnis. Jika pandangan masyarakat kita khususnya para intektual tidak
dirubah, maka jangan pernah berharap negeri ini menjadi negeri yang maju dan
bersaing terutama dengan Malaysia dan Singapura.
Dengan demikian perlu adanya sebuah konsep bekerja
yang membuat masing-masing individu berani masuk dalam dunia kewirausahaan.
Konsep tersebut harus diterapkan sejak dini dan kalau perlu disisipkan dalam
materi pendidikan sekolah atau perkuliahan. Konsep tersebut ialah bekerja untuk
belajar. Orang yang ingin maju akan selalu memandang bahwa dia sedang bekerja
untuk belajar. Apa yang dilakukan dalam keseharian di tempat kerja adalah
bagian dari proses belajar yang mengharuskannya mengetahui tentang banyak hal
baru yang mungkin berguna di kemudian hari yang bisa dimanfaatkan untuk
menambah skill diri.
Bekerja untuk belajar boleh jadi akan membawa
seseorang mengerjakan tugas lebih dari yang diminta. Memang benar, seseorang
tidak akan dibayar untuk kerja ekstranya tersebut, akan tetapi apa yang sudah
dilakukan secara tidak disadari akan menambah skill. Menyerap ilmu
baru dari tempat kerja adalah salah satu prinsip sukses seseorang dan bukan
tidak mungkin, orang tersebut bisa menjalankan usaha yang sama di kemudian
hari. Dengan mempelajari banyak hal, orang tersebut akan bisa mempraktekkannya
di tempat usaha sendiri di masa depan. Prinsip sukses seperti ini seharusnya
bisa dipahami oleh banyak orang. Dengan memegang prinsip sukses seperti ini,
pekerjaan yang dilakukan akan memiliki nilai tambah tersendiri.
Konsep tersebut sangat berlawanan dengan mayoritas
paradigma manusia modern yang condong akan paham materialistik. Bekerja untuk
belajar adalah konsep usang yang tak lagi laku di zaman sekarang. Zaman
sekarang, orang lebih berpikir bahwa tujuan mereka bekerja adalah untuk mencari
uang. Padahal orang yang bekerja untuk mencari uang tidak akan pernah sempat
dan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk belajar dan mendapatkan sesuatu
yang positif dari pekerjaan yang sedang ditekuni. Orang seperti ini hanya akan
mengerjakan sesuatu berdasarkan upah. Secara tidak sadar, tipe orang seperti
ini sudah memberikan batasan pada diri sendiri. Sayang sekali, pola pikir
modern ini justru membawa manusia menjadi pekerja sejati yang nyaris tak
memiliki peluang untuk menjadi kaya kecuali menempuh jalan pintas, korupsi.
Atau dalam bentuk yang lebih sederhana dengan peminjaman uang dengan bunga yang
sangat tinggi –rentenir– yang marak di desa-desa.
Bekerja untuk uang mungkin
akan memberikan seseorang penghasilan yang “wah” untuk saat ini. Sayangnya,
harus disadari bahwa sehebat apapun pekerjaan yang dilakukan, hanya akan
memperkaya orang lain. Akan ada masa di mana seseorang harus berhenti bekerja
sedangkan prinsip bekerja untuk uang tidak dirubah, maka saat itu seseorang
tidak akan mendapatkan penghasilan apapun. Mana yang lebih menyenangkan,
menjadi orang kaya sesaat di masa muda atau merintis usaha dari
muda dan menjadi orang kaya di masa tua? La Tahzan!!!
0 Comments