Kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Setidaknya itulah amanah konstitusi yang secara jelas memperlihatkan posisi
Indonesia dalam percaturan politik dunia. Bangsa ini mengingkari adanya
permusuhan untuk menyebarkan cinta di setiap penjuru dunia. Menghalalkan
kekerasan atas nama cinta pun tidak bisa dibenarkan, karena tidak ada kesucian
di dalamnya. Seperti menyuci pakaian kotor dengan air kencing.
Kemerdekaan suatu bangsa tentu tidak
terbentuk dari mental-mental kerdil yang seringkali mengingkari kenyataan.
Memutar balikkan fakta hanya demi untuk kepentingan sesaat dirinya. Dia tidak
akan memperoleh kemanfaatan agung yang hanya diperoleh oleh orang-orang yang
terbiasa mengatakan benar apa yang memang benar dan mengatakan salah pada yang
salah.
Untuk membangun diri bak mata uang yang
berharga di setiap tempat dan waktu tentu memerlukan latihan untuk
mengembangkan kemampuan. Tidak terpengaruh oleh kondisi sosial-politik yang
menyebabkan fluktuaktifnya mata uang tersebut. Secara jasmaniah kemampuan yang
harus dimiliki oleh manusia-manusia merdeka adalah kemampuan membaca dan
menulis.
Membaca plus, menulis min. Dengan membaca
akan memperluas wawasan. Membentuk kerangka berpikir sehingga mampu mewarnai
cakrawala pemikiran yang berkembang. Membaca kondisi alam dan sosial dan mampu
berkresi menciptakan aksi untuk kebaikan umat manusia. Sedangkan menulis,
secara psikoogis akan mengurangi beban hidup, sehingga akan membentuk
pribadi-pribadi optimis sebagai fundamen pembentukan manusia merdeka. Dia yang
terbiasa menulis, meneteskan kemampuan analisisnya untuk dibaca orang banyak
akan hidup selamanya. Perubahan dan pembangunan peradaban dimulai dengan budaya
literasi.
Secara rohaniah, pembentukan manusia merdeka
dengan mempertahankan dua hal dalam hati, cinta dan berani. Pemaknaan cinta
tentu tidak sesempit sekarang, yang terkotak pada perbuatan-perbuatan amoral.
Cinta adalah landasaran kebenaran. Cinta adalah nur Illahi yang mengantarkan
pemiliknya menapaki tangga kema’rifatan. Dalam perspektif remaja, perlu
pemetaan dalam objek cinta. Pada usia remaja, ketika akal pikiran mampu
mencerna ilmu dengan sangat cepat, maka idealnya objek cintanya adalah
ilmu-ilmu alias buku atau kitab. Sedangkan memasuki usia dewasa, maka disarankan
memperluas cakupannya pada lawan jenis, sebagai sunnah Rasul. Setiap peristiwa
ada waktunya, tidak perlu tergesa-gesa dalam melangkah. Perlu pertimbangan yang
matang.
Kemudian keberanian, sebagai hal yang wajib
dimiliki oleh setiap pemegang panji-panji kebajikan. Tidak ada gunanya hal baik
tanpa didasari keberanian. Ketegasan dan langkah yang matang diharapkan ada
dalam seorang pemimpin. Cinta dan keberanian, dua unsur yang harus dipunyai
oleh seorang pemimpin. Kasih sayang terhadap sesama dan tegas kepada siapa pun,
itulah idealnya seorang pemimpin.
Surabaya, 15 April 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment