Aksi Pemuda Indonesia; Mata Najwa On Stage Kota Batu


Sengatan sinar mentari mulai terasa. Memancarkan kegagahannya di setiap penjuru bumi. Pantulan cahayanya di kaca-kaca gedung pencakar langit membuat siang ini semakin panas. Kendaraan bermotor pun tak kalah bersaing untuk memantulkannya, sembari menyepulkan asap dan memeriahkan suasana jalan raya. Keberangkatan yang telah direncanakan sejak beberapa hari yang lalu sempat menuai sedikit rintangan. Saya bersama sahabat Humam harus kembali setelah ingat bahwa surat-surat kendaraan yang kami kendarai ternyata kurang lengkap. Beruntung jarak yang kami tempuh masih tidak terlalu jauh. Setelah kembali mengambil Surat Tanda Nomor Kendaraan, kami pun berangkat dengan harapan mendapat pengalaman dan ilmu baru.
Sepanjang perjalanan, tidak ada kemacetan yang kami temui. Jalanan terlampau lengang dan beberapa kali saya melihat media sosial guna mengetahui proses administrasi di lokasi. Beberapa sahabat memang sudah datang sejak kemarin dan banyak info penting yang mereka berikan.
Jauhnya perjalanan yang harus kami tempuh membuat rasa kantuk mulai berdatangan. Beberapa kali sahabat Humam menggunakan strateginya untuk mengejutkan saya dengan harapan rasa kantuk itu hilang. Akhirnya, kami memutuskan untuk rehat sejenak di salah satu warung kopi di perbatasan Pasuruan - Malang.  Secangkir kopi hitam berhasil menghilangkan rasa kantuk dan perjalanan pun dilanjutkan.
Tujuan kami menuju lokasi tempat berlangsungnya acara. Ketidaktahuan kami atas lokasi dan jalan menuju lokasi tersebut membuat saya mengandalkan Google Maps. Ternyata setelah beberapa menit proses mencari akhirnya sampai di lokasi. Suasana di lokasi terbilang cukup sepi. Maklum saja, acara dimulai masih lama sekitar pukul 16.00 WIB, sedangkan kedatangan kami tepat pukul 12.00 WIB.
Waktu yang ada kami gunakan untuk istirahat, shalat dan mengisi energi. Proses penukaran tiket cukup mudah, antrian tidak terlalu padat. Hingga sampai sang surya mulai lingsir, pengunjung mulai berdatangan. Tiket gratis menarik 25.000 mahasiswa ke tempat ini. Beberapa hiburan di luar panggung utama juga mulai ditampilkan. Tiba-tiba di tengah keasyikan itu, pintu utama stadion Brantas tempat panggung utama telah di buka. Kami pun dengan segera mengantri.
Dari sinilah perjuangan di mulai, antrian dalam memasuki stadion tidak terorganisir dengan baik. Ribuan peserta berdesakan dan saling dorong. Beruntung di antara peserta masih ada pengertian mengingat peristiwa Mina yang terjadi pekan lalu. Dinginnya udara di kota Batu seakan menjadi panas di antara himpitan ribuan peserta.
Rasa puas tampak di raut muka setiap peserta ketika berhasil memasuki stadion. Panggung nan megah dalam stadion yang luas membuat takjub siapa saja yang menyaksikannya. Gemerlap pencahayaan lampu panggung cukup mencerahkan suasana malam hari di kota Batu. Tidak lama setelah itu, beberapa hiburan ditampilkan. Mulai dari penyanyi solo dan band menghibur ribuan penonton di dalam stadion. Najwa Shihab sebagai tuan rumah Mata Najwa pun menyapa penonton dengan riang gembira.
Satu per satu pembicara kemudian naik ke panggung. Di mulai dari kelompok seniman yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Sujiwo Tedjo dan Lis Hartono yang lebih dikenal dengan Cak Lontong. Kehadirannya di panggung dengan gaya yang kocak. Penampilannya yang kocak ternyata berhasil menipu anggapan masyarakat luas. Kedua orang tokoh ini ternyata orang jenius ketika masih menjadi mahasiswa.
