Surabaya Bebas Motor

Surabaya bebas motor atau yang lebih dikenal dengan Car Free Day merupakan acara warga Surabaya setiap hari minggu pagi di jalan Darmo yang berpusat di taman Bungkul. Hari ini (16/8) yang berdekatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia banyak acara-acara yang tidak biasa. Lomba-lomba dalam memeriahkan HUT RI ke-70 cukup menyemarakkan suasana pagi yang biasanya hanya dimeriahkan oleh para aktivis senam.
Berbicara tentang kemerdekaan, saya kira bangsa Indonesia belum cukup merdeka dalam menentukan kehidupannya. Contoh kecil saja pada acara mingguan seperti ini, Car Free Day lebih familiar digunakan oleh masyarakan luas. Kekuatan bahasa Nasional nampaknya belum menjadi kebanggaan disinyalir dengan banyak yang lebih bangga dengan istilah asing padahal di negeri sendiri. Terlepas dari semua itu, hiruk pikuk politik tidak mempengaruhi warga Surabaya untuk menikmati akhir pekan. Semaraknya agenda mingguan ini menjadi ladang penghasilan bagi banyak orang. Para pekerja yang biasa bekerja di bawah tekanan juga ikut senang dalam menikmati akhir pekan bersama keluarga.
Hentakan langkah kaki silih berganti menapak jalanan hitam. Senyum tawa terpampang nyata di setiap eloknya wajah, membuat pagi ini begitu indah. Para pedagang pun tak mau kalah dalam menjajakan dagangannya. Semanggi khas Surabaya sebagai hidangan pembuka cukup memuaskan para pengunjung yang belum pernah mencicipinya. Hiburan topeng monyet pun berlomba memeriahkan minggu pagi.
Saya ditemani oleh sahabat Syamsuri pagi ini. Ingin rasanya bertemu dengan sahabat Nathan. Namun, kami lupa bahwa hari ini adalah hari besar bagi agamanya. Kami pun menghormatinya tanpa mengurangi persahabatan kami. Di sela-sela riuhnya suasana pagi ini, ada sebuah stan yang asing bagi kami. Tanpa ragu kami mendekatinya dan ternyata ini adalah stan spiritualitas Kristen. Karena terlanjur datang, kami tidak segera kembali tetapi mencoba berinteraksi dengan menggunakan bahasa Inggris. Tiada rotan akar pun jadi. Sebagai warga negara yang baik kita harus saling menghormati apalagi di tanah Nusantara, di mana kekerasan tidak diizinkan untuk tumbuh subur.
Puas menikmati kemeriahan tempat ini, kami bergeser menuju Kampoeng Ilmu, tempat buku-buku bekas, tentu yang masih layak pakai. Secara pribadi tidak ada tujuan khusus, saya hanya mengantarkan sahabat Syamsuri untuk mencarikan buku adik-adiknya. Banyak buku yang cukup menarik menurutku, tetapi karena banyak deadline menulis yang harus diselesaikan, tak ada niat sama sekali untuk membelinya.
Ketika kembali ke pondok, saya menyaksikan kompetisi bulu tangkis dunia. Pertandingan sangat seru walau pun bukan perwakilan Indonesia yang bermain. Silih berganti serangan dan pertandingan demi pertandingan akhirnya usai. Indonesia hanya menempatkan satu wakilnya di ganda putra. Cukup sebagai kado HUT RI ke-70 esok hari. Kunci sebuah keberhasilan sangat dipengaruhi kesungguhan yang diwujudkan dalam rutinitas dan kecepatan.

Post a Comment

0 Comments