Problematika paling
penting yang menghadang dewasa ini adalah segala hal yang menyangkut wanita dan menurunnya standar moralitas mereka. Sejarah telah
mencatat bahwa wanita dianggap tidak
ada harganya sama sekali di masyarakat. Berbagai bangsa terdahulu beranggapan
bahwa wanita adalah sumber penyakit dan fitnah. Wanita
merupakan sesuatu yang paling hina. Berlaku kasar terhadap wanita dan mengharuskannya melakukan semua pekerjaan adalah hal biasa, menurunkan martabatnya dan mengingkari wujud
kemanusiaannya. Oleh karena itu keberadaan mereka tak perlu diperhitungkan.
Bangsa Romawi menyatakan sesungguhnya wanita adalah wujud yang tidak berjiwa. Ia tidak akan mengalami
kehidupan di akhirat. Ia adalah kotoran yang tidak boleh makan daging, tertawa,
makan, dan tidak boleh berbicara. Bahkan mereka mengunci mulut wanita dengan gembok yang amat besar. Kemudian filosof besar
Cina, Confusius berpendapat bahwa wanita tidak
diperbolehkan memerintah dan melarang. Pekerjaannya hanya terbatas pada
kesibukan rumah tangga. Wanita harus selalu mengurung diri di dalam rumah
sehingga kebaikan dan kejelekannya tidak diketahui oleh tetangga. Sedangkan
pada zaman jahiliyah, orang-orang Arab berpandangan bahwa wanita lebih hina dari apa pun. Hak-haknya dirampas, kemuliaannya
dinodai, dan masyarakat tidak menghargai mereka sebagai layaknya manusia.
Seringkali terjadi bila orang Arab melahirkan anak Wanita, merasa sakit hati dan membunuhnya.
Wanita Kampus
Kampus sebagai tempat menuntut ilmu belum mampu memberikan kepastian
terhadap keamanan pribadi wanita. Dalam artian secara intern keamanan pengaruh
budaya hedonis-futuristis yang secara tidak langsung akan sangat mempengaruhi
pola pikir dan secara ekstern keamanan kehidupan perkotaan yang begitu bebas.
Para orang tua yang mempunyai anak seorang wanita tentu berpikir berulang kali
sebelum menguliahkan anaknya. Kekhawatiran terhadap bahaya yang siap menerjang.
Bangga akan prestasinya atau malu akan tingkah anaknya adalah konsekuensi yang
niscaya akan diterima oleh orang tua yang jauh dalam pengawasan.
Dalam dunia kampus, selain bidang akademis tentu juga akan difasilitasi
dengan berbagai bentuk organisasi sebagai upaya peningkatan kemampuan. Secara
tidak langsung interaksi antara Wanita dan pria dalam organisasi tidak bisa
dihindarkan. Terlepas aktivitas apa yang menyebabkan interaksi tersebut, secara
psikologis akan membawa dampak yang sangat nyata terhadap aktivitas kegiatan
kampus. Membutuhkan analisis yang carmat dan teliti dalam memilih organisasi
yang tepat guna mengembangkan kemampuan diri.
Berproses dalam sebuah organisasi secara tidak langsung akan mempengaruhi
sikap dan tindakan. Ketika terjun dalam sebuah organisasi yang tidak ada batas
nyata antara wanita dan pria serta adanya tren budaya pacaran, yang terpenting
bagi wanita adalah menghilangkan mindset bahwa pacaran sebagai
indikator dalam keberhasilan berproses dalam organisasi tersebut atau
melanggengkan kalimat kalau tidak pacaran itu kurang pergaulan. Memang tidak
bisa dihindarkan pengaruh-pengaruh psikologis tersebut, mengingat perbandingan
wanita dan pria semakin jauh. Wanita lebih banyak dibandingkan pria sehingga muncul
perasaan takut kehabisan jatah. Ketakutan itulah yang merubah sikap dan
tindakan. Akibat perubahan tersebut menyebabkan tidak sedikit kaum wanita yang
terseret dalam jurang kemaksiatan. Ditandai semakin maraknya perdagangan wanita
dan baru-baru ini tertangkapnya prostitusi online.
Eksistensi Wanita
Mengamati kehidupan wanita, kebanyakan mereka hidup bergantung, tidak
mempunyai pilihan dan larut dalam kuasa dominan. Dari hari ke hari mereka hidup
dalam kemiskinan, penyiksaan seksual dan fisik, pengabaian dan sikap apatis,
serta menyerah pada keadaan. Namun demikian, semua itu tidak menyurutkan gerak
dan langkah wanita untuk menebarkan kasih sayang dan senyum ketegaran menyapa
kehidupan. Bahkan mampu berkarya dan memberikan bukti nyata terhadap pembangunan
negeri.
Posisi dan peran wanita sangat sentral dalam kehidupan. Dalam keluarga,
mereka adalah permata yang membentengi hempasan badai kehidupan.
Mereka menunjukkan ketegaran dan kekuatan di antara perihnya kehidupan yang
terabaikan. Mereka tegar mencintai anak-anaknya dengan ketulusan yang penuh dan
menjaga keluarga yang amat mereka cintai sepanjang hidup. Pengorbanan mutlak
seorang ibu kepada anak dan suaminya dengan sepenuh hati sebagai penyerahan
diri yang utuh. Senyum dan kasih sayangnya mengungkapkan kebenaran bahwa
eksistensi diri mereka tidak bisa tergantikan dengan bentuk apa pun dan harga berapa
pun. Kekuatan wanita tampak tercermin dari semangat dan ketulusan memberi tanpa
ingin memiliki. Kesejatian tersebut telah menuntun langkahnya pada pengorbanan
diri secara riil dengan menghabiskan waktu untuk kebahagiaan orang-orang yang
mereka cintai tanpa lelah.
Namun dalam realitas, perlakuan kepada wanita seringkali diabaikan. Mereka
tidak mendapatkan apa pun atas cinta dan penghargaan yang mereka berikan.
Bahkan penolakan itu pun datang dari dalam dirinya yang tercerai dari
ikatannya. Banyak ditemukan wanita yang tidak berintegrasi dalam jiwanya, yang
ditandai dengan kecemasan, kegundahan, kegelisahan, dan penghancuran diri.
Wanita mempunyai otonomi terhadap dirinya sendiri dengan tanpa menafikan kodrat
penciptaannya.
Pria dan wanita mempunyai hak yang sama dalam konteks keseimbangan. Pria
membutuhkan wanita dan sebaliknya. Namun, adanya emansipasi wanita diartikan
berlebihan oleh sebagian masyarakat khususnya wanita. Yang pelu dicermati bahwa
perbedaan bukan berarti diskriminasi dan kesetaraan tidak harus sama. Ada
bidang tersendiri sesuai kodrat penciptaan masing-masing, apabila suatu hal
dirasa perlu dan pantas dilakukan oleh keduanya, pria dan wanita, maka
indikatornya adalah kemampuan.
Masih diperlukan penyadaran lebih jauh, pencerahan yang lebih tegas dan
lebih lama untuk bisa secara riil mengejawantahkan emansipasi wanita. Persoalan
ketidakadilan yang menerpa dan meresapi kaum hawa merupakan problem kuno yang
telah dibahas sedemikian lamanya. Realitas berakar dalam resistensi masyarakat,
keluarga, dan sistem yang sebagian besar sesungguhnya merupakan resistensi kaum
pria terhadap gelombang keniscayaan perubahan emansipatoris yang memang layak
terjadi pada perspektif perwujudan kehidupan yang lebih adil.
Selamat Hari Perempuan Internasional....!!!
0 Comments