Telah tertulis
dalam ajaran agama-agama bahwa peran seorang ibu sangat vital dalam kehidupan
rumah tangga. Dalam ajaran Hindu tertulis,“Jika
ibu wajahnya selalu memancarkan keceriaan, seluruh rumah tangga berbahagia.Tetapi
jika wajahnya cemberut, semuanya akan kelihatan suram” (Manavadharmasastra, III
62). Bahkan pengaruh seorang ibu akan sangat menentukan kehidupan masa
depan seorang manusia. Masa depan kita adalah perjuangan masa lalu ibu yang
belum terselesaikan, cita-cita yang belum tertunaikan.
Nama lain dari masa
depan itu sendiri adalah perjuangan. Merencanakan masa depan dan terus
membayangkan tercapainya keinginan di masa depan nanti. Tapi dalam hidup, tidak
hanya di masa depan atau di masa lalu. Hidup juga ada di masa sekarang ini,
dengan kata lain hidup di masa sekarang ini adalah inti sebenarnya dari
kehidupan. Jadi masa lalu atau terus berencana untuk masa depan dalam kehidupan
ini, kehidupan akan terus berjalan. Kalau kita bisa menerima kehidupan yang
utama, maka kita bukan hanya tidak bisa melihat masa depan atau membentuk masa
depan itu, tapi yang bisa kita lakukan adalah menyambut masa depan itu dengan
kesabaran dan keberanian dengan tangan terbuka. Dan menghormati orang tua
khususnya ibu, menjadi kunci membentuk masa depan itu dengan penuh kebahagiaan.
Menghormati orang
tua khususnya ibu menjadi hal yang sangat penting dalam Al Kitab dan menentukan
kebahagiaan seorang manusia di masa depan. Hormatilah
ayahmu dan ibumu, ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata
dari janji ini supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi (Efesus 6:
2-3). Sidharta Gautama juga menunjukkan kunci meraih kebahagiaan hakiki.
Dalam Dhammapada bab XXIII ayat 332 Sang Buddha bersabda,”Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini,
berlaku baik terhadap ayah juga kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa
merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini, berlaku baik terhadap para Arya
juga merupakan kebahagiaan.”
Setiap peristiwa
dalam hidup adalah menentukan keputusan dan setiap keputusan yang diambil akan
berdampak baik atau buruk bagi manusia. Dan dampak itu akan dirasakan untuk
selamanya. Keputusan yang diambil saat ini bisa menghadirkan kebahagiaan atau
kesedihan di masa depan, bukan hanya untuk satu orang tapi untuk sebuah
keluarga dan masa depan generasi setelah itu. Saat seorang berhadapan dengan
dilema, hati pun jadi terganggu lalu dipenuhi dengan kebimbangan. Saat untuk
membuat keputusan pun menjadi sebuah pertempuran dan hati pun menjadi medan
tempur. Saat seorang mengambil keputusan dengan pikiran yang tenang, dia pasti
akan punya masa depan yang bahagia. Tetapi saat seorang mengambil keputusan
untuk menenangkan hatinya sendiri itu akan memberikan dia beragam penderitaan
dan kesedihan di masa depannya. Perlu restu orang tua khususnya ibu untuk
menciptakan masa depan itu.
Guru Kong Fu Zi
bersabda, “Bila orang tua Anda masih
hidup, janganlah bepergian jauh. Jika Anda harus bepergian jauh, Anda harus
memberi tahu mereka di mana Anda berada, supaya mereka tidak merasa khawatir
mengenai keadaan Anda.” Orang tua senantiasa mengharapkan kemajuan dan
kesejahteraan putra-putrinya. Doa senantiasa terhaturkan kepada sang buah hati
walau berada jauh di belahan bumi yang lain. Tapi tidak sedikit seorang anak
yang lupa kepada orang tuanya. Indikasi kelupaan itu adalah tidak pernah
mengunjungi orang tua bahkan mungkin jarang memberikan kabar atau menghubungi
orang tuanya. Kesuksesan menjadi satu-satunya alasan penyebab semua itu, tapi
anehnya tidak sedikit orang yang kesulitan mendefinisikan bagaimanakah arti sebuah
kesuksesan yang sebenarnya. Kesadaran bahwa kesuksesan terbesar dalam hidup ini
adalah keberhasilan diri pulang dengan selamat patut direnungkan kembali.
