Rintik-rintik hujan
membasahi bumi Ilahi. Tanah coklat kemerahan menyambut ramah tetesan
rahmat-Nya. Kesegaran aroma tanah basah merasuki saraf-saraf otak, seakan
menjadi karunia tak terhingga. Ribuan kelapa berserakan menjadi al-maidah -hidangan- bagi sekawanan
binatang. Dedaunan pun tampak semakin menghijau. Payung-payung tunas kelapa
menghiasi angkasa. Menjadi awal dari keindahan langit. Mewakili jutaan
makhluk-Nya, berdiri kokoh tanpa putus asa, mengawal keindahan tanah surga,
Zamrud Khatulistiwa, yang senantiasa bertasbih mengagungkan nama-Nya.
Keindahan suasana pulau
ini seakan tak terbersit sedikit pun sepanjang perjalanan. Yang ada hanyalah
gambaran suasana horror mengenai segitiga bermuda Indonesia. Opini publik
memberikan gambaran mengerikan tentang pulau ini. Sering terjadinya kecelakaan
di wilayah Masalembu hingga pertemuan arus laut yang berbeda sebagai pembenaran
yang tampaknya ilmiah dari opini negatif tentang Masalembu.
Suasana horror yang sejak
awal menghantui pikiran sedikit demi sedikit sirna ketika perahu bersandar di
sebuah dermaga sederhana. Penyambutan warga setempat kepada Tim Ekspedisi
Nusantara Jaya bak pahlawan yang pulang dari medan pertempuran. Antusiasme
warga khususnya tim pecinta alam Kawali sangat banyak membantu dalam proses mobilisasi
ke lokasi peristirahatan. Pernak Pernik perahu nelayan dengan kombinasi laut
tersenyum biru menyapa setiap jiwa yang kembali ke kampung halaman: Masalembu.
Secara administratif,
pulau ini masuk Kabupaten Sumenep sebagai sebuah kecamatan bersama pulau
Masakambing dan Keramaian. Namun, jika kita melihat peta sekilas, pulau-pulau
ini lebih dekat ke Pulau Kalimantan dari pada ke Pulau Madura. Oleh karena itu,
selain suku Madura, kita juga bisa menemukan suku Bugis dan Mandar. Mayoritas
penduduk mata pencahariannya sebagai nelayan.
Kesan awal tinggal di
pulau ini sangatlah nyaman. Suasana kampung yang masih asri, menenangkan siapa
saja yang singgah di pulau ini. Kami
mulai beradaptasi dengan lingkungan Masalembu, termasuk ketika pembatasan
penggunaan listrik yang hanya bisa dinikmati pukul 17.00 – 23.30 WIB.
Selebihnya menggunakan solar cell
milik pribadi. Selain itu juga kondisi jaringan internet yang sangat kurang.
Inilah yang harus diperbaiki ketika pemerintah menggunakan system ujian
Nasional secara online. Infrastruktur umum seperti jalan raya hanya sedikit
yang menggunakan aspal. Selebihnya masih tanah dan bebatuan. Ini sungguh
menyulitkan dalam proses pengembangan wilayah. Selain itu, kecamatan Masalembu
yang terdiri dari 3 pulau, Masalembu, Masakambing dan Keramaian, hanya memiliki
satu puskesmas. Sedangkan jarak antarpulau ditempuh selama kurang lebih 2 jam.
Kondisi kehidupan bawah laut juga sungguh sangat memprihatinkan, terumbu karang
banyak yang mati akibat penangkapan ikan dengan bahan peledak.
Interaksi dengan warga
setempat menjadi sebuah keniscayaan. Banyak pengetahuan yang kami terima.
Termasuk mosi tidak percaya warga kepada pemerintah setempat. Banyaknya pungli
di kapal, kendaraan tanpa plat nomor beredar luas hingga jaringan narkoba yang
menurut warga semua itu hanyalah permainan penguasa setempat. Juga banyaknya
kapal illegal yang tidak mempunyai surat-surat lengkap yang menangkap ikan di
perairan Masalembu.
Sebuah cerita dari
pengalaman anggota TNI yang telah 15 tahun bertugas di Koramil Masalembu.
Beliau beberapa kali menangkap kapal-kapal besar yang tidak mempunyai
surat-surat lengkap. Beliau menggiringnya hingga sampai daratan. Tetapi sebelum
sampai daratan beliau mendapat telfon dari atasan bahwa kapal tersebut harus
dilepaskan. Siapa yang bermain di sini? Entahlah. Saya berharap operasi di
lautan dapat ditindak tegas, bukan malah dilepaskan.
Saya pikir opini negatif
segitiga bermuda sengaja dibuat dengan mengaitkan segala kecelakaan yang
terjadi, agar wilayah perairan Masalembu bisa dikuasai sepenuhnya oleh
kapal-kapal tak bersurat tersebut. Masalembu itu indah. Mari berantas segala
bentuk ketidakadilan di pulau ini.
0 Comments