Sujiwo Tedjo adalah mahasiswa jurusan Matematika di ITB. Dia memang ahli matematika sejak masa sekolah. Tetapi, keedanannya sudah nampak sejak masa itu. Dia jarang sekali masuk sekolah tetapi ketika akan dilaksanakan ujian Matematika, rumahnya selalu penuh dengan teman-temannya yang belajar matematika kepadanya. Dalam penjelasannya dia meluruskan anggapan masyarakat umum yang selalu mengaitkan matematika dengan angka. Padahal yang dibangun dalam matematika adalah kemampuan menangkap sebuah pola dari segala sesuatu yang sebelumnya tak berpola. Dia juga sempat pindah jurusan Teknik Sipil di ITB juga karena ada anggapan bahwa mahasiswa Teknik Sipil lebih disukai perempun.
Sementara itu, Lis Hartono atau Cak Lontong adalah mahasiswa Teknik Elektro ITS. Ketika ditanya bagaimana sejarah panggilan Cak Lontong, dia menjawab dengan simpel. Cak Lontong itu dari bentuk tubuhnya yang kurus panjang seperti lontong. Dia beranggapan bahwa tekanan berbanding lurus dengan gaya. Maksudnya, ketika hidup seseorang merasa banyak tekanan, berarti dalam menjalani kehidupannya mereka terlalu banyak gaya.
Di tengah kekocakan dua seniman tersebut, muncullah dua politisi ke atas panggung. Dengan menggunakan sepeda motor jadul, Gus Ipul membonceng Pramono Anung sampai ke atas panggung. Setelah menyapa para penonton, Pramono Anung yang sekarang menjabat sebagai sekretaris kabinet pemerintahan Presiden Jokowi beranggapan bahwa sepeda tersebut mengingat memori ketika masih belajar, kehidupan itu naik-turun seperti jalan raya. Dia suka berantem sekaligus profokator dan suka tebar pesona. Awal perjalanan perpolitikannya ketika menjadi ketua BEM di ITB. Ya, dia satu almamater dengan Sujiwo Tedjo.
Sementara Gus Ipul yang sekarang menjadi wakil gubernur Jawa Timur ketika sekolah tidak serius dan dulu pernah aktif menjadi penjaga gawang. Menjadi politisi memang sedikit merepotkan, ketika beraksi dianggap pencitraan tetapi ketika diam dianggap tidak kerja. Kemudian datanglah seniman perempuan yang tidak asing lagi yaitu Syahrini. Ketika tokoh ini berbicara, seakan keempat tokoh lain terbius, entah karena apa. Panjang lebar penjelasan dari kelima pemateri tersebut diakhiri oleh kesimpulan dari Najwa Shihab.
“Keberanian adalah modal pertama. Ijazah cuma selembar kertas di atas meja. Kehidupan keras yang penuh persaingan bisa diatasi dengan kematangan dan pengalaman. Kemampuan membaca medan, kecerdikan melihat kesempatan, dibutuhkan di tengah persaingan. Fokus pada target dan cita-cita, cemooh dan ejekan lebih baik abaikan saja. Berani mengambil jalan tak biasa agar tampak mencolok dan istimewa. Tidak gampang takut oleh kegagalan, terus mencipta momen kebangkitan. Saatnya berbuat dan berkarya, susun rencana sekarang juga, mulailah secepatnya. Keberhasilan hanya soal waktu bagi mereka yang tekadnya sekeras batu.
Usai acara kami segera meninggalkan lokasi dan menuju ke alun-alun Batu. Sembari menghirup kesejukan udara malam kota Batu, kami membersihkan jiwa dan raga. Suasana masjid yang begitu tenang seakan membawa kesejukan sanubari. Arsitektur dan ornamen masjid yang begitu megah menjadi kenangan tersendiri bagi siapa saja yang hadir.
Gemerlap pesona malam wisata alun-alun Batu bisa juga sebagai alternatif. Muda-mudi yang sedang memadu kasih banyak kita temui. Aneka jajanan makanan juga bisa kita nikmati. Di pojok alun-alun, stan paling ramai menjual aneka macam ketan. Sambil menyusun rencana esok hari, kami menikmati hidangan ketan yang telah kami pesan sebelumnya. Malam ini kami bermalam di kontrakan salah satu sahabat di sekitar UIN Maliki. Udara dingin yang menusuk tulang cukup mengganggu dan tak terasa kami larut dalam perbincangan.
Pagi harinya kami meninggalkan Malang. Dalam perjalanan pulang kami mampir di salah satu pusat oleh-oleh. Bakpao Telo, pusat oleh-oleh yang berbahan dasar telo. Keripik, bakpao hingga es krim rasa telo. Aneh memang, tapi punya sensasi tersendiri. Setiap perjalanan tentu ada hikmah tersendiri. Orang yang kita temui adalah cermin bagi diri kita sendiri. Beruntunglah mereka yang bisa mengambil pelajaran di setiap perjalanan.

Post a Comment

0 Comments