Dua hal yang harus dihindari oleh pemuda ialah waktu luang dan
sendirian, setidaknya itulah yang masih saya ingat dari seorang Al-Ghazali. Oleh
karena itu, saya selalu berdoa agar waktu saya bermanfaat secara maksimal. Dan
saya rasa doa saya itu terkabul. Bagaimana tidak, hari ini waktu saya
benar-benar maksimal untuk belajar. Bahkan saya kira ada pelanggaran hak
terhadaap tubuh.
Hari ini adalah agenda cangkrukan ilmiah bersama AMBISI. Peserta
bersiap-siap di serambi masjid menunggu kedatangan bis. Betapa keceriaan
terlihat di raut muka setiap peserta. Namun, kelelahan masih menyelimuti saya
setelah semalaman mengikuti kajian budaya. Tak apalah mungkin ini jalan terbaik
yang ditakdirkan Tuhan. Sepanjang perjalanan peserta bernyanyi, bercanda, dan
bercengkrama dengan peserta yang lain. Saya pun sesekali mengikuti arah
kebercandaan itu. Namun, berkali-kali juga saya menutup mata dan
mengistirahatkan tubuh ini yang sedari malam beraktivitas.
Tujuan pertama kami adalah Omah Munir. Sebuah tempat yang
dijadikan museum HAM. Pemiliknya mengklaim bahwa museum ini satu-satunya museum
HAM yang ada di Asia Tenggara. Sungguh semakin takjub tentang ketinggian negeri
ini. Sesampai di tempat tujuan, peserta begitu antusias membaca setiap rekam
jejak perjuangan Munir, seorang aktivis dan pejuang HAM yang dibunuh dalam
penerbangannya menuju Belanda. Puas membaca seisi museum, kami duduk bersama
untuk mengaji permasalahan kesetaraan pendidikan di negeri ini.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Selecta. Tempat yang
tak asing lagi bagi saya, tetapi terakhir kali saya ke sini ketika masih duduk
di bangku Aliyah. Suasana kebersamaan bersama sahabat-sahabat AMBISI memang
baru kali ini semeriah ini. Tua-muda, senior-junior, menjadi satu forum tanpa
sekat tanpa halangan. Semoga keakraban kita semakin menyatu.
Setelah itu kami menuju alun-alun kota Batu. Desain taman yang
sangat menarik, menyebabkan tempat ini tak pernah sepi. Satu hal yang saya
kagumi dari tempat ini yaitu ketika azan berkumandang, masyarakat berbondong-bondong
menuju masjid. Berjalan, jalan cepat, bahkan dengan berlari. Setidaknya itu
yang saya saksikan.
Di alun-alun Batu kami melakukan agenda kepenulisan. Evaluasi
kinerja dan publikasi juga tak lepas dari pembicaraan. Selepas itu kami
menikmati suasana alun-alun yang begitu meriah. Beberapa kuliner juga kami
nikmati sesuai selera masing-masing. Saya bersama sahabat Arina menikmati
sajian ketan yang dikolaborasikan dengan keju. Cukup enak menurutku. Waktu
berjalan dengan sangat cepat sehingga kami harus menuju bis untuk kembali
pulang. Kami harus mengakhiri rangkaian agenda dan harus meninggalkan kota Apel
untuk melanjutkan perjuangan menuju kota Pahlawan.
Museum –
Masjid – Alun-alun Batu
Sabtu, 7 Maret
2015
0 Comments