Bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Awardee LPDP UI Jalin Kerja Sama Berkelanjutan

Jakarta Merespon berbagai isu nasional yang berkembang saat ini, Ikatan penerima beasiswa LPDP Universitas Indonesia mengadakan dialog kebangsaan bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di kantor BPIP Jalan Veteran, Jakarta Pusat (17/09). Dialog dihadiri oleh beberapa pimpinan BPIP, diantaranya adalah Romo Antonius Benny Susetyo, Pr, M.Pa., M.Si (Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP); Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum (Sekretaris Utama BPIP); Prof. Dr. FX. Adji Samekto, S.H., M.Hum (Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP); Dr. Rima Agristina, S.H., S.E., M.M. (Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi BPIP); Elfrida Herawati Siregar (Direktur Hubungan Antara Lembaga dan Kerjasama BPIP); Ani Purwanti (Direktur Analis dan Sinkronisasi BPIP); dan Irene Camelyn Sinaga (Direktur Pembudayaan BPIP).

Dialog kebangsaan ini mengangkat tema “Pancasila Sebagai Suluh Bangsa di Era 5.0”. Romo Benny sebagai pembicara kunci mengatakan bahwa Pancasila sebagai penerang dalam era masyarakat baru yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi. “Dalam konsep ini, sudah seharusnya masyarakat mampu membangun kesadaran baru dalam era digitalisasi, salah satunya yakni melalui nilai gotong royong. Semangat gotong royong yang ada dapat dibangun melalui jaringan persatuan dan kesatuan” ungkapnya.


Selanjutnya, menurut Romo Benny, persatuan dan kesatuan dapat tercipta apabila setiap individu tidak lagi mementingkan politik identitas, melainkan mementingkan martabat kemanusiaan melalui musyawarah mufakat. Dampak dari hal tersebut adalah terciptanya suatu keadilan. Indonesia akan berkutat pada masalah yang sama, jika setiap pemilihan umum selalu mempermasalahkan ideologi bangsa. Pancasila sebagai bahasa universal, konsensus hidup bersama dalam kebhinekaan.

Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP, Prof. Adji menjelaskan sejarah dan filosofi Pancasila. “Pancasila secara historis tidak dapat lepas dari pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang menjelaskan 5 nilai.” Nilai yang disampaikan Soekarno 1 Juni 1945 adalah sebagai berikut: Nilai Kebangsaan: Bangsa Indonesia tinggal di tanah dan air yang sama, sehingga membentuk pola perilaku yang teratur yang disebut budaya. Nilai ini merujuk pada pentingnya menjaga lingkungan hidup; Nilai Internasionalisme/Kemanusiaan: Manusia tidak hidup sendiri, sehingga pasti terdapat perbedaan yang sudah seharusnya sangat bisa menghidupkan harmoni dalam kehidupan sosial; Nilai Kerakyatan: Segala sesuatu harus dimusyawarahkan. Esensinya yakni pengakuan derajat manusia adalah sama. Manusia berdiri sejajar, tidak dibenarkan adanya pembenaran pendapat pribadi; Nilai Kesejahteraan rakyat: Terciptanya kesejahteraan sosial warga negeranya; dan Nilai Ketuhanan: Percaya akan satu kekuatan yang menguasai alam semesta.

Prof. Adji menambahkan bahwa pancasila dapat dilihat dari tiga perspektif yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pertama, Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam penyelenggaraan negara dan sebagai sumber tertib hukum bagi Indonesia. Kedua, Pancasila sebagai ideologi. Hal ini berguna untuk mengatasi faham perseorangan, golongan, suku bangsa, dan agama. Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia, tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketiga, yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memiliki fungsi sebagai pegangan atau acuan bagi manusia Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku, berkaitan dengan sistem nilai, tentang baik dan buruk.


Setelah paparan dua pemateri yang dimoderatori oleh Sekretaris Utama BPIP, Dr. Karjono, peserta dialog kebangsaan yang merupakan penerima beasiswa LPDP berbagai program studi seperti kajian stratejik, ilmu politik, ketahanan nasional, ilmu budaya, ilmu filsafat, ilmu hukum, psikologi, ilmu administrasi negara, dll, diberikan kesempatan untuk berdiskusi. Diskusi diawali oleh Deni Febrian (ketua ikatan penerima beasiswa LPDP UI) dengan memperkenalkan organisasi ikatan penerima beasiswa LPDP UI yang terdiri dari mahasiswa magister dan doktoral serta saat ini jumlah penerima beasiswa LPDP dengan status aktif di Universitas Indonesia berjumlah sekitar 500 orang. Penerima beasiswa LPDP di Universitas Indonesia berasal dari berbagai latar belakang dan instansi yang berbeda-beda. Sebagai contoh peserta dialog yang hadir ada dari kalangan aktivis, santri, pengacara, pegawai swasta, PNS dari berbagai instansi seperti Kementerian Keuangan, BPOM, Bawaslu, dll.

Dialog dilanjutkan dengan diskusi terkait dengan beberapa isu yang sedang bergejolak saat ini. Beberapa pertanyaan disusun secara khusus tim riset LPDP UI yang diketuai oleh saudara Rangga Deristaufani (kajian ketahanan nasional). Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkait dengan isu Papua, tata kelola fungsional antara BPIP dengan Lemhannas dan Wantannas, perkembangan teknologi dan pancasila, pancasila dan tantanganya terhadap politik oligarki, program kerja BPIP untuk pendidikan, dan evaluasi BPIP terhadap program pembumian pancasila di masa lalu, saat ini dan masa mendatang.

Diskusi tersebut direspon oleh beberapa pimpinan BPIP dengan menjelaskan berbagai isu dan permasalahan yang mencuat dengan komprehensif dan detail. Untuk isu Papua, Romo Benny menekankan pada pendekatan kultural sebagai solusi utama terhadap gejolak politik yang terjadi. Kemudian Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi BPIP, Rima Agristina, menyebutkan bahwa perkembangan teknologi tidak bertentangan dengan Pancasila. Teknologi dapat dipandang sebagai media untuk meningkatkan semangat gotong-royong masyarakat untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan.



Sebagai tindak lanjut dari dialog kebangsaan ini, Direktur Hubungan Antara Lembaga dan Kerjasama BPIP, Elfrida Herawati Siregar, menawarkan kerjasama antara BPIP dan Awardee LPDP Universitas Indonesia untuk berbagai bidang seperti riset bersama, sosialisasi pembumian pancasila, dan dialog yang berkelanjutan. Tentu kerjasama ini nantinya akan menjadi luaran yang kongkrit kontribusi Awardee LPDP Universitas Indonesia untuk masyarakat dan bangsa.

Dialog kebangsaan yang diinsiasi oleh Yohanes Genius Putu Sanjaya (kajian terorisme, UI) ini, tidak hanya melibatkan mahasiswa UI saja namun juga perwajilan mahasiswa dari UNJ dan perwakilan penerima beasiswa kemenpora. Hal ini memberi pesan kepada publik bahwa penerima beasiswa LPDP sangat inklusif dan siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk berkarya kepada bangsa.


Diskusi diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan oleh Ikatan Peneriama Beasiswa LPDP UI kepada BPIP berupa sertifikat, bibit tunas cempaka sebagai simbol dari LPDP, buku “Asa untuk Nusantara” yang disusun oleh tim LPDP UI 5.0, dan buku Negeri Pancasila yang ditulis oleh saudara Ardiansyah BS, awardee filologi Universitas Indonesia.

Post a Comment

0 Comments