Seolah telah menjadi pola yang tersusun rapi
setiap tahun, ketika musim liburan tiba, kawasan kampung Inggris, Pare, menjadi
magnet bagi para pejuang mimpi. Setiap
individu yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Inggris
berbondong-bondong mengunjungi kampung ini. Bahasa Inggris memang menjadi
kebutuhan di segala lini kehidupan. Mulai dari siswa, mahasiswa, hingga para
pegawai meramaikan kampung ini dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Tapi saya kira tujuan semua orang yang ada di sini
sama., memujudkan ambisi untuk menjadi nyata.
Ini adalah perjalanan
saya bersama keseratus mahasiswa berprestasi penerima beasiswa dari pemerintah.
Slogan kami sama,” Lanjutkan Ambisimu…!!! The Dreams Will Come True.” Setiap
libur semester, kami mengagendakan untuk belajar bersama di suatu tempat
tertentu. Kesempatan kali ini terpilihlah Kampung Inggris Pare sebagai tujuan.
Selain meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, kampung ini juga masih terjaga
alamnya. Sejauh mata memandang, terhampar persawahan yang membuat siapa saja
merasakan ketenangan dan kedamaian. Itulah informasi yang saya dapatkan selama
perjalanan dari seorang teman yang pernah belajar di sana.
Deretan tempat kursus menawarkan berbagai
program seperti vocabulary, speaking, grammar, TOEFL, dll. Dikemas dengan
berbagai paket dengan harapan bisa merayu setiap pengunjung untuk
belajar. Meskipun demikian, daya pikat kampung Inggris tidak hanya deretan
tempat kursus yang berjejer rapi, tetapi juga suasana asri pedesaan di
sudut-sudut kampung. Biasanya, setiap sore setelah kelas
selesai, kami menikmati destinasi keindahan desa dengan bersepeda. Tidak perlu
membeli atau pun membawa sepeda dari rumah, namun kami bisa menyewanya. Banyak tersedia jasa penyewaan sepeda dengan
model keren dan harga miring.
Tidak jauh dari kawasan kursusan, kami biasa
menikmati makanan yang sangat populer di tempat ini. Orang-orang menyebutnya
“Tansu”, sebuah makanan ringan yang terbuat dari ketan dengan campuran susu
kental dan bubuk ketan. Di seberang jalan warung ketan terdapat pemandangan
yang menyejukkan bagi setiap mata yang memandang, hamparan persawahan menghijau
dan udara yang sejuk dengan berbagai aktivitas para petani. Puluhan orang duduk
lesehan menyantap tansu dan segelas susu atau kopi setiap harinya, kecuali
Senin. Pagi sebelum kelas mulai, tidak enak rasanya kalau
belum menikmati tansu.
Warung Ketan atau yang biasa disebut “Warket”
memang menjadi salah satu sudut menarik di pagi hari untuk mencari
kedamaian. Pemandangan di kawasan ini memang sederhana.
Namun di tengah kesederhanaannya, berbagai aktivitas para petani dan
perbincangan hangat dari para pengunjung warket membuat jalannya waktu menjadi
tak terasa. Warket yang berlokasi di tengah hamparan persawahan ini juga kerap
disebut Warket Inggris.
Akhir pekan, saya
bersama teman-teman berencana mengunjungi tempat-tempat wisata di sekitar sini,
tentu dengan menggunakan sepeda. Dari kawasan warket, kami bersepeda ke
timur. Tak jauh dari perempatan terminal Pare, ada Goa Surowono. Sekilas melihat goa tersebut
seakan tak ada yang spesial, hanya sebuah galian yang cukup dalam. Namun ketika memasuki goa tersebut, saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa,
menyeramkan tapi asyik, seru dan menegangkan. Hanya
membayar Rp. 3000,- akan
mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan.
Situasi dalam goa yang sama sekali tanpa
penerangan memaksa setiap pasang mata meningkatkan daya akomodasinya. Bawalah
penerangan ketika memasuki goa tersebut agar bisa melihat dan merasakan tekstur
dinding goa. Selain itu ukuran goa yang sangat sempit dan semakin lama semakin
sempit membuat saya sesak napas, bagi yang mempunyai riwayat
penyakit pernapasan jangan coba-coba memasuki goa ini! Goa hanya bisa dilewati
satu orang, masuk dengan berdiri dan keluar dengan jongkok. Dan tidak hanya
itu, akan basah kuyup karena sepanjang goa ini terdapat aliran air dengan
ketinggian sampai lutut orang dewasa.
Puas menikmati destinasi Goa Surowono, keesokan harinya kami menuju
selatan. Di sini ada sebuah tempat
yang sangat indah, Taman Kilisuci. Berbagai jenis bunga tertata rapi dan
berbagai tempat bermain tersedia di sini. Tempat bagi keluarga dan muda-mudi
merajut impian. Di sebelah timur Taman Kilisuci terdapat sebuat Masjid yang
sangat megah. Dengan berbagai kelengkapan fasilitas dan keteraturan penataan
taman, setiap orang bisa melaksanakan ibadah dengan nyaman di
sini. Selain itu, di sebelah barat taman Kilisuci juga terdapat tempat
olahraga. Bagi para pecinta olahraga khususnya futsal, bisa memanfaatkan waktu
luang di sini.
Di akhir masa belajar,
kami berencana menuju Simpang Lima Gumul. Sebuah lokasi symbol kota Kediri yang
disamakan dengan sebuah bangunan di Paris. Kali ini kami tidak menggunakan
sepeda, melainkan menggunakan angkutan khas Kediri. Kurang lebih menempuh
perjalanan sekitar 30 menit, akhirnya sampai
di kawasan wisata Gumul. Sebuah bangunan yang menjadi pusat jalan raya dari
lima arah, membuat kecepatan angin relative kencang. Kemegahan bangunan dengan
ukiran yang mempesona sebagai simbol kota Kediri.
Semakin malam pemandangan di kawasan ini sangat indah, semburat cahaya lampu-lampu
yang menyala memberikan kesan yang
cukup dramatis pada bangunan.
Tidak jauh dari gemerlapnya lampu malam, kami leluasa menyaksikan bintang bertaburan di
langit Kediri. Tentunya bila langit sedang cerah tanpa
mendung yang menggantung. Berbagai mainan, jajanan, dan lesehan serta sahabat
sebagai perekat obrolan, inilah yang membuat sudut-sudut kota Kediri menjadi
nyaman. Goresan sejarah catatan manusia yang memimpikan kejayaan. Menembus
batas-batas ruang dan waktu.
0 Comments