Takut dengan Umur Panjang (SS)



Di ujung jalan ini, tampak seorang nenek sedang berkomat-kamit dengan sebuah Al-Qur’an kecil ditangannya. Aku melewatinya dengan tersenyum ke arahnya, namun sang nenek tampak serius dengan aktivitasnya sehingga tak menghiraukan aktivitas sekitar. Sampai aku kembali dengan melewati jalan yang sama, nenek tersebut masih berada di tempat yang sama dengan aktivitas yang tak berbeda.
Salam kuhaturkan kepadanya, dan dijawab dengan lengkap oleh sang nenek dengan wajah tersenyum.
“Nenek semangat sekali, sejak tadi siang saya lewat sini hingga pulang, nenek masih saja di tempat ini. Nenek sedang apa?”
“Saya sedang berusaha menghafalkan Al-Qur’an nak.”
“Kenapa nenek masih semangat menghafalkan sedangkan fisik dan pikiran sudah menurun. Kenapa tidak menghabiskan waktu dengan anak, cucu dan mungkin menikmati hari tua dengan harta yang telah nenek kumpulkan sejak muda?”
“Saya takut kesepian nak, jika diberi umur panjang oleh Tuhan. Sedangkan kenikmatan sehat dan kemampuan fisik tak lagi ada, siapa yang menemani saya dan apa yang akan saya lakukan di masa itu? Anak dan cucu akan sibuk dengan aktivitas dan keluarga barunya masing-masing serta harta tak akan lagi berguna. Masih beruntung jika tak jadi rebutan. Selagi penglihatan masih ada meskipun sudah kabur, saya berusaha menghafalnya nak walaupun tak seluruhnya. Akan lebih menyakitkan lagi bagi saya, jika nafas ini masih berhembus sedangkan mata tak mampu lagi membaca dan telinga tak bisa lagi mendengar, tidak ada aktivitas yang bisa saya lakukan.”
Tak ada kata yang bisa kuucapkan mendengar penjelasannya.
“Oleh karena itu nak, selagi masih muda coba hafalkan sedikit demi sedikit. Tak perlu bercita-cita menjadi hafid atau mendapatkan keberuntungan sebab hafalanmu. Cukup takutlah jika kamu diberi umur panjang sedangkan kamu tak mempunyai bekal sama sekali. Suka tidak suka, masa itu pasti akan datang, semoga hidupmu selalu terjaga oleh Al-Quran.
“Aaaamiiin.” (Dengan wajah berkaca-kaca)
“Ingat! Sesibuk apapun, jangan sampai lupa mengulang dan membaca Al-Qur’an, walupun hanya satu ayat. Status hafid tidaklah penting, yang terpenting adalah bagaimana kamu membiasakan diri mengulang-ulang hafalan yang telah ada setiap hari. Sama halnya dengan status juara dalam olah raga tidaklah penting, yang terpenting kamu membiasakan berolah raga agar fisikmu senantiasa diberi kesehatan. Juga berprestasi dalam dunia akademik tidaklah terlalu penting, yang terpenting bagaimana caranya kamu bisa mendengar keluhan dari masyarakat dengan sabar dan membersamai mereka dalam menyelesaikan permasalahan.”
“Ya, Nek. Terima Kasih. Assalamu’alaikum!”
“Waalaikumussalam. Semoga hidupmu selalu mendapatkan keberuntungan dan keberkahan dari Yang Maha Kuasa.”
“Aaaamiiin.”

Post a Comment

0 Comments