Pelanggaran HAM dan Kedaulatan Indonesia



Landasan dari semua hubungan manusia adalah harapan. Seorang presiden yang bisa mengatur kehidupan dengan kemakmuran dan ketentraman. Seorang cendikiawan yang senantiasa berpikir dan berdedikasi dan kemudian ada rakyat yang harus selalu patuh dan juga menurut dalam konteks keadilan. Tapi, harapan sudah ditakdirkan untuk dilanggar, karena harapan biasanya berasal dari pikiran manusia. Tidak ada lagi manusia-manusia yang belajar dari harapan-harapan itu, selain dari semua harapan-harapan yang harus mereka penuhi. Namun, tidak satu pun orang yang memenuhi harapan orang lain dan itulah yang menjadi akar dari sebuah konflik.
Perasaan senasib seperjuangan menjadi satu-satunya alasan sekaligus latar belakang munculnya sebuah harapan. Harapan tersebut adalah Indonesia. Negara kepulauan yang terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama dan adat istiadat. Kagum bahkan heran melihat realita yang terjadi. Perbedaan yang pada umumnya merupakan akar dari sebuah permasalahan menjadi satu-kesatuan yang sangat indah dengan perbedaan itu sendiri. Keindahan tersebut terukir dalam istilah Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Namun perbedaan itu selamanya akan menjadi bahaya laten, bahaya yang setiap saat akan meledak dan menghancurkan harapan. Perbedaan itu akan tetap indah apabila setiap orang memahami makna toleransi.
Toleransi adalah sebuah sikap pengertian terhadap pemahaman yang berbeda, bukan harus mengikuti pemahaman yang berbeda itu. Inilah makna toleransi yang akan menjaga hak dan kewajiban setiap orang sebagai manusia. Tidak menghilangkan identitas diri dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan. Dan juga akan menghindarkan diri dari sikap diskriminasi yang menyebabkan timbulnya kekerasan dan ketidakadilan. Tidak sedikit orang atau kelompok yang berusaha menghancurkan Indonesia dengan melakukan propaganda toleransi. Memanfaatkan lubang-lubang perbedaan yang tidak segera ditutup dengan kelapangan hati dan toleransi.
Toleransi menjadi sebuah dilema. Saat seseorang mengalami sebuah kejadian yang tidak adil, maka kejadian itu akan mengguncang jiwanya. Seluruh dunia pun akan terlihat seperti musuh baginya. Semakin besar kejadian tidak adil tersebut, maka akan semakin besar protes yang dilakukan oleh orang itu. Sebagian balasan atas kejadian itu, dia akan menuntut keadilan. Pada kenyataannya, apapun bentuk ketidakadilan dalam masyarakat, bisa menghancurkan kepercayaan dan keyakinan dari seseorang.
Sebagai sebuah arti dari keadilan, orang yang tidak benar selalu bicara keadilan dan memilih cara balas dendam. Dia memilih mengalahkan kekerasan dengan kekerasan. Orang yang merasakan kebenaran itu adalah orang yang merasakan beban lebih besar dari orang lain dan saat melewati jalan ini, yang menekan pun menjadi yang tertekan. Tidak lama kemudian, dia pun berubah menjadi penjahat. Dengan kata lain hanya ada sedikit perbedaan antara keadilan dan dendam. Dan perbedaan itu adalah yang disebut kebenaran.
Dari sudut pandang pemimpin negara, tentu mengharapkan rakyat yang dipimpinnya hidup bahagia, makmur dan tentram. Persatuan dan kesatuan adalah harga mati. Saling menjaga hak dan kewajiban baik secara vertical maupun horizontal menjadi kuncinya. Namun realitanya tidak demikian, impian hanya menjadi angan-angan belaka. Hukum politik akan tetap berlaku, semakin banyak massa atau semakin luas cakupan wilayah, maka tingkat efektifitasnya semakin kecil. Maka tidak disalahkan apabila orang-orang yang merasakan ketidakadilan menuntut untuk merdeka dan hidup mandiri dengan harapan baru yang lebih baik. Bagi seorang pemimpin tentu selamanya tidak akan membiarkan itu terjadi. Melepaskan wilayah atau sekelompok orang dengan harapan barunya. Kesatuan akan tetap dijaga sampai titik darah penghabisan. Orang-orang seperti ini dianggap sebagai pembangkang yang harus dibasmi dan dibersihkan. Tapi, sampai batas mana kesatuan itu dijaga dengan tidak melanggar hak-hak individu sebagai manusia? Bukankah setiap orang sama kedudukannya di mata hukum, dengan tidak membedakan suara itu apakah dari petani, pedagang, buruh maupun pejabat negara.
