Manajemen Cinta



Kata yang paling akrab oleh para remaja adalah cinta. Sebuah istilah yang mengandung beragam makna dan multitafsir. Pemaknaan terhadap cinta sangat menentukan pola perilaku dan corak kehidupan remaja. Tanpa maksud membatasi kreativitas dalam memaknai cinta, perlu kiranya dibentuk sebuah pemahaman dan kerangka berpikir dalam memaknai cinta sehingga menghasilkan pribadi-pribadi paripurna di masa yang akan datang. Membangun sebuah negara yang berdaulat, adil dan makmur.

Anggapan sebagian orang tentang cinta, bahwa cinta itu buta, cinta itu palsu, cinta itu munafik atau cinta itu nafsu, tidak bisa dibenarkan. Yang perlu diluruskan bahwa dengan cinta seseorang akan mampu menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan suatu hal yang sangat istimewa. Dengan cinta seseorang akan mampu menguasai pelajaran dengan mudah, dengan cinta seseorang akan membutuhkan sedikit waktu untuk menguasai suatu keahlian, dan dengan cintalah seseorang mempunyai tenaga yang luar biasa diluar batas kemampuan normal. Cinta adalah nur Ilahi yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia sebagai anugerah tiada tara. Membawa manusia bak memasuki kebun yang penuh dengan pepohonan dan bunga-bunga nan indah.

Dalam tubuh manusia ada dua unsur kekuatan yang saling mempengaruhi, akal dan nafsu. Akal dilambangkan dengan anggota tubuh leher ke atas, sedangkan nafsu dilambangkan dengan anggota tubuh leher ke bawah. Cinta yang diinterpretasikan dengan bagian tubuh leher ke atas akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa, sedangkan cinta yang diinterpretasikan menggunakan bagian tubuh leher ke bawah itulah yang harus dihindari dan dibasmi. Mereka yang lebih banyak menginterpretasikan cinta menggunakan bagian tubuh leher ke bawah, tidak lebih baik dari hewan.

Objek cinta dalam kehidupan manusia juga perlu diatur. Dalam usia 25 tahun bagi laki-laki atau 21 tahun bagi wanita adalah waktu paling produktif untuk menempa diri meningkatkan kemampuan. Objek cinta dalam waktu sekian tahun ini adalah keilmuan dan segala sesuatu yang mendukung penguasaan suatu keilmuan. Cintanya hanyalah pada ilmu. Sedangkan ketika memasuki umur 26 tahun bagi laki-laki atau 22 tahun bagi wanita, maka kecintaannya boleh bercabang kepada lawan jenis tanpa meninggalkan kecintaan pada keilmuan yang telah ditekuninya. Tantangan yang paling berpengaruh ketika belum waktunya membangun sebuah hubungan adalah bahwa kalau tidak pacaran itu kuno, kuper, cupu dan istilah-istilah lain yang terkadang membuat seseorang termarginalkan.

Semua hal itu tidak ada gunanya jika tanpa dukungan dari orang tua. Pengawasan orang tua tanpa membatasi kreativitas sang anak mutlak diperlukan. Selain pembekalan ilmu-ilmu agama, perlu diberlalukan ketegasan larangan pacaran sebelum memasuki usia 25 tahun bagi laki-laki dan 21 tahun bagi wanita. Hal itu juga tidak ada gunanya apabila tidak ada dukungan dari pemerintah, khususnya lembaga penyiaran tayangan televisi. Pengaturan jenis tayangan televisi perlu diperbaiki. Tanpa membatasi kreativitas anak bangsa, tayangan televisi yang bernuansa asmara yang dikemas dalam bentuk pendidikan, perjuangan, atau yang lain, akan lebih baik ditayangkan ketika tengah malam atau jam-jam sekolah. Tayangan televisi sepatutnya untuk pengembangan nasionalisme dan kemampuan berpikir, bukan romansa percintaan. Label dewasa juga perlu ditingkatkan. Pada mulanya 18 tahun sebagai batas usia kedewasaan, harus dirubah menjadi 25 tahun.

Apabila hal ini diberlakukan, maka secara tidak langsung akan menekan angka pernikahan dini. Bangsa Indonesia juga berpotensi mencetak putra bangsa lebih banyak. Menghasilkan berbagai temuan-temuan dan ciptaan-ciptaan yang akan mengharumkan nama bangsa. Dunia masih terlalu luas untuk dijelajahi dan masih banyak hal yang perlu diketahui di luar sana. So, jangan terlalu cepat memutuskan untuk berumah tangga. Berpetualanglah ketika masih muda, sebelum kecewa di hari tua karena tidak tahu apa-apa.

Post a Comment

0 Comments