Pioner Wiramuda


Jiwa wirausaha merupakan salah satu karakteristik secara genetis atau bawaan dari orang tua, dan juga dapat dilatihkan pada diri seseorang. Bagi orang-orang yang telah memiliki jiwa wirausaha sejak kecil (bawaan), aktivitasnya akan memperlihatkan kegiatan-kegiatan entrepreneurship. Mereka tidak perlu memunculkan jiwa wirausaha itu secara intensif. Mereka cenderung suka bekerja keras, pantang menyerah, tabah menghadapi cobaan, dan yang paling penting yaitu mereka akan memperlihatkan kepada orang lain bahwa mereka adalah seorang yang mandiri. Hal ini sangat berkebalikan jika dibandingkan dengan seseorang yang berusaha menumbuhkan jiwa wirausaha pada dirinya. Keinginan seseorang untuk menumbuhkan jiwa wirausaha kelompok ini pada dasarnya didasari oleh keinginan atau dorongan untuk menjadi seorang wirausaha yang sukses.

Jiwa entrepreneurship atau jiwa wirausaha memang dapat diupayakan untuk dikembangkan serta dibekalkan pada seseorang terutama pada pemuda untuk menguatkan mental seseorang tentang entrepreneurship. Menjadi seorang wirausaha yang sukses memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, di samping banyaknya hambatan dan rintangan, seorang wirausaha juga dituntut selalu kreatif dan memiliki visi serta bekerja keras.

Tantangan terbesar yang harus dirasakan berasal dari diri sendiri. Mind set atau pola pikir kita adalah hal terpenting yang harus selalu diwaspadai karena apa yang ada dalam pikiran kita akan menggiring kita pada banyak hal. Salah satu pola pikir yang sangat berpotensi “merusak” adalah pola pikir serba instant. Pola pikir serba instant akan membuat orang tidak menghargai proses dan hanya menekankan perhatian pada hasil akhir.

Dewasa ini banyak diadakan seminar atau pelatihan tentang kewirausahaan. Pemerintah mengharapkan dengan diadakannya seminar atau pelatihan kewirausahaan tersebut dapat menumbuhkan jiwa wirausaha bagi setiap anak bangsa yang tentu saja bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia. Untuk menumbuhkan jiwa wirausaha yang tangguh pada diri seseorang memang membutuhkan waktu yang cukup lama serta dibutuhkan kesabaran untuk selalu mengasahnya.

Kesadaran pemerintah akan pentingnya wirausahawan tersebut berdasarkan fakta yang menyatakan bahwa jumlah wirausahawan di suatu negara dapat digunakan sebagai indikasi maju tidaknya sebuah negara. Karena dengan memiliki banyak wirausahawan otomatis di negara itu akan banyak memiliki usaha mandiri baik yang berwujud perusahaan besar maupun usaha kecil menengah. Sehingga berefek pada meningkatnya dan terbuka lebar jumlah lapangan kerja, yang pada ujungnya akan meningkatkan tingkat perekonomian negara itu. Hal ini tidak bisa kita pungkiri, mengingat peran serta wirausaha dalam memberantas pengangguran. Yang perlu dilakukan menumbuhkan jiwa wirausaha khususnya wirausaha muda yakni dengan menjadikan berwirausaha itu terpatri dalam jiwa setiap warga. Karena seorang wirausaha akan berani mengambil risiko, inovatif, kreatif, pantang menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara tepat.

Namun, para generasi muda saat ini masih saja enggan dalam hal berwirausaha. Tentu sangat ironis apabila kita melihat angka pengangguran yang sebagian besar didominasi kalangan intelektual atau yang telah menamatkan pendidikan D3 ataupun S1. Para intelektual yang pada akhirnya melekat predikat sebagai pengangguran terdidik. Mereka melihat ukuran keberhasilan seseorang ataupun hidup sejahtera dengan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau jadi pegawai di perusahaan swasta. Padahal menjadi pekerja di perusahaan swasta atau sebagai PNS hanya mendapatkan gaji pas-pasan. Belum lagi tekanan bekerja di perusahaan yang sangat ketat dan sangat memakan waktu.

