Di ujung jalan ini, tampak seorang nenek sedang
berkomat-kamit dengan sebuah Al-Qur’an kecil ditangannya. Aku melewatinya
dengan tersenyum ke arahnya, namun sang nenek tampak serius dengan aktivitasnya
sehingga tak menghiraukan aktivitas sekitar. Sampai aku kembali dengan melewati
jalan yang sama, nenek tersebut masih berada di tempat yang sama dengan
aktivitas yang tak berbeda.
Salam kuhaturkan kepadanya, dan dijawab dengan lengkap
oleh sang nenek dengan wajah tersenyum.
“Nenek semangat sekali, sejak tadi siang saya lewat
sini hingga pulang, nenek masih saja di tempat ini. Nenek sedang apa?”
“Saya sedang berusaha menghafalkan Al-Qur’an nak.”
“Kenapa nenek masih semangat menghafalkan sedangkan
fisik dan pikiran sudah menurun. Kenapa tidak menghabiskan waktu dengan anak,
cucu dan mungkin menikmati hari tua dengan harta yang telah nenek kumpulkan
sejak muda?”
“Saya takut kesepian nak, jika diberi umur panjang
oleh Tuhan. Sedangkan kenikmatan sehat dan kemampuan fisik tak lagi ada, siapa
yang menemani saya dan apa yang akan saya lakukan di masa itu? Anak dan cucu
akan sibuk dengan aktivitas dan keluarga barunya masing-masing serta harta tak
akan lagi berguna. Masih beruntung jika tak jadi rebutan. Selagi penglihatan
masih ada meskipun sudah kabur, saya berusaha menghafalnya nak walaupun tak
seluruhnya. Akan lebih menyakitkan lagi bagi saya, jika nafas ini masih
berhembus sedangkan mata tak mampu lagi membaca dan telinga tak bisa lagi
mendengar, tidak ada aktivitas yang bisa saya lakukan.”
Tak ada kata yang bisa kuucapkan mendengar
penjelasannya.
“Oleh karena itu nak, selagi masih muda coba hafalkan
sedikit demi sedikit. Tak perlu bercita-cita menjadi hafid atau mendapatkan
keberuntungan sebab hafalanmu. Cukup takutlah jika kamu diberi umur panjang
sedangkan kamu tak mempunyai bekal sama sekali. Suka tidak suka, masa itu pasti
akan datang, semoga hidupmu selalu terjaga oleh Al-Quran.
“Aaaamiiin.” (Dengan wajah berkaca-kaca)
“Ingat! Sesibuk apapun, jangan sampai lupa mengulang
dan membaca Al-Qur’an, walupun hanya satu ayat. Status hafid tidaklah penting, yang
terpenting adalah bagaimana kamu membiasakan diri mengulang-ulang hafalan yang
telah ada setiap hari. Sama halnya dengan status juara dalam olah raga tidaklah
penting, yang terpenting kamu membiasakan berolah raga agar fisikmu senantiasa
diberi kesehatan. Juga berprestasi dalam dunia akademik tidaklah terlalu
penting, yang terpenting bagaimana caranya kamu bisa mendengar keluhan dari
masyarakat dengan sabar dan membersamai mereka dalam menyelesaikan
permasalahan.”
“Ya, Nek. Terima Kasih. Assalamu’alaikum!”
“Waalaikumussalam. Semoga hidupmu selalu mendapatkan
keberuntungan dan keberkahan dari Yang Maha Kuasa.”
“Aaaamiiin.”
0 Comments