Bagaimanapun
definisi tentang kesuksesan itu, tidak bisa dipungkiri bahwa sukses tidaknya
seorang manusia menjalani kehidupan dalam menyusun pola kebermanfaatan,
berbanding lurus dengan bagaimana dia memperlakukan ibunya, melayani orang
tuanya. Semakin bangga dan mudah kehidupan orang tua karena dirinya, semakin
dekat kesuksesannya dalam meraih cita-cita. Begitu pun sebaliknya, semakin
susah kehidupan orang tua karena keberadaan dirinya, semakin jauh pula dia
dengan cita-citanya.
Sementara itu,
secara biologis sepertinya tidak perlu dibahas lagi bagaimana jasa seorang ibu
terhadap keberlangsungan hidup seorang manusia. Tetesan keringat dan air
matanya terus mengalir ketika seorang ibu melahirkan, setelah bersusah payah
mengandung selama kurang lebih sembilan bulan. Kemudian berjuang merawat dan
membesarkan dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu, penghormatan kepadanya
pun menjadi sebuah keutamaan bagi setiap manusia.
Dengan kemuliaan
yang melekat pada seorang ibu, Rasulullah Muhammad SAW mengingatkan dalam
sabdanya untuk selalu menghormati ibu. Tertuang dalam hadis riwayat Bukhari dan
Muslim. “Dari Abu Hurairah ra, beliau
berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai
Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?“ Nabi SAW
menjawab, “Ibumu!” Dan orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?”
Nabi SAW menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa
lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian
siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Kemudian Ayahmu!”
Cerita rakyat Malin
Kundang menjadi pelajaran berharga, betapa restu seorang ibu sangat
mempengaruhi masa depan seorang anak. Ibu sangat berjasa dalam membantu anaknya
meraih cita-cita, tetapi ketika cita-cita itu sebagai sebab munculnya sifat
sombong, angkuh dan lupa diri, hingga tidak menempatkan orang tua di tempat
yang semestinya, maka akibatnya pun mampu merubah segalanya. Bukan hanya
cita-cita yang jauh dari dirinya, tetapi kesengsaraan hidup di luar perkiraan
manusia bisa terjadi. Setali tiga uang dengan peristiwa yang terjadi di tanah
arab, seorang anak yang taat, Al-Qoma, menghiraukan panggilan Sang Ibu
menyebabkan dirinya kesulitan dalam menghadapi sakaratul maut. Masa depan kita
tergantung doa dan restu seorang ibu.
Ibu adalah madrasah
pertama manusia dalam menjalani kehidupan. Serendah apapun pendidikan formal
yang dijalani, ibu tetaplah madrasah pertama, memberikan banyak pelajaran
berharga bagi seorang manusia sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Seperti
halnya ibunda Imam Syafi’i yang tidak menerimanya kembali ke rumah setelah
sekian lama mengembara menuntut ilmu hanya karena lupa mengucapkan salam.
Begitu juga ibunda seorang mursyid K. H. Muhammad Utsman Al-Ishaqi yang tidak
menerima putranya karena tampak gemuk setelah sekian lama menuntut ilmu.
Baginya kegemukan tidak mencerminkan seorang penuntut ilmu karena seorang
penuntut ilmu haruslah sedikit makan dan merasakan kesulitan dalam menjalani
pendidikan. Akhirnya, hasil didikan tersebut menghasilkan cahaya yang sangat
terang benderang di masa depan, bermanfaat bagi umat manusia.
