Tidak ada jalan yang mudah untuk
memasuki zaman baru. Di persimpangan tempat kita berdiri, hanya ada jalan yang
sulit bagi negara dan terutama untuk menciptakan kesepakatan bersama. Dalam
proses ini, negara dapat dan harus menunjukkan kepemimpinan. Melalui kajian
terhadap masyarakat dan permasalahannya, pemerintah harus mengabdikan diri bagi
pengembangan negara dan generasi muda yang peka, berpikiran jernih, berani, dan
percaya diri. Dapat memahami kehidupan dan mempunyai determinasi untuk
melahirkan peradaban besar. Peradaban Indonesia yang berdikari.
Indonesia sebagai negara multikultural
cocok sebagai lahan tumbuhnya beraneka ragam perbedaan, suku, ras, agama,
budaya dan adat istiadat. Benar apabila dikatakan bahwa Indonesia adalah Zamrud
Khatulistiwa. Indonesia adalah tanah surga, apapun yang ditanam di tanah ini
akan tumbuh subur, nyiur menghijau, memberikan ruang untuk bernafas dalam
menapaki khatulistiwa kehidupan. Namun, ketika hati meratap meneteskan air mata
menyaksikan tingkah polah para pemangku kekuasaan yang mengakibatkan mata uang
anjlok dan biaya hidup merangkak naik. Tidak bisa disalahkan apabila 20 Mei
muncul gerakan kebangkitan Nasional, melawan dominasi penguasa diktator. Sebagai
respon terhadap kebijakan yang timpang dan tidak konsisten dalam menetapkan
harga, bahkan terkesan mempermainkan dan mematikan kehidupan rakyat secara
perlahan. Apakah mereka masih bisa membaca?
Seorang pemimpin tentunya harus
mampu membaca. Terlepas dari prasangka apakah pemimpin itu seorang pemimpin
sejati atau pemimpin boneka. Sebuah keputusan harus dipertimbangkan efek
positif dan negatifnya, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjangnya.
Bukan keputusan abal-abal yang dilegitimasi tanpa tahu bagaimana keputusan itu
dibuat. Akan terjadi ketimpangan yang semakin memperjelas gambaran budaya
instanisasi pendidikan. Membiarkan seorang siswa menjawab tanpa pernah membaca
soal yang mengahasilkan seorang pemimpin yang menandatangani keputusan tanpa
tahu isi keputusan tersebut.
Korban Informasi
Di tengah riuhnya kompleksitas
permasalahan di republik dolanan, disebut demikian karena mengangkat boneka sebagai
pemimpin yang berimbas pada pembuatan keputusan secara guyonan. Menciptakan
mindset global bahwa penghuni surga tidak bisa membaca. Mengatasi
keadaan yang labil dan serba tidak pasti tersebut, maka seyogyanya sebagai
rakyat yang patuh pada pemimpinya memiliki kemampuan dalam mereduksi informasi.
Penguasa dunia adalah penguasa informasi, tetapi tidak semua informasi dapat diterima
begitu saja. Keragu-raguan mengetahui sumber informasi sangat diperlukan untuk
menentukan asumsi dasar sebelum bertindak.
Ada empat jenis sumber informasi.
Pertama, informasi mutlak, informasi utama yang kebenarannya tidak diragukan. Sebagai
sumber dari segala informasi yang berkembang, dan landasan dalam membuat segala
jenis keputusan. Referensi utama dan sebagai pedoman hidup masyarakat luas.
Kitab suci sebagai contoh dalam kacamata agama dan Undang-Undang sebagai
informasi utama dalam konteks NKRI. Banyak sumber informasi utama, tergantung
dari sudut pandang mana melihatnya.
Kedua, informasi musyammas, informasi
yang bersumber dari pengalaman pribadi masing-masing individu. Kebenarannya
tidak diragukan karena tidak ada orang yang mengingkari kenyataan dalam
dirinya.. Kesalahan di masa lalu sebagai pedoman agar tidak terulang di masa
depan. Sesuai dengan pendapat Ibnu Khaldun bahwa manusia adalah makhluk
sejarah, dalam perjalanan sejarah tentu secara tidak langsung mereduksi segala
hal yang positif dan negative. Kepada diri sendiri tentu tidak ada hal negative
yang diinginkan. Oleh karena itu, pengalaman pribadi berada di tingkat kedua.
Ketiga, informasi musta’mal, sebagai
informasi yang bersumber dari pengalaman orang lain. Kebenarannya tidak bisa
ditentukan dengan tergesa-gesa. Perlu banyak membaca dan mengumpulkan informasi
dari banyak orang untuk mendapatkan informasi yang objektif. Perlu dialektika
dalam memperoleh informasi utama, sehingga dari beberapa sumber informasi yang
diterima memunculkan informasi aksidensi dan esensi. Informasi aksidensi
sebagai informasi tambahan yang berbeda sesuai pandangan pihak pemberi
informasi, sedangkan informasi esensi sebagai informasi yang patut dipercaya.
Keempat, informasi mutanajis, informasi
yang di dalamnya sarat akan kepentingan. Kewaspadaan dan keragu-raguan sangat
diperlukan agar tidak masuk pusaran arus tanpa tahu ke mana tujuan arus itu. Jika
tidak tahu atau tidak mau tahu tujuan pokok dan fungsi informasi tersebut, maka
selamanya akan menjadi budak dari informasi. Kekecewaan yang terjadi di masa
yang akan datang, tidak akan mampu melawan sistem yang berkembang.
Terlepas dari bagaimana cara mereduksi
informasi yang terus berkembang, penghuni tanah surga harus membiasakan diri
untuk tidak berhenti pada prasangka. Mampu membuat struktur baru sebagai solusi
yang progresif adalah harapan semua orang. Banyak yang mampu memberikan kritik,
tetapi sedikit yang mau menciptakan solusi. Prasangka tidak untuk dipelihara,
tetapi keragu-raguan harus tetap ada untuk kebaikan bersama.
Hiperealitas
Setinggi-tinggi ilmu,
sepintar-pintar siasat, dan semurni-murni tauhid, merupakan kemampuan yang
diharapkan ada dalam seorang pemimpin. Tidak mudah memang memimpin sebuah
negara sebesar Indonesia, tapi kesulitan itu bukan berarti mustahil. Kita harus
mampu membedakan antara makna denotasi dan konotasi, literasi dan esensial,
teks dan konteks, sehingga terbentuk budaya yang nyata, bukan seperti nyata.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment