Panglipuuur . . . . .
Panglipuraaan . . . . . Indonesia membutuhkan panglipuran. Terlalu banyak kebohongan,
tidak ada yang bisa dipercaya. Indonesia menjadi bangsa yatim piatu. Bukan
karena Cak Nun yang yang kembali menasional, tetapi demikian nyatanya. Entah
disengaja atau tidak. Putra bangsa yang memilih, bukan tidak adanya pilihan,
menghibur diri dengan kesenian dan kebudayaan. Tidak ikut-ikutan menghalalkan
segala cara untuk berebut jabatan dan popularitas. Tidak seperti mereka,
Destrarastra yang selalu di bawah bayang-bayang Bisma. Melawan seorang tokoh
pendidikan, Drona, dalam perebutan tahta. Sepertinya, mereka bersepakat
menyingkirkan Semar dalam persaingan ini.
Desa Panglipuran dinobatkan sebagai desa terbersih sedunia bukan
hanya karena program-program desanya yang luar biasa, tetapi lebih kepada
bagaimana menjaga keharmonisan dengan Tuhan, alam dan manusia itu sendiri.
Masyarakatnya sungguh sangat religius dengan mengedepankan ritual ibadah kepada
Tuhan Yang Mahaesa. Selalu berkata dan bersikap baik antarsesama. Dan tidak
memanipulasi ajaran agama hanya untuk kepentingan pribadi.
Jika ada yang berkata dan bersikap tidak baik apalagi sampai
menghasut banyak orang hingga menimbulkan kegaduhan, alangkah baiknya segera
ditangkap. Agar tidak menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.
Kedamaian Nusantara dan keutuhan NKRI tetap terjaga, itulah harapan semua
orang. Tuhan kan tidak perlu dibela. Ho . . . ho . . . ho . . .
Hubungan baik dengan alam dan sesama makhluk patut dijaga. Kasihan
tuh lumba-lumba, gegara urusan
manusia hidupnya jadi sengsara. Hidupnya nggak
tenang. “Siapa pun pemimpinnya, Donald Trump atau PLT Gubernur DKI Jakarta,
tolong jangan sakiti kami yaa. Kami
hanya ingin makan dan hidup tenang, ke sana ke mari sebagai panglipur anak-anak.” Kayak Pak Zumi Zola itu loooo yang selalu memantau rakyatnya. Menyusuri
negerinya walau tengah malam. Terinspirasi Umar bin Khattab kali yaa?
Kang Tris semakin galau. Bukan hanya sebab dagangannya yang tak
laku-laku, tetapi lebih karena tidak adanya sosok yang pantas menjadi panutan.
Semua dimensi masyarakat, baik agama, seni, pendidikan, kesehatan, semuanya
dipolitisir untuk kepentingan pribadi. Negeri Bhinneka yang ramah, kini berada
di puncak krisis. Krisis identitas, miskin karakter dan menurunnya moral.
Pendidikan sebagai tempat pembentukan budi, tak lepas dari ganasnya media
sosial sehingga kekerasan mudah saja dilakukan.
Padahal dari tahun ke tahun jumlah orang yang berangkat ke tanah
suci semakin meningkat, tetapi tidak dibarengi dengan perbaikan-perbaikan
individu yang lebih baik. Semuanya menjadi pemarah, perusak dan pelapor.
Kebijakan atas naiknya harga kebutuhan pokok pun menjadi sasaran kemarahan.
Mahasiswa menjadi aktor utama. Kita tunggu saja aksinya. Berujung turun ke
jalan atau berakhir di meja makan. Ha...ha...ha...
Pusiiiiing...pusing...! Negara kok
jadi begini. Penyebar fitnah
merajalela. Ah gitu aja kok repot...! Enak jamanku to...? Sabar ya paaak... Main dulu sana...! Kang Jo aja
asik memainkan busur panahnya. Atau main sepak bola yuk pak! Biar bisa selfie sama
Ronaldo kayak pemain Malaysia itu. Tidak hanya tendangannya yang menghibur,
tetapi juga tingkahnya yang kebingungan dalam memberi sambutan dengan bahasa
Inggris. Wkwkwkwkwkw.
No comments:
Post a Comment