Sebenarnya sebagian besar yang bekerja itu mengalami tekanan batin dan tetap menjadi pekerja dengan alasan "terpaksa" dibandingkan tidak mendapatkan penghasilan. Hal ini tentu saja menjadi doktrin buruk. Memang hingga kini untuk menekuni bidang wirausaha masih kurang yang berminat. Banyak alasan mengapa sebagian besar rakyat negeri ini ataupun juga para pengangguran terdidik enggan dalam kegiatan dunia bisnis. Tidak adanya modal (uang), bingung mencari jenis bidang wirausaha, serta takut untuk gagal dalam berbisnis. Jika pandangan masyarakat kita khususnya para intektual tidak dirubah, maka jangan pernah berharap negeri ini menjadi negeri yang maju dan bersaing terutama dengan Malaysia dan Singapura.

Dengan demikian perlu adanya sebuah konsep bekerja yang membuat masing-masing individu berani masuk dalam dunia kewirausahaan. Konsep tersebut harus diterapkan sejak dini dan kalau perlu disisipkan dalam materi pendidikan sekolah atau perkuliahan. Konsep tersebut ialah bekerja untuk belajar. Orang yang ingin maju akan selalu memandang bahwa dia sedang bekerja untuk belajar. Apa yang dilakukan dalam keseharian di tempat kerja adalah bagian dari proses belajar yang mengharuskannya mengetahui tentang banyak hal baru yang mungkin berguna di kemudian hari yang bisa dimanfaatkan untuk menambah skill diri.

Bekerja untuk belajar boleh jadi akan membawa seseorang mengerjakan tugas lebih dari yang diminta. Memang benar, seseorang tidak akan dibayar untuk kerja ekstranya tersebut, akan tetapi apa yang sudah dilakukan secara tidak disadari akan menambah skill. Menyerap ilmu baru dari tempat kerja adalah salah satu prinsip sukses seseorang dan bukan tidak mungkin, orang tersebut bisa menjalankan usaha yang sama di kemudian hari. Dengan mempelajari banyak hal, orang tersebut akan bisa mempraktekkannya di tempat usaha sendiri di masa depan. Prinsip sukses seperti ini seharusnya bisa dipahami oleh banyak orang. Dengan memegang prinsip sukses seperti ini, pekerjaan yang dilakukan akan memiliki nilai tambah tersendiri.

Konsep tersebut sangat berlawanan dengan mayoritas paradigma manusia modern yang condong akan paham materialistik. Bekerja untuk belajar adalah konsep usang yang tak lagi laku di zaman sekarang. Zaman sekarang, orang lebih berpikir bahwa tujuan mereka bekerja adalah untuk mencari uang. Padahal orang yang bekerja untuk mencari uang tidak akan pernah sempat dan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk belajar dan mendapatkan sesuatu yang positif dari pekerjaan yang sedang ditekuni. Orang seperti ini hanya akan mengerjakan sesuatu berdasarkan upah. Secara tidak sadar, tipe orang seperti ini sudah memberikan batasan pada diri sendiri. Sayang sekali, pola pikir modern ini justru membawa manusia menjadi pekerja sejati yang nyaris tak memiliki peluang untuk menjadi kaya kecuali menempuh jalan pintas, korupsi. Atau dalam bentuk yang lebih sederhana dengan peminjaman uang dengan bunga yang sangat tinggi –rentenir– yang marak di desa-desa.

        Bekerja untuk uang mungkin akan memberikan seseorang penghasilan yang “wah” untuk saat ini. Sayangnya, harus disadari bahwa sehebat apapun pekerjaan yang dilakukan, hanya akan memperkaya orang lain. Akan ada masa di mana seseorang harus berhenti bekerja sedangkan prinsip bekerja untuk uang tidak dirubah, maka saat itu seseorang tidak akan mendapatkan penghasilan apapun. Mana yang lebih menyenangkan, menjadi orang kaya sesaat di masa muda atau merintis usaha dari muda dan menjadi orang kaya di masa tua? La Tahzan!!!

Post a Comment

0 Comments