Sementara dari sudut pandang cendikiawan, hak-hak setiap manusia yang harus diutamakan. Persatuan dan kesatuan adalah sebuah keniscayaan. Tidak dibenarkan apabila persatuan dan kesatuan dicapai dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Tentu masih membekas dalam ingatan kita beberapa kasus pelanggaran HAM yang mengatasnamakan persatuan dan kesatuan. Kelompok-kelompok yang merasakan ketidakadilan dan berusaha menyuarakan harapannya dibumihanguskan, dihancurkan, dan dilenyapkan. Timor Leste yang telah merdeka, Gerakan Aceh Merdeka yang berakhir damai, dan Organisasi Papua Merdeka yang masih bersuara tidak lepas dari terkaman penguasa adalah beberapa kelompok yang anggotanya pernah mencicipi pelanggaran HAM. Namun, orang-orang yang berpandangan demikian, membela hak asasi manusia dianggap dan dicap sebagai pendukung gerakan separatism. Banyak cacian dan makian yang diterima khususnya dari penguasa.
Sedangkan dari sudut pandang rakyat, kehidupan adalah hak segala bangsa. Rakyat hanya menginginkan hidup damai, tentram dan bahagia. Tumbuh dan berkembang mempunyai keluarga yang menemani hari-hari dalam menjalani kehidupan. Terserah bentuk dan sistem negara, rakyat hanya membutuhkan kehidupan yang layak dan sejahtera. Rakyat sebagai objek sekaligus korban dalam hal ini.
Terlepas berada di pihak mana kita sekarang, yang terpenting adalah bagaimana menjalani hidup dan menyikapi perbedaan agar persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga dengan tidak melanggar hak asasi manusia. Memang tidak mudah mengatur negara sebesar dan sekaya Indonesia. Ada empat hal yang harus dirubah dan ditanamkan sejak dini. Pertama, memberikan porsi lebih banyak dalam mempelajari sejarah kebangsaan. Semakin dalam pengetahuan seseorang tentang sejarah berdirinya negara ini, akan semakin cinta pula terhadap negara. Sehingga akan menetralisir segala bentuk protes akibat merasa tertindas, terdiskriminasi, tidak adil dll. Ketika setiap warga tahu bagaimana perjuangan merebut kemerdekaan, mereka tidak akan membuang-buang waktu dan tenaga hanya untuk melakukan protes. Berkarya dan mengisi kemerdekaan dengan prestasi-prestasi adalah hal yang akan tumbuh seiring semakin cintanya terhadap tanah air.
Kedua, memperkuat pendidikan kewarganegaraan dan pancasila. Ideologi pancasila sebagai pedoman dan arah kehidupan bangsa menjadi hal yang harus ada dan dipelajari oleh setiap warga negara baik melalui lembaga pendidikan maupun sosialisasi pemerintah. Kurangnya pemahaman tentang pancasila menyebabkan timbulnya perilaku-perilaku menyimpang terhadap negara. Tentu ketika ada perbedaan ideology baik secara nyata maupun hanya sebatas perbedaan penafsiran, akan memunculkan percikan-percikan api perpecahan sebagai akar gerakan separatis. Oleh karena itu, dengan adanya pendidikan dan sosialisasi pancasila yang sistematis dan terencana akan mempersatukan pandangan hidup bangsa.
Ketiga, menanamkan budaya dan kearifan lokal. Sebelum seseorang menjadi warga dunia yang baik, maka harus menjadi warga negara yang taat hukum sesuai aturan negara masing-masing. Dan sebelum seseorang menjadi warga negara yang baik, maka harus menjadi warga adat yang tahu akan budayanya sendiri. Aneh melihat orang-orang yang pengetahuan dan wawasannya telah mendunia namun tidak tahu adat istiadat dan budayanya sendiri. Bahkan lebih mengenaskan apabila tidak bisa menuturkan bahasa pertamanya.  Maka, orang-orang seperti ini hidupnya adalah kepalsuan, perkembangannya adalah picisan. Kearifan lokal yang memberikan negara dan dunia ini semakin berwarna.  
Keempat, memperketat lembaga sensor film dalam menyeleksi tayangan yang beredar. Seiring kemajuan teknologi dan semakin derasnya arus globalisasi, semakin cepat pula informasi yang diterima. Televisi yang pasti ada di setiap rumah memberikan bahaya yang sangat cepat pengaruhnya. Tayangan zaman sekarang yang lebih banyak nuansa romantinya sedikit demi sedikit merusak moral warga negara. Mengingat sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan akan statis jika hati lebih berkuasa daripada akal. Oleh karena itu dengan niat tidak membatasi kreasi anak bangsa, alangkah baiknya apabila porsi tayangan televise dibagi menjadi beberapa porsi. Sejarah kebangsaan mendapatkan porsi 40 %, pendidikan dan keilmuan 50% dan sisanya 10% untuk kategori bebas yang tidak melanggar perundang-undangan. Tidak ada hal yang paling indah melihat kehidupan negara yang aman, tentram dan sejahtera.

Post a Comment

0 Comments