Seorang ibu
mempunyai cara tersendiri dalam mendidik putra-putrinya. Membekali
putra-putrinya dengan pesan yang bisa membawa sang buah hati mampu mengarungi
luasnya samudera kehidupan dalam meraih cita-cita tertingginya. Seorang ibu yang
di masa kecilnya bercita-cita menjadi seorang guru, bermimpi mengenakan baju
kebesaran PGRI. Tapi apa daya, perekonomian keluarga yang memaksa perempuan ini
merantau dan bekerja. Memupus semua mimpi-mimpinya. Tetapi dalam hati kecilnya
mimpi itu masih tertanam kuat, berharap di masa depan nanti menjadi seorang
guru, mengenakan baju kebesaran PGRI.
Mimpi itu tak
kunjung menjadi nyata. Pernikahan dengan seorang laki-laki membawa hidupnya
sedikit demi sedikit menjadi lebih baik. Tetapi mimpi itu masih juga belum
terwujud, hingga seorang anak lelaki lahir darinya. Kesederhanaan dan tidak
pernah menyerah menjadi pelajaran pertama bagi anak tersebut. Juga tidak
mengungkit setiap pemberian kepada orang lain sebagai pelajaran berharga, bekal
kehidupan anak itu di masa depan.
Kehidupan masih
belum berpihak kepada perempuan itu beserta keluarganya, cita-cita masih belum
tertunaikan. Pendidikan masih menjadi tantangan terberat dalam dinamika
kehidupannya. Tantangan kembali datang ketika sang anak mulai memasuki pendidikan
tinggi. Kebimbangan antara melanjutkan pendidikan atau tidak menjadi pilihan
yang sangat menentukan. Harapan besar kepada putranya untuk bisa meraih apa
yang dulu ia cita-citakan. Setidaknya kepada putranyalah cita-cita tersebut
berharap menjadi nyata, tapi kondisi perekonomian membuatnya bimbang.
Sebuah peristiwa
yang membuat semuanya berubah. Semangat dan motivasi untuk meraih pendidikan
setinggi-tingginya akhirnya datang ketika sebuah hinaan kepada keluarganya,
bahwa hanya orang-orang kaya lah yang bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Motivasi melejit, tidak peduli bagaimana kondisi perekonomian keluarga. Banyak
jalan menuju Roma. Yang terpenting baginya sekarang adalah menata niat untuk
menyekolahkan putranya setinggi-tingginya. Pembuktian bahwa pendidikan tidak hanya
untuk kalangan orang kaya, semua berhak untuk mengenyam pendidikan. Akhirnya,
cita-cita pun terwujud. Sang anak lulus pendidikan keguruan tanpa biaya sepeser
pun. Satu ucapan dari sang anak, “Terima kasih ibu telah berjuang hingga sampai
di sini. Engkau pahlawanku, engkau pelita hidupku.”
Penghargaan
setinggi-tingginya kepada sang inspirator guru para Pandawa dan Kurawa, Drona,
yang telah menginspirasi tentang konsep pendidikan dan bagaimana pentingnya
sebuah pendidikan. Menyikapi hinaan dan mengolah dendam sebagai api untuk terus
mendidik para ksatria-ksatria hebat di masa yang akan datang. Memusnahkan
segala bentuk kemunafikan dan ketidakadilan di muka bumi.
Masa depan kita
adalah perjuangan masa lalu ibu yang belum usai, cita-cita yang belum
tertunaikan. Masa depan ketika itu adalah masa sekarang.The Dreams Will Come True. Kami anak negeri yang berhak bermimpi.
Kami anak negeri yang tak lelah tempa diri. Berambisi besar untuk raih semua
harapan. Demi masa depan yang gemilang. Berambisi tinggi untuk perbaikan bangsa
ini. Demi hari esok berdikari. Keterbatasan bukan lagi penghalang. Untukmu
wahai sang pelopor perubahan. Ketidakmampuan tak jadikan kita henti. Ingat pada
rabbiizzati. Percaya diri tuk
membidik semua mimpi. Dengan misi yang terpatri. Kami tak akan berhenti untuk mewujudkan
mimpi ini. Berambisi besar untuk meraih semua harapan. Masa depan kita adalah
cita-cita ibu yang belum tertunaikan, mari kita selesaikan. Membuat mimpi-mimpi
itu menjadi nyata.
0 Comments