Korupsi merupakan suatu hal yang sudah
biasa di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya
alamnya, masih digolongkan menjadi negara berkembang disebabkan adanya budaya
korupsi yang telah menjamur di negeri ini. Perlu adanya pemutusan rantai
korupsi. Memiskinkan koruptor merupakan salah satu hukuman yang mungkin
menimbulkan efek jera. Namun, hukuman itu belum menimbulkan hukum sosial bagi
sang koruptor.
Hukuman yang cocok saat ini bagi koruptor
ialah dengan memiskinkan para koruptor dan mensterilkan perangkat negara dari keturunannya
sampai kapan pun. Jadi, koruptor wajib miskin dan keturunannya tidak boleh
masuk dalam struktural kenegaraan. Hukuman seperti itu akan membawa efek
pengawasan di dalam lingkungan keluarga, sehingga mempersempit ruang para
koruptor.
Korupsi menjadi masalah yang tidak ada habisnya. Tingginya tingkat korupsi di negeri ini menandakan betapa rendahnya tingkat kejujuran masyarakatnya atau betapa mudahnya seseorang tergoda. Kejujuran sebagai hal yang harus dipupuk sejak dini dan dilatih sesering mungkin.
Dalam kehidupan kampus, praktek kejujuran sangat diperlukan dalam berorganisasi. Kejujuran dalam berorganisasi menentukan kejujuran untuk tidak mengambil uang rakyat kelak di masa depan. Mahasiswa sebagai agen perubahan sudah sepantasnya berlaku jujur dalam setiap langkahnya. Sebagai revolusi mental dalam menghadapi budaya korupsi.
Mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan
tentu mempunyai andil besar dalam pemberantasan korupsi. Mahasiswa menjadi
garda terdepan ketika suatu kebijakan tidak memihak rakyat. Baik secara lisan
maupun tulisan, individu maupun kelompok, mahasiswa bergerak melawan kebijakan
yang menindas rakyat. Mahasiswa juga berperan besar dalam mengurangi budaya korupsi. Sebagai pengontrol kebijakan sehingga mempersempit kesempatan untuk melakukan korupsi. Terkadang adanya kesempatanlah yang membuat budaya itu semakin marak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment